Lima Gendhing Klasik Yogyakarta Hari Ini Pentas
A
A
A
YOGYAKARTA - Guna melestarikan dan mengangkat kembali karawitan gaya Yogyakarta, lima gendhing klasik Gagrak Ngayogyakarta atau gaya Yogyakarta bakal dipentaskan di Joglo Mbah Mono, Dusun Gondang Lutung Donoharjo, Ngaglik, Sleman hari ini.
Gendhing yang dimaksud yaitu Merangdawa, Winduaji, Bawa Sekar (BS) Bremarakerasa, Gandrungmanis Macan Ucul, dan Singanala. Berbeda dengan gaya Surakarta yang lebih dinamis dan mengusung tempo lebih cepat, gendhing gaya Yogyakarta justru lebih lugas dan bertempo lebih lambat. Ini pula yang terkadang membuat orang bosan dan enggan memainkannya.
Apalagi gendhing tersebut selama ini banyak bersumber dari Keraton dan Pakualaman. Yang sejatinya memiliki durasi panjang dengan tembang maupun syair bahasa Kawi yang asing dan tidak banyak ditemui di tengah-tengah masyarakat.
Kepala Seksi (Kasi) Rekayasa Budaya Bidang Nilai Budaya Dinas Kebudayaan DIY Agus Amarullah mengatakan, seperangkat gamelan yang lengkap biasanya hanya dimiliki oleh kalangan Keraton. Sehingga masyarakat, khususnya warga pedesaan yang sering menabuh gamelan sekalipun masih awam atas perangkat tersebut. “Tidak dipungkiri, selama ini gendhing-gendhing gaya Surakarta justru lebih populer di masyarakat,” katanya.
Karena itu, Dinas Kebudayaan DIY lewat Seksi Rekayasa Budaya Bidang Nilai Budaya berupaya merekonstruksi dan mendokumentasikan peninggalan leluhur ini. Salah satu caranya dengan menggelar pergelaran Karawitan Gaya Yogyakarta di Joglo Mbah Mono.
"Selama ini kami merekonstruksi dan pendokumentasian gendhing dari Keraton dan Pakualaman. Untuk pergelaran yang begitu besar baru pertama ini. Belum semuanya (yang direkonstruksi dan didokumentasikan), baru Gendhing Sekaten dan Gendhing Pakurmatan karena kaitannya dengan upacara tradisi di Keraton maupun Pakualaman," papar Agus.
Meski baru 20 Gendhing Pakurmatan dan 16 Gendhing Sekaten, pihaknya akan terus berupaya melestarikan khususnya terhadap gendhing-gendhing gaya Yogyakarta. "Biasanya memang (durasi gendhing) satu jam atau lebih, tergantung yang menyajikan. Namun kali ini supaya tidak membosankan dan sedikit lebih energik, kelima gendhing dibuat bervariasi durasinya. Dari 15 menit sampai dengan 46 menit," ungkap Ketua Panitia Pergelaran Gendhing Gaya Yogyakarta Siswadi.
Sejumlah pemerhati karawitan yang berasal dari unsur Keraton Kasultanan, Pura Pakualaman, RRI Yogyakarta, Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta, Jurusan Karawitan SMAN 1 Kasihan Bantul, serta seniman karawitan dari Kulonprogo, Gunungkidul, Bantul, Sleman, dan Yogyakarta yang tergabung dalam kelompok karawitan Bremarararas bakal memeriahkan perhelatan tersebut.
Siti estuningsih
Gendhing yang dimaksud yaitu Merangdawa, Winduaji, Bawa Sekar (BS) Bremarakerasa, Gandrungmanis Macan Ucul, dan Singanala. Berbeda dengan gaya Surakarta yang lebih dinamis dan mengusung tempo lebih cepat, gendhing gaya Yogyakarta justru lebih lugas dan bertempo lebih lambat. Ini pula yang terkadang membuat orang bosan dan enggan memainkannya.
Apalagi gendhing tersebut selama ini banyak bersumber dari Keraton dan Pakualaman. Yang sejatinya memiliki durasi panjang dengan tembang maupun syair bahasa Kawi yang asing dan tidak banyak ditemui di tengah-tengah masyarakat.
Kepala Seksi (Kasi) Rekayasa Budaya Bidang Nilai Budaya Dinas Kebudayaan DIY Agus Amarullah mengatakan, seperangkat gamelan yang lengkap biasanya hanya dimiliki oleh kalangan Keraton. Sehingga masyarakat, khususnya warga pedesaan yang sering menabuh gamelan sekalipun masih awam atas perangkat tersebut. “Tidak dipungkiri, selama ini gendhing-gendhing gaya Surakarta justru lebih populer di masyarakat,” katanya.
Karena itu, Dinas Kebudayaan DIY lewat Seksi Rekayasa Budaya Bidang Nilai Budaya berupaya merekonstruksi dan mendokumentasikan peninggalan leluhur ini. Salah satu caranya dengan menggelar pergelaran Karawitan Gaya Yogyakarta di Joglo Mbah Mono.
"Selama ini kami merekonstruksi dan pendokumentasian gendhing dari Keraton dan Pakualaman. Untuk pergelaran yang begitu besar baru pertama ini. Belum semuanya (yang direkonstruksi dan didokumentasikan), baru Gendhing Sekaten dan Gendhing Pakurmatan karena kaitannya dengan upacara tradisi di Keraton maupun Pakualaman," papar Agus.
Meski baru 20 Gendhing Pakurmatan dan 16 Gendhing Sekaten, pihaknya akan terus berupaya melestarikan khususnya terhadap gendhing-gendhing gaya Yogyakarta. "Biasanya memang (durasi gendhing) satu jam atau lebih, tergantung yang menyajikan. Namun kali ini supaya tidak membosankan dan sedikit lebih energik, kelima gendhing dibuat bervariasi durasinya. Dari 15 menit sampai dengan 46 menit," ungkap Ketua Panitia Pergelaran Gendhing Gaya Yogyakarta Siswadi.
Sejumlah pemerhati karawitan yang berasal dari unsur Keraton Kasultanan, Pura Pakualaman, RRI Yogyakarta, Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta, Jurusan Karawitan SMAN 1 Kasihan Bantul, serta seniman karawitan dari Kulonprogo, Gunungkidul, Bantul, Sleman, dan Yogyakarta yang tergabung dalam kelompok karawitan Bremarararas bakal memeriahkan perhelatan tersebut.
Siti estuningsih
(ftr)