TPA Terjun TerancamKelebihan Kapasitas
A
A
A
MEDAN - Keberadaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah diKelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, seluas empat hektare (ha), saat ini kondisinya sudah cukup mengkhawatirkan.
Diprediksi, dua tahun lagi TPA andalan Kota Medan itu bakal mengalami kelebihan kapasitas. “Kondisinya memang sudah mengkhawatirkan. Untuk sekarang memang masih memungkinkan menampung sebesar 2.000 ton sampah, namun dalam dua tahun ke depan akan terjadi over, dan Medan kami khawatirkan akan mengalami timbunan sampah kalau hal ini tidak diantisipasi,” ungkap Kepala Dinas (Kadis) Kebersihan Kota Medan, Endar Sutan Lubis, kemarin.
Saat ini, dari 2.000 ton volume sampah itu, yang dapat diolah menjadi kompos hanya 10%. Selebihnya diharapkan dari pengelolaan bank sampah. Namun, pengelolaan bank sampah ini juga tidak maksimal karena masih sulit memasarkan sampah yang sudah dipilah. Antisipasi yang paling memungkinkan adalah membangun pabrik pengelolaan sampah menjadi gas atau membangun TPA baru.
Untuk pembangunan TPA baru, tentu sangat tergantung anggaran yang disiapkan dalam APBD. Sebab, Dinas Kebersihan bukanlah perusahaan daerah yang bisa mengelola anggaran dengan sendiri atau mencari keuntungan. Karena itu, semua tergantung proses pengajuan anggaran yang kemudian dibahas di DPRD.
“Anggaran yang dibutuhkan cukup besar, baik untuk membangun pabrik pengolahan sampah maupun membangun TPA baru, bisa sampai triliunan rupiah. Belum lagi prosesnya yang panjang, mulai dari pengajuan anggaran dan sebagainya. Kemampuan APBD juga minim untuk hal itu,” ucap Endar.
Dengan kondisi semacam ini, pihaknya terpaksa menawarkan kerja sama dengan pihak ketiga untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi gas. Menurut dia, saat ini pilihan itu merupakan yang paling memungkinkan dan paling realistis. “Membangun pabrik pengolahan sampah menjadi gas itu paling efektif dibanding membangun TPA baru.
Artinya, sampah memang harus diolah, sehingga tidak bertumpuk seperti yang terjadi saat ini,” ujar Endar. Endar mengatakan, saat ini sudah ada tiga perusahaan yang berminat menjalin kerja sama dengan Pemko Medan untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi gas. Ketiganya yakni PT Trijunta, PT agromulia, dan PT CPS Nusantara. Ketiga perusahaan ini nantinya akan melakukan sistem pengolahan sampah dan bekerja sama dengan China.
“Untuk saat ini perusahaan yang serius itu PT CPS Nusantara. Saat ini mereka sudah membidik lahan untuk membangun pabriknya di kawasan Kelurahan Ladang Bambu, Medan Tuntungan. Sekarang, kalau kerja sama berjalan, lahan pabrik tersebut tinggal mereka bayar. Kalau dua perusahaan lainnya belum mendapatkan lahan di mana mereka akan membangun pabrik,” ujar Endar.
Endar berharap kerja sama dengan pihak ketiga ini dapat segera berjalan. Terlebih saat ini sudah proses administrasi. Kalau kerja sama itu benar-benar terwujud, Medan bakal memiliki pabrik pengolahan sampah menjadi gas. “Jadi, kalau pabrik tersebut dibangun, sampah akan dimasukkan dalam bunker, lalu dipilah dan dibakar menjadi gas, sehingga gas bisa menggerakkan turbin dan menjadi energi. Sementara ampas dari pembakaran sampah nanti akan dapat dijadikan kompos.
Makanya, kalau ada pabrik itu akan sangat efektif daripada membangun TPA baru. Sebab, jika sampah semua diolah, bisa jadi Medan ke depannya akan bebas dari sampah,” ucap Endar. Sementara pengamat lingkungan, Jaya Arjuna, mengatakan, Medan memang sudah saatnya memiliki pabrik pengolahan sampah. Apalagi hal itu sudah diamanatkan Undang- Undang (UU) tentang Sampah.
UU itu menyebutkan, sebuah kota tidak diperbolehkan lagi memiliki TPA dengan sistem open dumping , tapi harus TPA sanitary landfiil . Sementara TPA Terjun masih bersistem open dumping . “Kadis Kebersihan dan wali kota jangan lagi berpikir membangun TPA, karena itu sudah kuno. Kota metropolitan harus memiliki pabrik pengolahan sampah, apalagi sekarang tidak boleh lagi ada TPA.
Makanya semua sampah harus diolah menjadi gas yang dapat menghasilkan listrik, dan sisanya menjadi urukan yang bisa dibuat kompos. Ini sudah dilakukan lama di Jepang, Singapura, dan juga Korea,” ungkap Jaya. Jaya juga menyarankan Pemko Medan berhati-hati menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, apalagi sistem teknologi yang digunakan dari China.
Padahal, sebelumnya Korea pernah menawarkan kerja sama dengan Pemko Medan untuk pengolahan sampah, namun tidak jelas realisasinya. “Kalau masih menggunakan sistem teknologi China, sebaiknya tidak usah bekerja sama. Bukan berarti teknologi China tidak baik, tapi kalau kerja sama dengan China proyek tersebut tidak ada yang bagus. Sebab, China hanya akan memberikan teknologi dengan kualitas yang rendah atau KW.
Makanya, lebih baik kerja sama dilakukan dengan teknologi Jepang atau Korea,” ujar Jaya. Menurut Jaya, pabrik pengolahan sampah yang baik tidak lagi membutuhkan TPA, karena semua sampah dapat diolah di pabrik menjadi gas lalu sisanya menjadi urukan (timbunan) yang dapat diolah menjadi kompos.
“Kalau sampah dipilah lagi, dan diambil sampah organiknya untuk diolah menjadi gas, berarti itu masih belum baik, karena pasti masih membutuhkan TPA. Makanya, jangan gunakan teknologi China, mereka hanya memberi teknologi kualitas rendah, karena harganya murah. Harusnya seluruh sampah bisa langsung diolah, itu teknologi terbaru dalam mengolah sampah yang saat ini digunakan negara-negara luar,” tandasnya.
Lia anggia nasution
Diprediksi, dua tahun lagi TPA andalan Kota Medan itu bakal mengalami kelebihan kapasitas. “Kondisinya memang sudah mengkhawatirkan. Untuk sekarang memang masih memungkinkan menampung sebesar 2.000 ton sampah, namun dalam dua tahun ke depan akan terjadi over, dan Medan kami khawatirkan akan mengalami timbunan sampah kalau hal ini tidak diantisipasi,” ungkap Kepala Dinas (Kadis) Kebersihan Kota Medan, Endar Sutan Lubis, kemarin.
Saat ini, dari 2.000 ton volume sampah itu, yang dapat diolah menjadi kompos hanya 10%. Selebihnya diharapkan dari pengelolaan bank sampah. Namun, pengelolaan bank sampah ini juga tidak maksimal karena masih sulit memasarkan sampah yang sudah dipilah. Antisipasi yang paling memungkinkan adalah membangun pabrik pengelolaan sampah menjadi gas atau membangun TPA baru.
Untuk pembangunan TPA baru, tentu sangat tergantung anggaran yang disiapkan dalam APBD. Sebab, Dinas Kebersihan bukanlah perusahaan daerah yang bisa mengelola anggaran dengan sendiri atau mencari keuntungan. Karena itu, semua tergantung proses pengajuan anggaran yang kemudian dibahas di DPRD.
“Anggaran yang dibutuhkan cukup besar, baik untuk membangun pabrik pengolahan sampah maupun membangun TPA baru, bisa sampai triliunan rupiah. Belum lagi prosesnya yang panjang, mulai dari pengajuan anggaran dan sebagainya. Kemampuan APBD juga minim untuk hal itu,” ucap Endar.
Dengan kondisi semacam ini, pihaknya terpaksa menawarkan kerja sama dengan pihak ketiga untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi gas. Menurut dia, saat ini pilihan itu merupakan yang paling memungkinkan dan paling realistis. “Membangun pabrik pengolahan sampah menjadi gas itu paling efektif dibanding membangun TPA baru.
Artinya, sampah memang harus diolah, sehingga tidak bertumpuk seperti yang terjadi saat ini,” ujar Endar. Endar mengatakan, saat ini sudah ada tiga perusahaan yang berminat menjalin kerja sama dengan Pemko Medan untuk membangun pabrik pengolahan sampah menjadi gas. Ketiganya yakni PT Trijunta, PT agromulia, dan PT CPS Nusantara. Ketiga perusahaan ini nantinya akan melakukan sistem pengolahan sampah dan bekerja sama dengan China.
“Untuk saat ini perusahaan yang serius itu PT CPS Nusantara. Saat ini mereka sudah membidik lahan untuk membangun pabriknya di kawasan Kelurahan Ladang Bambu, Medan Tuntungan. Sekarang, kalau kerja sama berjalan, lahan pabrik tersebut tinggal mereka bayar. Kalau dua perusahaan lainnya belum mendapatkan lahan di mana mereka akan membangun pabrik,” ujar Endar.
Endar berharap kerja sama dengan pihak ketiga ini dapat segera berjalan. Terlebih saat ini sudah proses administrasi. Kalau kerja sama itu benar-benar terwujud, Medan bakal memiliki pabrik pengolahan sampah menjadi gas. “Jadi, kalau pabrik tersebut dibangun, sampah akan dimasukkan dalam bunker, lalu dipilah dan dibakar menjadi gas, sehingga gas bisa menggerakkan turbin dan menjadi energi. Sementara ampas dari pembakaran sampah nanti akan dapat dijadikan kompos.
Makanya, kalau ada pabrik itu akan sangat efektif daripada membangun TPA baru. Sebab, jika sampah semua diolah, bisa jadi Medan ke depannya akan bebas dari sampah,” ucap Endar. Sementara pengamat lingkungan, Jaya Arjuna, mengatakan, Medan memang sudah saatnya memiliki pabrik pengolahan sampah. Apalagi hal itu sudah diamanatkan Undang- Undang (UU) tentang Sampah.
UU itu menyebutkan, sebuah kota tidak diperbolehkan lagi memiliki TPA dengan sistem open dumping , tapi harus TPA sanitary landfiil . Sementara TPA Terjun masih bersistem open dumping . “Kadis Kebersihan dan wali kota jangan lagi berpikir membangun TPA, karena itu sudah kuno. Kota metropolitan harus memiliki pabrik pengolahan sampah, apalagi sekarang tidak boleh lagi ada TPA.
Makanya semua sampah harus diolah menjadi gas yang dapat menghasilkan listrik, dan sisanya menjadi urukan yang bisa dibuat kompos. Ini sudah dilakukan lama di Jepang, Singapura, dan juga Korea,” ungkap Jaya. Jaya juga menyarankan Pemko Medan berhati-hati menjalin kerja sama dengan pihak ketiga, apalagi sistem teknologi yang digunakan dari China.
Padahal, sebelumnya Korea pernah menawarkan kerja sama dengan Pemko Medan untuk pengolahan sampah, namun tidak jelas realisasinya. “Kalau masih menggunakan sistem teknologi China, sebaiknya tidak usah bekerja sama. Bukan berarti teknologi China tidak baik, tapi kalau kerja sama dengan China proyek tersebut tidak ada yang bagus. Sebab, China hanya akan memberikan teknologi dengan kualitas yang rendah atau KW.
Makanya, lebih baik kerja sama dilakukan dengan teknologi Jepang atau Korea,” ujar Jaya. Menurut Jaya, pabrik pengolahan sampah yang baik tidak lagi membutuhkan TPA, karena semua sampah dapat diolah di pabrik menjadi gas lalu sisanya menjadi urukan (timbunan) yang dapat diolah menjadi kompos.
“Kalau sampah dipilah lagi, dan diambil sampah organiknya untuk diolah menjadi gas, berarti itu masih belum baik, karena pasti masih membutuhkan TPA. Makanya, jangan gunakan teknologi China, mereka hanya memberi teknologi kualitas rendah, karena harganya murah. Harusnya seluruh sampah bisa langsung diolah, itu teknologi terbaru dalam mengolah sampah yang saat ini digunakan negara-negara luar,” tandasnya.
Lia anggia nasution
(bbg)