KUHP Baru Mengedepankan Norma Restorative Justice
Selasa, 31 Januari 2023 - 09:29 WIB
TERNATE - Salah satu perbedaan mendasar KUHP baru dengan KUHP kolonial adalah pengedepanan norma restorative justice . Artinya, hukuman yang akan diberikan menitikberatkan pada pemulihan keadilan. Bukan semata pada penghukuman.
Dari segi jenis pidana, ada dua hal yang terbaru, yakni kerja sosial dan pengawasan. Pidana mati bukan lagi pidana pokok.
“Sementara, dari segi tujuan pidana pun sebenarnya KUHP lama tidak memiliki tujuan, pokoknya ada retributif dari setiap tindak pidana. Akibatnya, lapas over kapasitas. Dengan KUHP baru ini banyak hal yang bisa kita tempatkan sebagai restorative justice," kata Plt Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham, Dhana Putra saat menjadi pembicara dalam acara Sosialisasi KUHP di Hotel Sahid Bela Ternate, Maluku Utara, Senin (30/1/2023).
Dengan demikian tindak pidana yang sifatnya ringan tidak perlu masuk penjara. ”Sebetulnya banyak sekali pembaharuan hukum pidana yang diatur dalam KUHP baru ini," tambahnya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto mengatakan, munculnya pro kontra dalam proses penyusunan KUHP baru ini merupakan hal lumrah. Perbedaan pendapat memang selalu ada dalam proses demokrasi. Asalkan dilakukan dalam koridor konstitusional yang berakibat baik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
"KUHP baru ini merupakan residu dari berbagai kepentingan yang bisa dikompromikan. Pastinya ada pihak yang setuju dan tidak, tapi kita ambil jalan tengahnya, menggunakan prinsip keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat dan individu," kata Prof Marcus.
Lebih jauh Prof Marcus menjelaskan, implementasi KUHP nasional yang menganut asas keseimbangan ini akan menjadi perwujudan nilai ke-Indonesia-an dalam penegakan hukum . Prinsip dasar yang digunakan, hukum pidana tidak boleh menitikberatkan pada salah satu kepentingan saja.
Misalnya tidak menitikberatkan pada kepentingan negara saja karena bisa menjadi alat kekuasaan. Hukum pidana juga tidak boleh menitikberatkan pada kepentingan masyarakat saja agar mencegah hak-hak privat yang nantinya dikriminalisasi.
”Juga tidak boleh menitikberatkan pada individu dengan dalih hak asasi, karena dikhawatirkan masyarakat kita akan mengarah kepada masyarakat liberal. Masyarakat kita kan monodualis yang menyeimbangkan kepentingan individu dan umum," lanjutnya.
Pembicara lain dalam acara sosialisasi KUHP ini, pengajar senior Fakultas Hukum UI, Surastini Fitriasih menggarisbawahi pentingnya upaya sosialisasi KUHP baru ini. Menurutnya, penolakan sementara orang terhadap KUHP saat ini cenderung karena kekhawatiran yang berlebihan karena kurangnya pemahaman.
Surastini berharap kehadiran KUHP baru ini membuat masyarakat lebih mendapatkan kepastian hukum yang lebih adil. "Harapannya tentu saja ke depannya kepastian hukum dan keadilan akan terwujud karena yang menjadi pegangan saat ini adalah KUHP nasional produk bangsa sendiri," tandasnya.
Dari segi jenis pidana, ada dua hal yang terbaru, yakni kerja sosial dan pengawasan. Pidana mati bukan lagi pidana pokok.
“Sementara, dari segi tujuan pidana pun sebenarnya KUHP lama tidak memiliki tujuan, pokoknya ada retributif dari setiap tindak pidana. Akibatnya, lapas over kapasitas. Dengan KUHP baru ini banyak hal yang bisa kita tempatkan sebagai restorative justice," kata Plt Dirjen Perundang-Undangan Kemenkumham, Dhana Putra saat menjadi pembicara dalam acara Sosialisasi KUHP di Hotel Sahid Bela Ternate, Maluku Utara, Senin (30/1/2023).
Dengan demikian tindak pidana yang sifatnya ringan tidak perlu masuk penjara. ”Sebetulnya banyak sekali pembaharuan hukum pidana yang diatur dalam KUHP baru ini," tambahnya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto mengatakan, munculnya pro kontra dalam proses penyusunan KUHP baru ini merupakan hal lumrah. Perbedaan pendapat memang selalu ada dalam proses demokrasi. Asalkan dilakukan dalam koridor konstitusional yang berakibat baik dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
"KUHP baru ini merupakan residu dari berbagai kepentingan yang bisa dikompromikan. Pastinya ada pihak yang setuju dan tidak, tapi kita ambil jalan tengahnya, menggunakan prinsip keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat dan individu," kata Prof Marcus.
Lebih jauh Prof Marcus menjelaskan, implementasi KUHP nasional yang menganut asas keseimbangan ini akan menjadi perwujudan nilai ke-Indonesia-an dalam penegakan hukum . Prinsip dasar yang digunakan, hukum pidana tidak boleh menitikberatkan pada salah satu kepentingan saja.
Misalnya tidak menitikberatkan pada kepentingan negara saja karena bisa menjadi alat kekuasaan. Hukum pidana juga tidak boleh menitikberatkan pada kepentingan masyarakat saja agar mencegah hak-hak privat yang nantinya dikriminalisasi.
”Juga tidak boleh menitikberatkan pada individu dengan dalih hak asasi, karena dikhawatirkan masyarakat kita akan mengarah kepada masyarakat liberal. Masyarakat kita kan monodualis yang menyeimbangkan kepentingan individu dan umum," lanjutnya.
Baca Juga
Pembicara lain dalam acara sosialisasi KUHP ini, pengajar senior Fakultas Hukum UI, Surastini Fitriasih menggarisbawahi pentingnya upaya sosialisasi KUHP baru ini. Menurutnya, penolakan sementara orang terhadap KUHP saat ini cenderung karena kekhawatiran yang berlebihan karena kurangnya pemahaman.
Surastini berharap kehadiran KUHP baru ini membuat masyarakat lebih mendapatkan kepastian hukum yang lebih adil. "Harapannya tentu saja ke depannya kepastian hukum dan keadilan akan terwujud karena yang menjadi pegangan saat ini adalah KUHP nasional produk bangsa sendiri," tandasnya.
(poe)
tulis komentar anda