DPR Minta BPN Segera Selesaikan Konflik Pertanahan

Rabu, 29 April 2015 - 17:59 WIB
DPR Minta BPN Segera Selesaikan Konflik Pertanahan
DPR Minta BPN Segera Selesaikan Konflik Pertanahan
A A A
JAKARTA - Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan segera membenahi jajaran di bawahnya dalam hal penanganan masalah dan konflik pertanahan yang terjadi.

Hal ini dilakukan menyikapi masih lambannya penanganan masalah pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) no 52, 53 atas nama Partono Wiraputra yang seharusnya menjadi tanggung jawab Kantor Pertanahan Kota Depok dan Kanwil Badan Pertanahan Provinsi Jawa Barat.

Menurut Rambe, kementerian terkait harus segera membuat kebijakan tentang penyelesaian konflik sengketa dan konflik pertanahan yang dapat dirasakan masyarakat langsung.

Namun menurut dia, harus ada implementasi dan koordinasi konkret yang disertai dengan petunjuk teknis sehingga penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan tidak merugikan masyarakat dengan tetap mengedepankan hak kepemilikan rakyat atas tanah.

"Ya saya percaya pak Ferry bisa memanajemen jajaran dibawahnya agar lebih baik dalam menangani permasalahan pertanahan sehingga kasus seperti yang dialami dr Adjit tidak terulang lagi dan bisa segera diselesaikan, " kata Politikus Partai Golkar ini kepada Sindonews.com, Selasa malam (28/4/2015).

Sebelumnya Kantor Pertanahan Kota Depok dinilai mengabaikan instruksi Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI terkait penyelesaian permohonan pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) no 52, 53 atas nama Partono Wiraputra.

Karena Kantor Pertanahan Kota Depok tidak objektif dalam memberikan pertimbangan atas permohonan pembatalan SHM no 52,53 tersebut.

Menurut pensiunan dokter RSCM dr Adjit Singh Gill, rekomendasi yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Depok mempunyai dua kaki.

Di satu sisi mengakui keputusan Mahkamah Agung no3297 k/Pdt/1998 tanggal 30 Mei 2000 jo no35 PK/Pdt/2003 tanggal 21 November 2007 yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Namun disisi lain Kantor Pertanahan Depok malah menyarankan untuk mengajukan gugatan ke PTUN guna membatalkan SHM 52, 53 tersebut, " kata dr Adjit.

Padahal menurut dokter ahli jantung ini sesuai ketentuan Pasal 66 ayat 1 Peraturan Kepala BPN RI No3/2011 perbuatan hukum administrasi terhadap sertifikat hak atas tanah yang cacat hukum administrasi dilaksanakan oleh pejabat berwenang paling lambat enam bulan setelah diketahui adanya cacat hukum administrasi, kecuali terdapat alasan yang sah untuk menunda pelaksanaanya.

"Untuk kasus ini tidak terdapat alasan yang sah untuk menunda pelaksanaannya. Namun nyatanya sejak permohonan pembatalan sertifikat pada tahun 2012 hingga sekarang tidak jelas penyelesaiannya, " timpal staf pengajar pasca sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Selain itu, kata Adjit seharusnya dengan merujuk pada Pasal 80 ayat 1 Peraturan Kepala BPN RI No3/2011 juga dinyatakan pengambilan keputusan untuk melakukan perbuatan hukum pertanahan berupa pembatalan sertifikat hak atas tanah untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan pejabat BPN yang berwenang.

"Namun semua peraturan Kepala BPN RI yang seharusnya menjadi acuan untuk pembatalan sertifikat tersebut tidak dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Depok termasuk Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat yang cenderung membela mafia tanah yang memiliki sertifikat bodong tersebut, " tandas Adjit.

Sementara itu Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok Dadang M Fuad ketika dikonfirmasi beberapa waktu lalu tidak berada di tempat, termasuk pejabat yang menangani permasalahan sengketa tersebut.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3005 seconds (0.1#10.140)