Kisah RM Suryopranoto sang Raja Pemogokan

Sabtu, 25 April 2015 - 05:00 WIB
Kisah RM Suryopranoto sang Raja Pemogokan
Kisah RM Suryopranoto sang Raja Pemogokan
A A A
MESKI seorang bangsawan, RM Suryopranoto tak pernah lelah membela buruh. Karena memimpin aksi pemogokan, dia dijuluki Raja Pemogokan. Berikut kisahnya.

Iskandar atau lebih dikenal Raden Mas (RM) Suryopranoto lahir di Yogyakarta, 11 Agustus 1871. Ayahnya adalah Kanjeng Pangeran Aryo Suryaningrat yang masih keturunan Paku Alam III. Suryopranoto juga kakak dari Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara.

Suryopranoto menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS). Setelah lulus, dia bekerja sebagai pegawai negeri di Kantor Kontrolir di Tuban.

Saat bertugas di situ, dia sempat menempeleng atasannya, seorang Belanda. Sebab, atasannya itu menghina seorang pegawai yang juga orang Indonesia.

Suryopranoto lalu dipanggil ke Yogya dan diangkat sebagai Wedana Sentana dengan tugas mengurus keluarga Pakualaman. Di Yogyakarta, dia juga terlibat dalam suatu pertengkaran dengan seorang Belanda.

Pemerintah Belanda mengalami kesulitan untuk menindak Suryopranoto. Sebab, dia adalah cucu Pakualaman III yang masih bertakhta. Secara halus, Residen Yogya mengirimnya ke Bogor dengan dalih untuk disekolahkan di Sekolah Pertanian bagian Eropa, Europeesche Afdeling.

Dia tinggal di rumah orang Belanda bernama Van Hinllopen Laberton yang menganut ajaran yang membenci penjajahan dan perbedaan hak bangsa-bangsa. Di situ, Suryopranoto merasa menemukan sahabat, guru, kawan, dan orangtua sekaligus. Tahun 1907, dia lulus.

Setahun kemudian, pemerintah mengangkat Suryopranoto sebagai pegawai Dinas Pertanian di Batur, daerah Dieng, Wonosobo. Tugasnya, mengawasi perkebunan tembakau.

Setelah itu, dia diserahi tugas sebagai pemimpin Sekolah Pertanian di Wonosobo. saat itu pula dia masuk Sarekat Islam (SI) dan menjadi anggota yang aktif.

Peristiwa seperti di Tuban terulang lagi tahun 1914. Saat itu, pimpinan Dinas Pertanian Wonosobo memecat seorang pegawai Indonesia karena pegawai itu menjadi anggota Sarekat Islam (SI).

Suryopranoto protes. Dia menilai pemecatan itu tidak adil. Sambil marah, dia menyobek-nyobek ijazah Sekolah Pertanian yang diperolehnya di Bogor dan melemparkan kunci-kunci kantor ke muka atasannya.

Dia bersumpah tidak akan lagi bekerja pada pemerintah penjajah Belanda untuk selama-lamanya dan memberikan seluruh tenaga dan pikirannya pada perjuangan pergerakan politik menentang penjajahan. Dia juga intens membela kaum buruh.

Saat itu, pengusaha-pengusaha besar Belanda, khususnya kaum industriawan gula, tembakau, dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar sehingga Pemerintah Belanda kewalahan menghadapinya. Peraturan-peraturan yang mereka buat sangat merugikan kedudukan kaum buruh.

Untuk menghadapinya, tahun 1915 Suryopranoto membentuk gerakan petani dan buruh dengan nama Arbeidsleger Aum Dharma (Barisan Buruh Adhi Dharma). Organisasi ini disusun seperti organisasi militer. Cabang-cabangnya didirikan sampai ke pelosok-pelosok dusun.

Organisasi ini juga mengadakan hubungan dengan Indische Sociaal Demokratische Vereeniging, khususnya dalam merancang pemogokan kaum buruh. Kaum industriawan Belanda yang tergabung mulai khawatir melihat kegiatan Adhi Dharma. Begitu pula Pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah melarang Adhi Dharma bergerak di bidang perburuhan. Tak cuma itu, kantor besar Adhi Dharma dijaga polisi. Suryopranoto dilarang berbicara di depan umum.

Suryopranoto bahkan pernah dicoba disuap sejumlah uang agar menghentikan kegiatannya. Namun, pendiriannya tidak goyah. Dia tetap ingin memperbaiki nasib kaum buruh.

Meski aktif memimpin Adhi Dharma, Suryopranoto tidak melupakan SI. Di depan Kongres SI di Surabaya tahun 1919, Suryopranoto mengemukakan teori bahwa perjuangan buruh tidak selalu harus dengan senjata, tetapi dapat pula dijalankan dengan paksaan secara moral, dengan protes-protes, perundingan di muka umum, dan jika perlu dengan pemogokan.

Cara terakhir inilah yang sangat menarik perhatiannya dan sering dipakainya untuk memperjuangkan nasib kaum buruh.

Dalam Kongres SI itu diusulkan pula agar dibentuk Persatuan Perhimpunan Kaum Buruh (PPKB) yang beranggotakan perkumpulan-perkumpulan buruh yang ada di bawah naungan SI.

Sebelumnya, Suryopranoto mendirikan persatuan buruh, yakni Personeel Fabrieks Bond (PFB). Ia juga mengusulkan agar PPKB bekerja atas tiga dasar, yakni melaksanakan "perjuangan kelas", mengadakan aksi-aksi politik sesuai dengan tujuan demokrasi sosial, dan mengadakan usaha-usaha koperasi.

Perjuangan kelas yang dimaksudkan Suryopranoto didasarkan atas paham Islam, bukan paham komunis yang pada waktu itu sudah mulai menampakkan pengaruhnya dalam SI.

Dalam pertemuan di Yogyakarta pada akhir tahun 1919, PPKB berhasil didirikan. Semaun menjadi ketua, sedangkan Suryopranoto sebagai wakil ketua dan Agus Salim sebagai sekretaris. Organisasi ini kemudian pecah menjadi dua kelompok. Di Kelompok Yogyakarta, ada Suryopranoto, Agus Salim, dan Abdul Muis. Sementara, di kelompok Semarang Semaun dan Alimin.

Aksi-aksi pemogokan yang dilancarkan oleh Suryopranoto semata-mata bertujuan menuntut kenaikan upah dan jaminan-jaminan sosial. Sementara, kelompok Semarang bertujuan membuat aksi-aksi itu untuk mencapai tujuan politik yang berdasarkan paham Marxisme.

Perbedaan dasar perjuangan itu berkembang menjadi pertentangan dan berakhir dengan perpecahan di dalam SI, Kelompok Semaun, Alimin, Tan Malaka, dkk, memisahkan diri dan mendirikan Partai Komunis Hindia pada tahun 1920 yang pada tahun 1924 menjadi PKI.

Pada tahun 1921, PFB mengadakan pemogokan di pabrik-pabrik gula. Setahun kemudian Suryopranoto memimpin pemogokan buruh Pegadaian. Sebabnya, seorang pegawai bawahan bangsa Belanda menghina pegawai bumiputera yang pangkatnya lebih tinggi.

Pemogokan ini diikuti oleh tidak kurang dari 3.000 orang pegawai Pegadaian. Pemerintah Belanda mulai mengadakan reaksi. Banyak buruh yang ikut dalam pemogokan dipecat atau ditangkap.

Untuk membantu keluarga mereka, Suryopranoto mendirikan sebuah badan dana dengan nama Komite Hidup Merdeka. Badan ini diketuai oleh Suryopranoto dan sekretarisnya Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Anggota-anggotanya adalah Agus Salim dan H Fahruddin.

Kegiatan Suryopranoto dalam Perserikatan-perserikatan Buruh dan Adhi Dharma, maupun dengan tulisan-tulisannya dalam majalah dan surat-kabar menyebabkan ia berurusan dengan alat kekuasaan kolonial.

Pada tahun 1923, ia dipenjara selama tiga bulan di Malang karena tulisannya dalam surat kabar SI. Kemudian, tahun 1926 dipenjara di Semarang selama enam bulan, dan yang terakhir tahun 1933 dipenjara di Sukamiskin selama 16 bulan karena bukunya Seri Ensiklopedi Sosialisme.

Sekeluarnya dari penjara, ia diancam dimasukkan penjara 4x16 bulan bila kembali melawan Pemerintah Hindia Belanda.

Saat berusia 62 tahun, fisik Suryopranoto menurun karena penderitaannya dalam penjara. Dia membatasi diri dengan memberikan kursus-kursus di Institut Adhi Dharma.

Dia mendirikan "Universitas Rakyat" untuk menambah pengetahuan rakyat golongan bawah. Ilmu pengetahuan yang diberikan secara populer antara lain tata negara, sejarah, ekonomi, sosiologi, geografi dan lain-lain.

Dalam masa pendudukan Jepang, sekolah Adhi Dharma ditutup oleh Jepang dan Suryopranoto mengajar di Taman Tani Taman Siswa yang dibuka setelah sekolah menengahnya harus pula ditutup.

Dengan mengajar di Taman Siswa itu Suryopranoto menghindari kemungkinan diminta membantu Pemerintah Jepang. Di zaman kemerdekaan, Suryopranoto tidak masuk partai politik, kecuali menjadi simpatisan PSII. Namun ia masih memberikan kursus politik kepada para pemuda dan berhasil menerbitkan buku tentang Pelajaran Sosialisme dan Ilmu Tatanegara.

Mulai tahun 1949, dia berhenti sama sekali dari segala kegiatan karena usia lanjut. Fisiknya semakin lemah. Pada tanggal 15 Oktober 1959 pukul 24.00, Suryopranoto wafat di Cimahi, Jawa Barat. Jenazahnya dikebumikan di makam keluarga Rakhmat Jati di Kotagede, Yogyakarta.

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Rl No. 310 Tahun 1959 tertanggal 30 November 1959, RM Suryopranoto dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Sumber: pahlawancenter.com dan wikipedia.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 3.2089 seconds (0.1#10.140)