Ubah Mental Gepeng agar Tak Lagi Berkeliaran
A
A
A
YOGYAKARTA - Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) seharusnya lebih mengutamakan upaya mengubah mental gelandangan dan pengemis (gepeng) agar tidak lagi berada di jalanan.
"Pelatihan kerja juga penting, tapi itu nomor dua. Yang utama mengubah mental anak jalanan dan gepeng," ujar Sudarmaji, pengasuh anak jalanan di kota Yogyakarta, Jumat (17/4/2015).
Pria yang memiliki tempat pembinaan gepeng di Gondokusuman, Yogyakarta itu mengatakan, pemberian fasilitas untuk belajar dan mendapatkan ijazah kejar paket A, B, dan C bagi mereka yang putus sekolah juga tak kalah penting, agar ke depan para gepeng bisa mengubah hidupnya berbekal kompetensi pendidikan yang diperoleh semasa dibina di panti rehabilitasi sosial.
Sementara, Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat mayoritas gepeng yang terjaring operasi yustisi Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gepeng berasal dari luar daerah.
"Satu banding sepuluh orang, lebih banyak dari luar DIY," kata Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi, Jumat (17/4/2015).
Bahkan, jumlah gepeng yang terazia meningkat tajam dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2014 Dinas Sosial DIY merazia sekitar 400 gepeng. Tapi saat ini meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 960 gepeng.
Setelah diundangkannya Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 itu, lanjut Untung, pihaknya berkoordinasi dengan aparat Satpol PP melaksanakan operasi penertiban di lapangan.
"Kami tegas tapi bukan dengan kekerasan. Ketegasan juga diarahkan kepada pemberi uang recehan ke gepeng di jalanan. Mereka bisa kena sanksi," jelasnya.
Menurutnya, ketegasan dalam pelaksanaan Perda Gepeng itu guna mewujudkan DIY bebas dari gepeng. Sosialisasi melalui media iklan juga telah terpasang di beberapa titik di pinggir jalan.
Soal adanya sorotan dari komunitas pemerhati gepeng yang menuding adanya pelanggaran HAM oleh aparat penegak perda, Untung terbuka mengajak komunitas itu untuk public hearing. Penertiban di lapangan, menurutnya, dilakukan dalam rangka pembinaan.
"Komunitas yang memprotes perda, kami siap memberi penjelasan."
Baca juga: Pelaksanaan Perda Gepeng Dituding Langgar HAM.
"Pelatihan kerja juga penting, tapi itu nomor dua. Yang utama mengubah mental anak jalanan dan gepeng," ujar Sudarmaji, pengasuh anak jalanan di kota Yogyakarta, Jumat (17/4/2015).
Pria yang memiliki tempat pembinaan gepeng di Gondokusuman, Yogyakarta itu mengatakan, pemberian fasilitas untuk belajar dan mendapatkan ijazah kejar paket A, B, dan C bagi mereka yang putus sekolah juga tak kalah penting, agar ke depan para gepeng bisa mengubah hidupnya berbekal kompetensi pendidikan yang diperoleh semasa dibina di panti rehabilitasi sosial.
Sementara, Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat mayoritas gepeng yang terjaring operasi yustisi Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Gepeng berasal dari luar daerah.
"Satu banding sepuluh orang, lebih banyak dari luar DIY," kata Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi, Jumat (17/4/2015).
Bahkan, jumlah gepeng yang terazia meningkat tajam dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2014 Dinas Sosial DIY merazia sekitar 400 gepeng. Tapi saat ini meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 960 gepeng.
Setelah diundangkannya Perda DIY Nomor 1 Tahun 2014 itu, lanjut Untung, pihaknya berkoordinasi dengan aparat Satpol PP melaksanakan operasi penertiban di lapangan.
"Kami tegas tapi bukan dengan kekerasan. Ketegasan juga diarahkan kepada pemberi uang recehan ke gepeng di jalanan. Mereka bisa kena sanksi," jelasnya.
Menurutnya, ketegasan dalam pelaksanaan Perda Gepeng itu guna mewujudkan DIY bebas dari gepeng. Sosialisasi melalui media iklan juga telah terpasang di beberapa titik di pinggir jalan.
Soal adanya sorotan dari komunitas pemerhati gepeng yang menuding adanya pelanggaran HAM oleh aparat penegak perda, Untung terbuka mengajak komunitas itu untuk public hearing. Penertiban di lapangan, menurutnya, dilakukan dalam rangka pembinaan.
"Komunitas yang memprotes perda, kami siap memberi penjelasan."
Baca juga: Pelaksanaan Perda Gepeng Dituding Langgar HAM.
(zik)