Peredaran Obat Keras Diawasi Ketat
A
A
A
SEMARANG - Satuan Reserse Narkoba (Sat Resnarkoba) Polrestabes Semarang memperketat pengawasan terhadap peredaran obat keras ilegal.
Pasalnya, obat-obatan tersebut kerap disalahgunakan dan dikonsumsi anak muda, tak terkecuali pelajar. Kepala Satuan Res narkoba Polrestabes Semarang AKBP Eko Hadi Prayitno mengungkapkan efek dari penggunaan obat tersebut kerap mengarah pada tindak pidana.
“Misalnya yang sering disebut pil buto ijo (riclona), itu ma suk psikotropika. Efeknya, orang mengonsumsi pil itu, melihat semua di sekitarnya kecil, jadi seolaholah besar. Efek ini bisa jadi orang makin berani sehingga berpotensi melakukan tindak pidana,” katanya kepada KORAN SINDO.
Pihaknya telah mengungkap sejumlah kasus peredaran obat keras ilegal. Terakhir minggu ketiga Maret lalu, di mana dua pemuda ditangkap karena kedapatan memiliki dan mengedarkan obat jenis psikotropika. Mereka mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memilik izin edar dengan barang bukti 6.000 butir.
Tersangka yang diringkus yakni Septa L, 23, warga Jalan Sawojajar, Krobokan, Kecamatan Semarang Barat. Barang bukti yang diamankan berupa riclona klona zepam sebanyak 55 butir dan trihexphenidyl sebanyak 1.210 butir. Tersangka lainnya yakni Ale S, 22, warga Jalan Bukit Kencana, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang dengan barang buktinya 4000 pil trihexphenidyl .
Obat keras yang seharusnya disertai resep dokter ini ternyata kerap diperjualbelikan secara bebas. Salah satu penyebabnya karena keuntungan dari selisih harga di apotek. Tersangka Ale mengungkapkan, dia membeli dalam jumlah besar dan dijual dalam kemasan kecil. Misalnya, dari satu botol hexymer alias trihex yang dibeli seharga Rp700.000 per botol isi 1000 butir, dijual per 15 butir seharga Rp15.000 atau Rp1000 per butir. “Jadi tersangka ini mendapatkan keuntungan dari tiap 1.000 butir itu Rp300.000,” ucapnya.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono mengungkapkan, anggotanya sudah diperintahkan untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum atas peredaran obat keras ilegal ini. “Beberapa kejadian yang sudah diungkap, begal-begal, para pelaku kejahatan jalanan, sering mengonsumsi ini sebelum beraksi,” ungkapnya.
Eka setiawan
Pasalnya, obat-obatan tersebut kerap disalahgunakan dan dikonsumsi anak muda, tak terkecuali pelajar. Kepala Satuan Res narkoba Polrestabes Semarang AKBP Eko Hadi Prayitno mengungkapkan efek dari penggunaan obat tersebut kerap mengarah pada tindak pidana.
“Misalnya yang sering disebut pil buto ijo (riclona), itu ma suk psikotropika. Efeknya, orang mengonsumsi pil itu, melihat semua di sekitarnya kecil, jadi seolaholah besar. Efek ini bisa jadi orang makin berani sehingga berpotensi melakukan tindak pidana,” katanya kepada KORAN SINDO.
Pihaknya telah mengungkap sejumlah kasus peredaran obat keras ilegal. Terakhir minggu ketiga Maret lalu, di mana dua pemuda ditangkap karena kedapatan memiliki dan mengedarkan obat jenis psikotropika. Mereka mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memilik izin edar dengan barang bukti 6.000 butir.
Tersangka yang diringkus yakni Septa L, 23, warga Jalan Sawojajar, Krobokan, Kecamatan Semarang Barat. Barang bukti yang diamankan berupa riclona klona zepam sebanyak 55 butir dan trihexphenidyl sebanyak 1.210 butir. Tersangka lainnya yakni Ale S, 22, warga Jalan Bukit Kencana, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang dengan barang buktinya 4000 pil trihexphenidyl .
Obat keras yang seharusnya disertai resep dokter ini ternyata kerap diperjualbelikan secara bebas. Salah satu penyebabnya karena keuntungan dari selisih harga di apotek. Tersangka Ale mengungkapkan, dia membeli dalam jumlah besar dan dijual dalam kemasan kecil. Misalnya, dari satu botol hexymer alias trihex yang dibeli seharga Rp700.000 per botol isi 1000 butir, dijual per 15 butir seharga Rp15.000 atau Rp1000 per butir. “Jadi tersangka ini mendapatkan keuntungan dari tiap 1.000 butir itu Rp300.000,” ucapnya.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Djihartono mengungkapkan, anggotanya sudah diperintahkan untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum atas peredaran obat keras ilegal ini. “Beberapa kejadian yang sudah diungkap, begal-begal, para pelaku kejahatan jalanan, sering mengonsumsi ini sebelum beraksi,” ungkapnya.
Eka setiawan
(ftr)