Perkuat Status Desa Budaya, Tampilkan Kesenian Lokal

Senin, 06 April 2015 - 11:18 WIB
Perkuat Status Desa...
Perkuat Status Desa Budaya, Tampilkan Kesenian Lokal
A A A
Iring-iringan masyarakat nampak berjalan pelan dari rumah sesepuh adat di Geden, Sidorejo, Lendah Kulonprogo, kemarin.

Seluruh peserta baik tua muda maupun anak-anak mengenakan pakaian Jawa dan juga pakaian tradisional lainnya. Yang lakilaki mengenakan surjan lengkap dengan blangkon dan keris terselip di pinggang. Sementara para ibu mengenakan kebaya. Mereka mengarak lima buah tumpeng sejauh 500 meter menuju lokasi panen perdana padi. Iringan salawatan dan rebana menjadikan suasana kian semarak.

Apalagi sejumlah warga asing ikut serta dalam acara ini. Mereka yang menjadi duta dalam program Bule Mengajar ini pun mengenakan pakaian Jawa membaur dengan masyarakat umum. Gunungan yang diarak ini berisi beberapa uba rampe. Mulai dari nasi tumpeng, nasi gurih, aneka jajan pasar, ingkungayam, hingga sambal gepeng ikut disajikan sebagai pelengkap gunungan. Begitu sampai di lokasi, tokoh agama langsung memimpin doa dan dilanjutkan pemetikan tangkai padi simbol diawalinya panen padi.

“Ini merupakan ungkapan syukur dan dimulainya masa panen. Dulu, setiap tahun tradisi ini dilakukan masyarakat. Kini setelah lama vakum, kami kembali lakukan tradisi ini,” kata Ketua Panitia Waluyo Jati, kemarin. Tumpeng berjumlah lima menjadi perlambang ibadah salat lima waktu. Sedangkan ingkungmerupakan wujud manekung(berserah diri) kepada Tuhan atas limpahan dan kemurahan rezeki. Apalagi hasil panenan di wilayah ini cukup melimpah dengan luas sekitar delapan hektare dan tegalan 24 hektare mereka mampu hidup sejahtera.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak puluhan tahun silam. Namun belakangan tradisi ini luntur di tengah hiruk-pikuk kemajuan zaman. Namun sejak tiga tahun belakangan, warga kembali sadar untuk kembali mengembalikan dan melestarikan tradisi ini. Apalagi banyak hikmah yang bisa dipetik oleh masyarakat dari tradisi ini. “Ini akan memperkuat potensi budaya yang ada di Sidorejo sebagai desa budaya,” katanya.

Pedukuhan Geden, kata dia, juga menjadi pusat kesenian tradisional, khususnya tari reog. Sehingga dalam tradisi ini panitia menggelar tarian perlambang turunnya Dewi Sri sebagai Dewi Padi. Dewi Sri dibawa kabur oleh para raksasa dan Buto. Hingga terjadi peperangan dengan tokoh pandawa dan akhirnya mampu merebut Dewi Sri kembali. Bahkan anak-anak juga ikut menampilkan dolanan anak berupa Sodrong.

Permainan ini dulu berasal dari lingkungan Keraton, mirip saling dorong dengan bilah bambu, untuk mewujudkan keterampilan dan kekuatan. Ini dimainkkan warga sebelum panen tiba. Sehingga ketika selesai bermain, anak-anak ikut dalam tradisi wiwit, panen, hingga makan bersama. “Dulu permainan ini dengan tombak, sekarang kami inovasikan dengan bambu untuk memeriahkan wiwitpanen,” kata pelaku seni, Suji.

Assek II Setda Kulonprogo Triyono mengatakan, tradisi ini cukup menarik dan perlu dilestarikan. Tradisi seperti ini bisa memperkuat keistimewaan Yogyakarta sebagai kota budaya. Sehingga tradisi yang hidup dan berkembang akan menjadi bagian dari pengembangan budaya.

“Tradisi wiwitseperti ini bisa memperkuat keistimewaan Yogyakarta yang harus dilestarikan,” kata Triyono. Tradisi ini diakhiri dengan makan bersama. Seluruh warga bersama pejabat ikut menikmati nasi gurih dengan lauk ingkungayam dan sambal gepeng sambil menyaksikan pentas seni.

Kuntadi
Kulonprogo
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6721 seconds (0.1#10.140)