Tak Lekang Ditelan Zaman

Minggu, 03 Mei 2015 - 12:50 WIB
Tak Lekang Ditelan Zaman
Tak Lekang Ditelan Zaman
A A A
“SERATUS empat koma dua FM Momea Fresh and Friendly, heyy hello kawula muda, apa kabar?, Stay with me Didi Faldian nemenin kamu di Momea Morning Sugar, ampe jam 09.00 pagi dengerin laras dari garapan paten lagi keren. Listen up… “

Kalimat-kalimat di atas sebagai sapaan pembuka di salah satu radio anak muda di Palembang yang mungkin tidak asing ditelinga masyarakat.

Hobi mendengarkan radio tidak hanya mendengarkan informasi atau sekedar menikmati lantunan lagu yang mengalun. Aktivitas para penyiar radio kerap membuat rasa penasaran para pendengar yang selama ini hanya “berinteraksi” melalui suara. Banyak hal yang bisa digali dari kehidupan penyiar radio. Meski saat ini, profesi tersebut mulai mendapatkan saingan dari industri serupa. Setidaknya, profesi ini mampu membawa nama seorang penyiar berkibar dan memiliki potensi lain yang dapat mendatangkan incomelumayan. Sebut saja Indy Barend dan Indra Bekti.

Dua nama kondang itu, mengawali karier mereka di dunia radio. Banyaknya tawaran job sampingan, membuat keduanya mampu menorehkan nama bersama artis papan atas di Indonesia. “Menjadi penyiar itu panggilan jiwa (passion). Tidak hanya pengalaman yang didapat, tapi harus juga bisa menghasilkan. Itu yang terpenting,” ujar Didi Faldian, penyiar Momea FM. Menurutnya, menjadi penyiar itu seperti pembuka pintu rezeki. Setidaknya, hubungan dengan orang lain bisa terjalin.

“Semacam linkyang bisa kita manfaatkan kemudian hari,” jelasnya. Kendati demikian, untuk menjadi penyiar, tentu tidak hanya memiliki modal suara yang bagus, melainkan harus mampu memainkan theater of mine para pendengar setia. “Mulai dari artikulasi, pernapasan,mood juga penting. Harus disatukan agar menjadi seorang penyiar yang baik,” jelasnya. Pernyataan Didi yang telah menggeluti dunia radio sejak 2004 silam ini cukup beralasan.

Seringnya intensitas pertemuan dengan narasumber, membuat dirinya mudah berinteraksi dengan orang lain. Pemilik Didi Faldian Wedding Organizerini pun menjadi bukti jika penyiar juga mampu memiliki kerjaan sampingan yang cukup menghasilkan. “Dasar saya dari penyiar itu akhirnya bisa kenal dengan banyak orang,” ujarnya.

Menurutnya, industri radio di Palembang masih bisa bertahan meski tidak se-eksis dulu. Dalam pemikiran orang, yang pertama kali didengar di radio adalah lagu. Tapi saat ini, seiring perkembangan zaman, orang-orang sudah bisa mengunduh langsung lagu yang disukainya dan dapat didengar berulang-ulang kali.

“Segmen pendengar radio saat ini hanya mereka yang memiliki kendaraan roda empat saja. Di sini tantangan kami agar para pendengar setia tetap memilih kami. Salah satunya dengan menggelar program-program off air,” papar dia. Hal yang sama juga diungkapkan reporter/penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) Palembang, Rian Apridhani. Ia menilai, jika industri radio di Sumsel cukup berkembang dan memiliki pasar serta segmentasi yang jelas. Tapi, industri radia menurutnya belum merata di seluruh daerah meski memiliki keunggulan sebagai media yang relatif mudah diakses.

Apalagibisnisradiobisa menjadipeluanguntukmenghasilkan kenuntungan yang besar. “Menjadi reporter radio dan penyiar sebenarnya tidak jauh berbeda dengan reporter TV. Namun, yang lebih ditekankan radio harus dapat menjadi seorang story tellingyang baik. Untuk itu dibutuhkan kemampuan dan teknik yang baik agar dapat menyampaikan semua pesan dalam bahasa yang sama untuk semua orang. Ini yang menurut saya rasa sangat menyenangkan,” kata mantan reporter TV lokal Palembang.

Sedangkanpenyiar radio Trijaya FM Achmad Fadhil mengaku selama siaran, dia dapat belajar banyak dari nara sumber yang hadir di studio. “Tidak hanya bagi para pendengar, tapi ilmu itu bisa kita serap dan memanfaatkan jaringan mereka,” jelasnya.

Andhiko tungga alam
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3578 seconds (0.1#10.140)