Yuk, Bijak Memilih Makanan Demi Tubuh Yang Sehat

Minggu, 19 April 2015 - 09:11 WIB
Yuk, Bijak Memilih Makanan Demi Tubuh Yang Sehat
Yuk, Bijak Memilih Makanan Demi Tubuh Yang Sehat
A A A
Banyak orang berpikir penyakit datang memang sudah waktunya atau faktor usia. Pernahkah Anda berpikir salah satu penyebab munculnya penyakit karena pola makan Anda yang salah?

Jika Anda belum pernah berpikir demikian, ada baiknya mulai sekarang jangan salahkan umur ataupun waktu. Cobalah telaah pola makan Anda. Munculnya penyakit juga dapat disebabkan hal tersebut. Tren masyarakat saat ini tak lagi mengutamakan pola makan yang sehat.

Tak ayal, kesehatan masyarakat sekarang ini rentan terhadap penyakit. Makanan adalah kebutuhan pokok agar bisa tetap bertahan hidup. Makanan yang disantap dalam sehari sebaiknya mengandung nutrisi yang cukup agar tubuh bisa menjalankan semua fungsinya dengan baik.

Padahal sudah menjadi rahasia umum jika makan, makanlah yang mengandung empat sehat lima sempurna, yaitu makanan pokok yang berfungsi sebagai sumber tenaga. Zat ini terkandung dalam nasi, jagung, gandum- ,kentang, dan umbi-umbian. Lauk-pauk berperan memenuhi zat pembangun. Ini terdapat pada tempe, tahu, telur, daging, ikan, dan lain-lain.

Kemudian, sayur-sayuran berperan memenuhi kebutuhan zat pengatur dalam tubuh. Banyak jenis sayuran, yakni bayam, terong, tomat, cabai, kacang panjang, dan lainnya. Lalu, buah-buahan memiliki andil sebagai zat pengatur tubuh seperti jeruk, tomat, wortel, apel, sirsak, dan sebagaianya.

Yang menjadi penyempurna adalah susu. Susu tak bisa anggap sebelah mata karena sebagai pelengkap dari keempat tersebut. Memang tidak ada kewajiban ataupun keharusan mengonsumsi susu. Yang pasti, zat yang dikandung susu berguna bagi tubuh. Nutrisionis RSUP Haji Adam Malik Sairi Saragih menerangkan, banyak masyarakat yang menjalani keseharian dengan pola hidup yang salah.

Parahnya lagi, kondisi ini tidak diimbangi dengan cakupan makanan bagi tubuh. Kondisi inilah membuat tubuh tak mampu menahan serangan penyakit. “Pola hidup itu mencakup pola makan. Pola hidup salah, berarti pola makan juga salah,” tandasnya. Hal yang sudah menjadi pemandangan umum, lihatlah saat makan di rumah makan atau tempat-tempat makan yang ramai dikunjungi pembeli.

Coba lihat menu makanan yang dipesan di sekitar, atau bahkan diri Anda sendiri pernah melakukan hal ini. Saat memakan nasi dibarengi dengan minuman teh manis. Memang begitu nikmat. Menurut Sairi, bila ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat, sepatutnya hentikanlah.

Anjuran untuk tidak minum teh langsung setelah makan berkaitan dengan interaksi antara asam fitat yang terkandung dalam teh yang dapat menghambat penyerapan zat besi dari makanan. Oleh karena asam fitat merupakan zat nongizi yang dapat mengikat mineral besi (Fe), seng (Zn), atau magnesium (Mg). Akibatnya, mineral-mineral itu tidak dapat diserap oleh tubuh.

Hal ini akan menyebabkan anemia atau kekurangan zat besi. Dengan kata lain, makanan yang kita makan hanya menjadi kekenyangan dalam perut, tetapi tidak diserap oleh tubuh. “Hal ini sudah menjadi kebiasaan dan terus-menerus dilakukan. Sudah menjadi kebiasaan pula banyak orang-orang sekarang sering mengalami anemia,” ucap Sairi.

Bagi yang sedang melakukan diet juga patut diwaspadai. Karena banyak orang mengartikan diet, tidak makan nasi tapi menggantinya dengan yang memiliki kandungan yang sama. Padahal nasi memiliki peranan penting dalam proses penyerapan makanan. Nasilah yang memaksimalkan penyerapan nutrisi ke dalam sistem metabolisme tubuh.

“Diet juga harus benar-benar teliti. Sebab, orang mengira, tidak makan nasi, menggantinya dengan buah atau sayur-sayuran saja dirasa cukup. Padahal tidak. Tubuh butuh karbohidrat, protein, mineral, vitamin. Dengan tidak mengonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat, sudah pasti tidak memiliki energi,” paparnya. Kondisi ini akan berbeda bila dihadapkan kepada orang sakit.

Di mana peran nutrisionis sangat menentukan makanan yang boleh atau tidak dikonsumsi pasien. Menurut Sairi, diperlukan keanekaragaman makanan untuk menunjang kebutuhan yang diperlukan tubuh. Namun, hal ini akan menjadi perhatian serius terhadap orang sakit. “Kinerja kami sebagai nutrisionis, mengonsultasikan gizi dari diagnosis penyakit yang telah ditegakkan dokter.

Dari situ akan diketahui, apa kebiasaan makan pasien. Itu makanya saat seseorang sakit sangat diperlukan terapi penyembuhan. Salah satunya pengaturan makanan atau diet. Karena selain obat, makanan juga sebagai penyembuh,” kata Sairi, yang juga menjabat Kasubbag Humas RSU Pusat Haji Adam Malik Medan ini. Persoalan tak hanya terhadap pola makanan saja.

Di sisi lain, harus benar-benar pandai memilih makanan yang akan dimakan. Sebab, apa yang dimakan belum tentu sehat, melainkan munculnya penyakit baru. Menurut Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Ida Yustina, persoalan ini sepatutnya diselesaikan dari hulu hingga hilir. Seperti tanaman. Hampir semua sayur-sayuran yang dikonsumsi masyarakat mengandung pestisida.

Bukan malah sehat, namun itu sama dengan mengumpulkan racun di dalam tubuh. Dilemanya, petanisendiri enggan meninggalkan pestisida tersebut. Karena itu, salah satu hal yang membuat produktivitas tanaman bisa meningkat. Menurut dia, permasalahan pola makan masyarakat sudah berakar. Tidak hanya di hilir, tapi harus dibenahi dari hulunya. “Sayuran organik sudah menjadi hal yang standar di negara maju.

Sayangnya, di Indonesia itu masih menjadi hal yang langka. Jadi, mengapa tidak meniru negara-negara maju tersebut. Tanpa pestisida dan pupuk kimia lainnya, mereka masih tetap sanggup mengolah tanaman organik dengan produktivitas yang besar,” ucapnya. Belum lagi makanan yang mengandung boraks dan zat pengawet lainnya. Tidak sedikit zat yang membahayakan bagi tubuh itu dicampur di dalam makanan.

Padahal di sejumlah negara maju seperti Jepang, Amerika, dan lainnya makanan seperti itu sudah di-backlist dan tidak dapat dipasarkan. Tidak heran bila banyak masyarakat di negara-negara maju tersebut memiliki usia yang panjang. Di Indonesia banyak masyarakat berusia muda sudah terkena penyakit regenaratif. Itu dikarenakan makanan kita sudah banyak diracuni seperti sayuran disemprot pestisida.

Peternak ayam menyuntik ternaknya dengan obat tertentu agar tubuhnya cepat besar dan lainnya. Untuk itu, Prof Ida Yustina menyarankan agar regulasi dari pemerintah harus benar-benar mengatur unsur-unsur mana yang diperbolehkan masuk ke dalam makanan dan mana yang tidak.

“Kalau memang regulasinya sudah ada berarti implementasinya harus diperketat. Ini penting, karena ini menyangkut kesehatan dan bila tidak pintar-pintar menyikapi hal itu, maka kesehatan masyarakat pasti akan buruk. Bila pemerintah peduli maka harus benar-benar melarang produsen yang memproduksi makanan yang mengandung zat kimia,” tandasnya.

Lebih lanjut Prof Ida Yustina menambahkan, bila masyarakat sehat, yang diuntungkan adalah pemerintah sendiri. Terlebih lagi, saat ini pemerintah telah menganjurkan masyarakat untuk memiliki BPJS. "Kalau masyarakat kita sehat, berarti semakin sedikit masyarakat yang berobat menggunakan BPJS.

Dengan demikian, pemerintah bisa saving alokasi dana BPJS itu. Sebagai contoh, pasien yang melakukan cuci darah dengan menggunakan BPJS dikenakan biaya Rp900.000 per sekali cuci darah. Bayangkan bila dalam sebulan sampai delapan kali cuci darah. Sudah berapa uang pemerintah tersedot,” ujarnya.

Di sisi lain, Prof Ida Yustina menambahkan, pengetahuan masyarakat juga masih sangat minim dalam mengonsumsi obat-obatan. Seharusnya masyarakat sebisa mungkin mengonsumsi obat-obatan. Karena secara teori, tidak ada obat-obatan yang bisa menyembuhkan penyakit. Manfaat mengonsumsi obatobatan itu hanya untuk menghilangkan rasa sakit.

Haris dasril/dicky irawan/reza shahab
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5699 seconds (0.1#10.140)