Gubernur: Tarik Buku Radikal
A
A
A
BANDUNG - Gubernur Jabar Ahmad Heryawan memerintahkan Disdik Jabar menarik seluruh buku PAI dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK sederajat yang berisi paham radikal.
Gubernur menilai, buku yang telah tersebar di sejumlah sekolah di Jawa Barat itu sangat berbahaya bila dibiarkan. “Ya gampang tinggal tarik saja, tidak masalah, buku yang mana, halaman berapa. Secara prinsip tentu kami bersedia menarik buku yang membuat pikiran anak bangsa rusak,” kata Gubernur kepada wartawan ditemui di Gedung Negara Pakuan, Jalan Otto Iskandaradinata Nomor 1, Kota Bandung kemarin.
Menurut pria yang akrab disapa Aher ini, meski pihaknya belum menerima surat permintaan penarikan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar, Pemprov Jabar tetap akan me na rik buku tersebut jika isinya memuat ajaran atau paham me nyimpang. “Saya sudah minta Disdik Jabar untuk berkoordinasi dengan disdik kabu pa ten/kota un tuk me na rik buku tersebut. Nanti kami tunggu dari MUI resminya seperti apa, apakah nanti saya datang ke sana atau disdik yang akan mewakili,” tutur Aher.
Gubernur mengemukakan, pihaknya tak akan melakukan telaah terhadap isi buku tersebut. Pihaknya percaya terhadap kajian dan putusan MUI Jabar. “Yang jelas kami teknis saja, tak usah menelaah lagi. Meski kita juga punya tim. MUI kan sudah menyatakan, mereka ahlinya kalau untuk paham-paham keagamaan. MUI paling berhak untuk pemahaman keagamaan,” ujar Gubernur. Aher mengungkapkan, pemerintah memang tidak bisa sepenuhnya melakukan pemantauan terhadap penerbitan buku-buku yang beredar di masyarakat. Sebab terkait dengan urusan kebebasan berpikir dari masing-masing penulis.
“Selama ini pemerintah provinsi juga tidak terlibat dalam pembuatan karena buku dibuat oleh masing-masing penulis. Beda kalau disusun oleh Kemendikbud atau Disdik Jabar. Kan buku-buku di sekolah juga banyak yang buku pribadi. Jadi tidak semua kami periksa satu persatu,” ungkap Aher. Pemerintah, kata Aher, telah mengeluarkan garis-garis besar untuk panduan pengajaran untuk setiap mata pelajaran.
“Setiap yang membuat buku pelajaran harus mengacu pada kisikisi tersebut. Atau kalau tidak, sebelum ditentukan menjadi buku pegangan atau buku pendamping, ya harus dilihat dulu. Bahkan sebelum keluar dicetak, ya ditelaah dulu. Layak atau tidak dijadikan bahan ajar,” kata Aher. Seperti diberitakan KORAN SINDO, sejumlah orang tua merasa resah lantaran buku PAI dan Budi Pekerti yang berisi paham radikal beredar di sekolah menengah atas (SMA) sederajat di Jabar. Isi dalam buku tersebut dikhawatirkan berdampak pada pemahaman generasi muda tentang radikalisme dan in toleransi beragama.
Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jabar Dwi Su bawanto mengatakan, pihaknya menyayangkan muatan paham radikal dalam buku paket Kurikulum 2013 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti untuk siswa SMA/SMK/MA dan MAK kelas XI. Muatan dalam buku yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut, akan berdampak terhadap intoleransi kehidupan antarumat beragama.
Pemerintah harus mena rik seluruh buku, mengusut kontributor naskah, tim penelaah, dan para pejabat Kemendikbud yang ikut bertanggung jawab terhadap penerbitannya. “Bahkan kalau perlu pemerin tah membentuk tim penilai buku paket, buku pengayaan, dan buku referensi di tingkat pro vinsi, kota/kabupaten,dan juga tingkat sekolah,” kata Dwi, Selasa (31/4). Tak hanya orang tua siswa, guru juga resah terhadap dampak pengajaran dari buku yang salah tersebut.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan mengemukakan, pihaknya mendesak Presiden Jokowi untuk mengusut siapa saja pejabat Kemendikbud yang paling bertanggung jawab atas diterbitkannya buku tersebut. Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Achyar menyatakan, pihaknya akan membuat kajian dan pengajuan tim pembuatan buku ajar agama.
Tim ini membahas isi buku dan melibatkan semua tokoh agama. “Ini bibit radikalisme. Seharusnya dalam membuat buku ajar agama, pemerintah melibat kan tokoh-tokoh agama yang po sisinya jelas. Kalau buku ini malah tidak jelas. Yang menjadi kontributor itu siapa dan sejauh mana pemahaman agamanya, juga tidak jelas,” ungkap Rafani.
Yugi prasetyo
Gubernur menilai, buku yang telah tersebar di sejumlah sekolah di Jawa Barat itu sangat berbahaya bila dibiarkan. “Ya gampang tinggal tarik saja, tidak masalah, buku yang mana, halaman berapa. Secara prinsip tentu kami bersedia menarik buku yang membuat pikiran anak bangsa rusak,” kata Gubernur kepada wartawan ditemui di Gedung Negara Pakuan, Jalan Otto Iskandaradinata Nomor 1, Kota Bandung kemarin.
Menurut pria yang akrab disapa Aher ini, meski pihaknya belum menerima surat permintaan penarikan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar, Pemprov Jabar tetap akan me na rik buku tersebut jika isinya memuat ajaran atau paham me nyimpang. “Saya sudah minta Disdik Jabar untuk berkoordinasi dengan disdik kabu pa ten/kota un tuk me na rik buku tersebut. Nanti kami tunggu dari MUI resminya seperti apa, apakah nanti saya datang ke sana atau disdik yang akan mewakili,” tutur Aher.
Gubernur mengemukakan, pihaknya tak akan melakukan telaah terhadap isi buku tersebut. Pihaknya percaya terhadap kajian dan putusan MUI Jabar. “Yang jelas kami teknis saja, tak usah menelaah lagi. Meski kita juga punya tim. MUI kan sudah menyatakan, mereka ahlinya kalau untuk paham-paham keagamaan. MUI paling berhak untuk pemahaman keagamaan,” ujar Gubernur. Aher mengungkapkan, pemerintah memang tidak bisa sepenuhnya melakukan pemantauan terhadap penerbitan buku-buku yang beredar di masyarakat. Sebab terkait dengan urusan kebebasan berpikir dari masing-masing penulis.
“Selama ini pemerintah provinsi juga tidak terlibat dalam pembuatan karena buku dibuat oleh masing-masing penulis. Beda kalau disusun oleh Kemendikbud atau Disdik Jabar. Kan buku-buku di sekolah juga banyak yang buku pribadi. Jadi tidak semua kami periksa satu persatu,” ungkap Aher. Pemerintah, kata Aher, telah mengeluarkan garis-garis besar untuk panduan pengajaran untuk setiap mata pelajaran.
“Setiap yang membuat buku pelajaran harus mengacu pada kisikisi tersebut. Atau kalau tidak, sebelum ditentukan menjadi buku pegangan atau buku pendamping, ya harus dilihat dulu. Bahkan sebelum keluar dicetak, ya ditelaah dulu. Layak atau tidak dijadikan bahan ajar,” kata Aher. Seperti diberitakan KORAN SINDO, sejumlah orang tua merasa resah lantaran buku PAI dan Budi Pekerti yang berisi paham radikal beredar di sekolah menengah atas (SMA) sederajat di Jabar. Isi dalam buku tersebut dikhawatirkan berdampak pada pemahaman generasi muda tentang radikalisme dan in toleransi beragama.
Ketua Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jabar Dwi Su bawanto mengatakan, pihaknya menyayangkan muatan paham radikal dalam buku paket Kurikulum 2013 Pendidikan Agama dan Budi Pekerti untuk siswa SMA/SMK/MA dan MAK kelas XI. Muatan dalam buku yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut, akan berdampak terhadap intoleransi kehidupan antarumat beragama.
Pemerintah harus mena rik seluruh buku, mengusut kontributor naskah, tim penelaah, dan para pejabat Kemendikbud yang ikut bertanggung jawab terhadap penerbitannya. “Bahkan kalau perlu pemerin tah membentuk tim penilai buku paket, buku pengayaan, dan buku referensi di tingkat pro vinsi, kota/kabupaten,dan juga tingkat sekolah,” kata Dwi, Selasa (31/4). Tak hanya orang tua siswa, guru juga resah terhadap dampak pengajaran dari buku yang salah tersebut.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan mengemukakan, pihaknya mendesak Presiden Jokowi untuk mengusut siapa saja pejabat Kemendikbud yang paling bertanggung jawab atas diterbitkannya buku tersebut. Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Achyar menyatakan, pihaknya akan membuat kajian dan pengajuan tim pembuatan buku ajar agama.
Tim ini membahas isi buku dan melibatkan semua tokoh agama. “Ini bibit radikalisme. Seharusnya dalam membuat buku ajar agama, pemerintah melibat kan tokoh-tokoh agama yang po sisinya jelas. Kalau buku ini malah tidak jelas. Yang menjadi kontributor itu siapa dan sejauh mana pemahaman agamanya, juga tidak jelas,” ungkap Rafani.
Yugi prasetyo
(ars)