Rapat Tarif Angkot Deadlock
A
A
A
MEDAN - Rapat penyesuaian tarif angkutan kota (angkot) yang berlangsung di Balai Kota, kemarin, tidak menghasilkan keputusan apa pun alias deadlock. Organda dan Pemko Medan berdebat sengit seputar kategorisasi penumpang mahasiswa.
Rapat yang dipimpin Asisten Ekonomi Pembangunan Setda Ko ta Medan, Qamarul Fatah, itu berlangsung cukup tegang. Ketegangan ini terjadi karena pem bahasan seputar besaran ke naikan tarif dan mengerucut pe rihal kategorisasi ma hasiswa. Pihak Organisasi Angkutan Da rat (Organda) tetap me maksakan agar tarif untuk mahasiswa yang selama ini masuk kategori pelajar, disamakan dengan ka tegori penumpang umum.
Sementara Pemko Medan meng inginkan agar mahasiswa tetap masuk dalam kategori pelajar. Akibatnya keputusan tidak bisa diambil. Diketahui, Organda Kota Me dan telah menerbitkan surat edar an kenaikan tarif angkot se cara sepihak per 31 Maret 2015 pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp500 per liter. Tarif baru ver si Organda, yakni untuk pelajar Rp3.500 dan masyarakat umum Rp5.200.
Dalam kebijakan itu, Organda meng hapus ka te gori ma ha sis wa dan meng ga bungkannya de ngan tarif masyarakat umum. Pa dahal, sesuai SK Wali Kota Nomor 2/2015 yang ma sih harus dijalankan hingga ki ni, tarif pelajar dan mahasiswa hanya Rp3.000, dan penumpang umum Rp4.600.
“Kami kira akan sangat mem beratkan kalau mahasiswa harus membayar ongkos sebesar Rp5.200,” ujar Qamarul. Pernyataan Qamarul ini lang sung dimentahkan Ketua Or ganda Kota Medan, Mont Go mery Munthe. Dia berdalih se lama ini sopir sangat sulit mem bedakan antara pe numpang yang mahasiswa dan penumpang umum atau masyarakat biasa.
“Banyak mahasiswa sekarang sambil kerja. Jadi, se ka rang banyak orang mengang garkan kartu mahasiswanya itu. Mohon kita memperha tikan hal ini. Sopir kami rata-rata hi dup di bawah garis kemiskinan, mohon jangandipaksakamime nyubsidi mahasiswa,” kata Mont. Dia membandingkan ke bijak an Pemko Pekanbaru dan Pem ko Bogor yang me masukkan tarif penumpang ma hasiswa sama dengan penumpang umum. Karena itu, dia bersikeras Pemko Medan juga bisa menerapkan kebijakan serupa.
“Mohon maaf pak, kami sudah ti dak bisa lagi menyubsidi mahasiswa. Kalau memang pemerintah mau meysubsidi, silakan sa ja. Tapi sekarang sebelum itu ditetapkan, kami mau (berlakukan) mahasiswa itu tetap masuk (kategori) umum,” ujar Mont. Apa yang disampaikan Mont ini ternyata tidak bisa diterima Wa kil Rektor III Universitas Al- Washliyah, Alimuddin Siregar, yang hadir dalam rapat itu. “Ma ha siswa ini jangan kita kira orang mampu. Mahasiswa ini kan kita tahu bagaimana susah nya ekonomi mereka. Kalau me re ka disamakan dengan kategori umum, bisa memicu aksi demonstrasi,” ka ta Alimuddin.
Pendapat Alimuddin ini pun lang sung dibantah Mont Gomery. “Jangan salah, penumpang kita mayoritas mahasiswa dan pelajar. Hanya 30% saja yang umum, ini yang memberatkan kami,” kilah Mont. Namun, Alimuddin tetap pada pendiriannya bahwa mahasiswa termasuk pelajar.
“Kalau sempat (tarif) mahasiswa dari Rp3.000 jadi Rp5.200, Medan ini luar biasa. Bukan luar biasa de ngan ini (jempol ke atas), tapi de ngan ini (jempol ke bawah),” ka ta Alimuddin dengan mengacung kan jempol ke bawah. Ketegangan inilah yang mem buat rapat yang ber langsung sejak pukul 10.00-12.00 WIB itu deadlock . Q
amarul pun ter lihat lesu. Berulang-ulang dia menyeka wajahnya. Begitu ju ga dengan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan, Renward Parapat. Seisi ruang an pun tegang. Tidak ingin ada perdebatan lebih pan jang, Qamarul lalu memutuskan menutup rapat tanpa keputusan, baik tentang penyesuaian ke naikan tarif angkot maupun pe netapan kategori mahasiswa.
“Kami minta kepada Dishub dan Organda agar duduk ber sama membahas ini lagi. Hari Se nin (20/4) mungkin akan di gelar rapat lagi. Bersama itu juga nanti akan ditetapkan interval ta rif angkutan kota ini ber da sarkan naik-turunnya harga BBM,” ujar Qamarul. Sementara Kadishub Renward Parapat mengatakan, akan membahas lagi persoalan kategorisasi penumpang mahasiswa bersama Organda.
“Apa kah nanti pemko akan menyubsidi mahasiswa dan bentuknya seperti apa itu akan kami bahas secara lanjut. Begitu juga de ngan mekanismenya. Untuk saat ini tetap kami sarankan Organda memasukkan kategori mahasiswa sama dengan pe la jar sesuai SK yang lama,” ujar nya.
Lia anggia nasution
Rapat yang dipimpin Asisten Ekonomi Pembangunan Setda Ko ta Medan, Qamarul Fatah, itu berlangsung cukup tegang. Ketegangan ini terjadi karena pem bahasan seputar besaran ke naikan tarif dan mengerucut pe rihal kategorisasi ma hasiswa. Pihak Organisasi Angkutan Da rat (Organda) tetap me maksakan agar tarif untuk mahasiswa yang selama ini masuk kategori pelajar, disamakan dengan ka tegori penumpang umum.
Sementara Pemko Medan meng inginkan agar mahasiswa tetap masuk dalam kategori pelajar. Akibatnya keputusan tidak bisa diambil. Diketahui, Organda Kota Me dan telah menerbitkan surat edar an kenaikan tarif angkot se cara sepihak per 31 Maret 2015 pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp500 per liter. Tarif baru ver si Organda, yakni untuk pelajar Rp3.500 dan masyarakat umum Rp5.200.
Dalam kebijakan itu, Organda meng hapus ka te gori ma ha sis wa dan meng ga bungkannya de ngan tarif masyarakat umum. Pa dahal, sesuai SK Wali Kota Nomor 2/2015 yang ma sih harus dijalankan hingga ki ni, tarif pelajar dan mahasiswa hanya Rp3.000, dan penumpang umum Rp4.600.
“Kami kira akan sangat mem beratkan kalau mahasiswa harus membayar ongkos sebesar Rp5.200,” ujar Qamarul. Pernyataan Qamarul ini lang sung dimentahkan Ketua Or ganda Kota Medan, Mont Go mery Munthe. Dia berdalih se lama ini sopir sangat sulit mem bedakan antara pe numpang yang mahasiswa dan penumpang umum atau masyarakat biasa.
“Banyak mahasiswa sekarang sambil kerja. Jadi, se ka rang banyak orang mengang garkan kartu mahasiswanya itu. Mohon kita memperha tikan hal ini. Sopir kami rata-rata hi dup di bawah garis kemiskinan, mohon jangandipaksakamime nyubsidi mahasiswa,” kata Mont. Dia membandingkan ke bijak an Pemko Pekanbaru dan Pem ko Bogor yang me masukkan tarif penumpang ma hasiswa sama dengan penumpang umum. Karena itu, dia bersikeras Pemko Medan juga bisa menerapkan kebijakan serupa.
“Mohon maaf pak, kami sudah ti dak bisa lagi menyubsidi mahasiswa. Kalau memang pemerintah mau meysubsidi, silakan sa ja. Tapi sekarang sebelum itu ditetapkan, kami mau (berlakukan) mahasiswa itu tetap masuk (kategori) umum,” ujar Mont. Apa yang disampaikan Mont ini ternyata tidak bisa diterima Wa kil Rektor III Universitas Al- Washliyah, Alimuddin Siregar, yang hadir dalam rapat itu. “Ma ha siswa ini jangan kita kira orang mampu. Mahasiswa ini kan kita tahu bagaimana susah nya ekonomi mereka. Kalau me re ka disamakan dengan kategori umum, bisa memicu aksi demonstrasi,” ka ta Alimuddin.
Pendapat Alimuddin ini pun lang sung dibantah Mont Gomery. “Jangan salah, penumpang kita mayoritas mahasiswa dan pelajar. Hanya 30% saja yang umum, ini yang memberatkan kami,” kilah Mont. Namun, Alimuddin tetap pada pendiriannya bahwa mahasiswa termasuk pelajar.
“Kalau sempat (tarif) mahasiswa dari Rp3.000 jadi Rp5.200, Medan ini luar biasa. Bukan luar biasa de ngan ini (jempol ke atas), tapi de ngan ini (jempol ke bawah),” ka ta Alimuddin dengan mengacung kan jempol ke bawah. Ketegangan inilah yang mem buat rapat yang ber langsung sejak pukul 10.00-12.00 WIB itu deadlock . Q
amarul pun ter lihat lesu. Berulang-ulang dia menyeka wajahnya. Begitu ju ga dengan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Medan, Renward Parapat. Seisi ruang an pun tegang. Tidak ingin ada perdebatan lebih pan jang, Qamarul lalu memutuskan menutup rapat tanpa keputusan, baik tentang penyesuaian ke naikan tarif angkot maupun pe netapan kategori mahasiswa.
“Kami minta kepada Dishub dan Organda agar duduk ber sama membahas ini lagi. Hari Se nin (20/4) mungkin akan di gelar rapat lagi. Bersama itu juga nanti akan ditetapkan interval ta rif angkutan kota ini ber da sarkan naik-turunnya harga BBM,” ujar Qamarul. Sementara Kadishub Renward Parapat mengatakan, akan membahas lagi persoalan kategorisasi penumpang mahasiswa bersama Organda.
“Apa kah nanti pemko akan menyubsidi mahasiswa dan bentuknya seperti apa itu akan kami bahas secara lanjut. Begitu juga de ngan mekanismenya. Untuk saat ini tetap kami sarankan Organda memasukkan kategori mahasiswa sama dengan pe la jar sesuai SK yang lama,” ujar nya.
Lia anggia nasution
(ars)