Garin Gelar Nonton Bareng

Senin, 13 April 2015 - 11:29 WIB
Garin Gelar Nonton Bareng
Garin Gelar Nonton Bareng
A A A
YOGYAKARTA - Memperingati 30 tahun berkarya di dunia perfilman Indonesia, sutradara kenamaan Garin Nugroho, menggelar nonton bareng (nobar) film Guru Bangsa: Tjokroaminoto bersama sahabat, kolega, dan wartawan di Empire XXI Yogyakarta, kemarin.

Event ini diadakan sekaligus merayakan 60 tahun perjalanan sinema Indonesia. ”Sebenarnya ini mendadak, tapi di sini saya ingin mengucapkanterimakasihkepada sahabatsahabat di Yogyakarta (terutama) yang telah membantu saya ketika dalam kesulitan,” ujar Garin sebelum nobar, kemarin.

Tanpa bantuan para sahabat, pria asal Yogyakarta itu mengaku tidak akan tumbuh menjadi sutradara yang disegani saat ini. Apalagi dalam menjalani profesi sutradara selama ini, dirinya sempat mengalami pasang surut. Dengan adanya masukan dari para sahabat itu akan muncul banyak inspirasi yang tumbuh dan turut membangun dirinya. Terutama dalam mengeksplorasi kemampuannya dalam mengolah dan membuat film Indonesia yang berkualitas.

Seperti ketika dirinya membuat film biopik sejarah Guru Bangsa: Tjokroaminoto. “Tidak mudah memang buat film Tjokroaminoto. Dan (selama) empat tahun kembali ke sinema Indonesia, seperti Soegija. Yang 80% dibantu teman- teman Yogyakarta,” katanya. Dengan kembali ke Yogyakarta yang menjadi tanah kelahirannya, pemilik nama lengkap Garin Nugroho Riyanto itu jadi menemukan rasa cinta kembali terhadap sinema Indonesia.

Di sisi lain, lewat film Guru Bangsa: Tjokroaminoto, masyarakat seolah dibawa kepada berbagai ideologi yang muncul pada zaman itu dan kemudian menjadi peta asal usul politik, ideologi, hingga fashiondi Indonesia. Perihal itu, pria kelahiran 6 Juni 1961 ini mengatakan bahwa janganlah menilai terlalu kerdil dalam mengilhami peranan guru bangsa tersebut. Serta membandingkannya dengan kondisi bangsa Indonesia seusai merdeka.

Karena pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto ini muncul sebelum Indonesia merdeka. Inilah yang difokuskan di dalamnya, dengan demikian masyarakat Indonesia dapat melihat, memahami, dan mempelajari kondisi para pejuang di era pra-kemerdekaan tanpa mengurangi bobot hiburannya pula.

Hal senada sebelumnya juga dikatakan oleh produser film sekaligus pemeran pembantu rumah tangga Mbok Tambeng, Christine Hakim. Dia tidak memungkiri bahwa kemungkinan ada penonton yang menilai film ini terkesan sosialis nantinya. Meski demikian, bukan itu yang menjadi visi misi dari para pembuat film. Namun lebih kepada rekonstruksi sejarah, yang menampilkan kondisi dan situasi saat itu. Sehingga kemudian melahirkan pemikiran Tjokroaminoto.

“Jangan dilupakan bahwa perjalanan kehidupan bangsa ini, dari seorang Tjokroaminoto, juga bagian dari catatan skenario Tuhan. Bukan rekayasa atau fiction, kami percaya film ini ditakdirkan Tuhan untuk dibuat. Pasti ada maksud dan kami berusaha betul. Ini bukan sekadar pembuatan film sejarah, rekonstruksi sejarah, tapi juga rekonstruksi scriptTuhan,” urai Christine.

Siti estuningsih
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2789 seconds (0.1#10.140)