Ketika Desainer Muda Semarang Unjuk Karya
A
A
A
Dunia fashion Kota Semarang semakin kaya dengan kehadiran talenta-talenta muda. Saat ini banyak desainer muda/local brand menuangkan kreativitas dalam balutan busana nan apik. Sayangnya, kepiawaian mereka dalam bidang rancang pakaian ini tidak terfasilitasi dengan baik.
Alhasil, perancang muda kesulitan menampilkan dan memasarkan karyanya ke publik. Akibatnya, kreativitas mereka masih dipandang sebelah mata pencinta fashion. Padahal, jika berbicara soal kualitas, produk yang dihasilkan tidak kalah dengan desainer dari daerah lain.
Minimnya ajang bagi desainer muda Kota Lumpia menampilkan karyanya membuat Komunitas Semarang Fashion Society menggelar acara bertajuk Fashion Rhythm Trunk Show , Jumat (17/4) malam. Mini fashion show ini menjadi sarana desainer muda saling berlomba untuk menampilkan desain sebaik mungkin dengan menampilkan ciri khas atau daya tarik sendiri.
Terbentuk pada Januari 2015, Semarang Fashion Society diharapkan menjadi wadah bagi desainer maupun local brand Semarang yang masih merintis dan ingin maju bersama, saling mengisi, bersaing sehat serta saling mendukung satu sama lain. “Selama ini, pergelaran fashion show terkesan eksklusif karena didominasi perancang terkenal dan butuh biaya besar,
sedangkan perancang muda yang sedang merintis hanya bisa gigit jari dan cuma menjadi penonton tanpa tahu bagaimana mewujudkannya,” ujar Desainer Tamlikha by Chinta, Chinta Dwi Pramesti, kepada KORAN SINDO.Fashion show untuk memamerkan memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini pula yang menjadi kendala desainer muda untuk bisa berkembang.
Padahal, keinginan menunjukkan karya sangat besar. “Momen ini digunakan untuk menggaet konsumen baru dan membuka peluang bisnis semakin lebar,” katanya. Chinta yang sudah berkiprah di level nasional dengan menyabet juara 1 The New Designer dari Scarf Magazine mengaku sempat merasakan tantangan tersebut.
Namun, dengan keunikan yang ditampilkan bukan tidak mungkin perancang lokal bisa menembus pasar nasional. Apalagi, desainer muda muncul dengan keunikan dan karakter masing-masing. Meski mengikuti tren, dia mengingatkan agar ciri khas dari setiap karakter desainer tetap dipertahankan untuk membedakan dengan karya lainnya. “Desainer baru tidak boleh merasa puas dan harus menggali ilmu lebih dalam untuk mengasah kemampuan,” ujarnya.
Desainer dari Meilleur Ami, Nur Hamidiya menilai gebrakan baru para desainer lokal harus dilakukan untuk membuka mata pencinta fashion di Kota Semarang. “Alhamdulillah responsnya sangat baik dan ini menjadi langkah baru di kota tercinta,” ungkap Ciss, sapaan akrabnya. Dalam Fashion Rhythm Trunk Show, setiap desainer menampilkan produk dalam waktu kurang lebih enam menit.
Pergelaran ini diakui menjadi pengalaman baru yang menegangkan. Minimnya waktu namun harus mengena di hati para penikmat fashion membutuhkan trik tersendiri. “Harapannya pencinta fashion di Kota Semarang bangga menggunakan produk lokal dan menular ke berbagai kota di Indonesia maupun luar negeri,” pungkasnya. Pergelaran karya desainer muda ini juga menjadi ajang mengenalkan brand lokal agar dapat diapresiasi pencinta fashion di Kota Semarang.
“Semarang juga memiliki brand- brand busana ready to wear hingga couture yang dapat diperhitungkan oleh penikmat fashion,” timpal Desainer Emily Clara dari Clara& Nolly (C&N). Kebanggaan menggunakan produk desainer muda menstimulus mereka untuk berkreativitas lebih baik lagi. Dunia fashion bergerak dinamis mengikuti tren dan setiap tahun memunculkan tren tersendiri. “Upaya mengenalkan brand harus dilakukan secara kontinu agar semakin populer,” tandasnya.
Hendrati hapsari
Alhasil, perancang muda kesulitan menampilkan dan memasarkan karyanya ke publik. Akibatnya, kreativitas mereka masih dipandang sebelah mata pencinta fashion. Padahal, jika berbicara soal kualitas, produk yang dihasilkan tidak kalah dengan desainer dari daerah lain.
Minimnya ajang bagi desainer muda Kota Lumpia menampilkan karyanya membuat Komunitas Semarang Fashion Society menggelar acara bertajuk Fashion Rhythm Trunk Show , Jumat (17/4) malam. Mini fashion show ini menjadi sarana desainer muda saling berlomba untuk menampilkan desain sebaik mungkin dengan menampilkan ciri khas atau daya tarik sendiri.
Terbentuk pada Januari 2015, Semarang Fashion Society diharapkan menjadi wadah bagi desainer maupun local brand Semarang yang masih merintis dan ingin maju bersama, saling mengisi, bersaing sehat serta saling mendukung satu sama lain. “Selama ini, pergelaran fashion show terkesan eksklusif karena didominasi perancang terkenal dan butuh biaya besar,
sedangkan perancang muda yang sedang merintis hanya bisa gigit jari dan cuma menjadi penonton tanpa tahu bagaimana mewujudkannya,” ujar Desainer Tamlikha by Chinta, Chinta Dwi Pramesti, kepada KORAN SINDO.Fashion show untuk memamerkan memang membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal ini pula yang menjadi kendala desainer muda untuk bisa berkembang.
Padahal, keinginan menunjukkan karya sangat besar. “Momen ini digunakan untuk menggaet konsumen baru dan membuka peluang bisnis semakin lebar,” katanya. Chinta yang sudah berkiprah di level nasional dengan menyabet juara 1 The New Designer dari Scarf Magazine mengaku sempat merasakan tantangan tersebut.
Namun, dengan keunikan yang ditampilkan bukan tidak mungkin perancang lokal bisa menembus pasar nasional. Apalagi, desainer muda muncul dengan keunikan dan karakter masing-masing. Meski mengikuti tren, dia mengingatkan agar ciri khas dari setiap karakter desainer tetap dipertahankan untuk membedakan dengan karya lainnya. “Desainer baru tidak boleh merasa puas dan harus menggali ilmu lebih dalam untuk mengasah kemampuan,” ujarnya.
Desainer dari Meilleur Ami, Nur Hamidiya menilai gebrakan baru para desainer lokal harus dilakukan untuk membuka mata pencinta fashion di Kota Semarang. “Alhamdulillah responsnya sangat baik dan ini menjadi langkah baru di kota tercinta,” ungkap Ciss, sapaan akrabnya. Dalam Fashion Rhythm Trunk Show, setiap desainer menampilkan produk dalam waktu kurang lebih enam menit.
Pergelaran ini diakui menjadi pengalaman baru yang menegangkan. Minimnya waktu namun harus mengena di hati para penikmat fashion membutuhkan trik tersendiri. “Harapannya pencinta fashion di Kota Semarang bangga menggunakan produk lokal dan menular ke berbagai kota di Indonesia maupun luar negeri,” pungkasnya. Pergelaran karya desainer muda ini juga menjadi ajang mengenalkan brand lokal agar dapat diapresiasi pencinta fashion di Kota Semarang.
“Semarang juga memiliki brand- brand busana ready to wear hingga couture yang dapat diperhitungkan oleh penikmat fashion,” timpal Desainer Emily Clara dari Clara& Nolly (C&N). Kebanggaan menggunakan produk desainer muda menstimulus mereka untuk berkreativitas lebih baik lagi. Dunia fashion bergerak dinamis mengikuti tren dan setiap tahun memunculkan tren tersendiri. “Upaya mengenalkan brand harus dilakukan secara kontinu agar semakin populer,” tandasnya.
Hendrati hapsari
(bbg)