Mardani Sambut Positif Pihak yang Dorong Larangan Pecandu Narkoba Maju Pilkada
Jum'at, 17 Juli 2020 - 19:11 WIB
BANDUNG - Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera merespons positif sejumlah pihak yang mendorong Komisi II DPR, Pemerintah, KPU, dan Bawaslu membuat peraturan larangan terhadap mantan pecandu narkoba maju sebagai calon kepala daerah di Pilkada Serentak 9 Desember 2020 mendatang.
"Ini jadi masukan untuk Komisi II dalam menformulasi pasal terkait syarat bebas narkoba," kata Mardani saat dihubungi, Jumat (17/7/2020). (BACA JUGA: Pengamat: Pilkada 2020 Harus Bebas dari Cakada Mantan Pecandu Narkoba )
Menurut Mardani, Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah perlu diperjelas secara komprehensif dan gamblang. "Perlu pasal yang tegas dan lugas karena darurat narkoba sedang akut," ujar Mardani. (BACA JUGA: Syarif Hasan: Demokrat Tak Mungkin Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020 )
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan, semua calon kepala daerah yang bakal berlaga pada pesta dan hajatan demokarasi lima tahunan daerah nanti tidak pernah terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba. "Semua calon mesti bersih fisik dan moralnya," tutur Mardani. (BACA JUGA: Gerindra Patuhi Putusan MK, Ogah Usung Kepala Daerah Mantan Pengguna Narkoba )
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta meminta Komisi II DPR, pemerintah, KPU dan Bawaslu membuat peraturan larangan calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dengan berpedoman pada putusan MK.
"Jadi dibutuhkan untuk mengakomodir untuk memperkuat putusan MK itu. Jika saja tiga pihak (KPU, DPR dan pemerintah) ini menyepakati hal yang sangat penting dan sudah diputuskan MK," kata Kaka, Senin (13/6/2020) lalu.
Larangan pecandu narkoba maju di pilkada diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Mahkamah tersebut terkait tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam putusannya, MK melarang pecandu narkoba maju di Pilkada. Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela.
MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabok dan berzina.
Menurut Mardani, putusan MK tersebut menyeimbangkan antara hak setiap individu untuk dapat memilih dan dipilih, termasuk mereka yang berhubungan dengan narkoba.
"Tiga pembatasan itu tolerable. Dibolehkan dengan penilaian ketat. Dilakukan oleh bukan satu tapi sekelompok ahli," pungkas Mardani.
"Ini jadi masukan untuk Komisi II dalam menformulasi pasal terkait syarat bebas narkoba," kata Mardani saat dihubungi, Jumat (17/7/2020). (BACA JUGA: Pengamat: Pilkada 2020 Harus Bebas dari Cakada Mantan Pecandu Narkoba )
Menurut Mardani, Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah perlu diperjelas secara komprehensif dan gamblang. "Perlu pasal yang tegas dan lugas karena darurat narkoba sedang akut," ujar Mardani. (BACA JUGA: Syarif Hasan: Demokrat Tak Mungkin Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020 )
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menuturkan, semua calon kepala daerah yang bakal berlaga pada pesta dan hajatan demokarasi lima tahunan daerah nanti tidak pernah terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba. "Semua calon mesti bersih fisik dan moralnya," tutur Mardani. (BACA JUGA: Gerindra Patuhi Putusan MK, Ogah Usung Kepala Daerah Mantan Pengguna Narkoba )
Diberitakan sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta meminta Komisi II DPR, pemerintah, KPU dan Bawaslu membuat peraturan larangan calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dengan berpedoman pada putusan MK.
"Jadi dibutuhkan untuk mengakomodir untuk memperkuat putusan MK itu. Jika saja tiga pihak (KPU, DPR dan pemerintah) ini menyepakati hal yang sangat penting dan sudah diputuskan MK," kata Kaka, Senin (13/6/2020) lalu.
Larangan pecandu narkoba maju di pilkada diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Mahkamah tersebut terkait tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.
Dalam putusannya, MK melarang pecandu narkoba maju di Pilkada. Putusan Mahkamah ini berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela.
MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabok dan berzina.
Menurut Mardani, putusan MK tersebut menyeimbangkan antara hak setiap individu untuk dapat memilih dan dipilih, termasuk mereka yang berhubungan dengan narkoba.
"Tiga pembatasan itu tolerable. Dibolehkan dengan penilaian ketat. Dilakukan oleh bukan satu tapi sekelompok ahli," pungkas Mardani.
(awd)
tulis komentar anda