Prangko Never Ending Story

Minggu, 29 Maret 2015 - 09:15 WIB
Prangko Never Ending Story
Prangko Never Ending Story
A A A
SEMARANG - Kemunculan alat komunikasi modern mulai menggeser peran prangko dari masa ke masa. Dengan berbagai gadget baru yang sangat canggih, budaya berkirim surat kini mulai tergerus.

Masyarakat kini dengan mudahnya mengirimkan pesan dengan cepat seiring kecanggihan teknologi yang terus berkembang. Belum lagi dengan munculnya berbagai laman jejaring sosial berupa facebook, twitter, path dan sebagainya membuat orang lebih mudah berinteraksi secara instan. Meski begitu, prangko tidak pernah terlepas dari bagian hidup ini. Prangko tetap merupakan sejarah dalam dunia surat menyurat di berbagai belahan penjuru dunia.

Meski kalah pamor dan jarang digunakan, namun keberadaannya masih dikenal banyak orang. “Saya tahu soal prangko, karena dulu saat belum ada alat komunikasi canggih seperti sekarang. Saya selalu menggunakan prangko untuk berkirim surat,” kata Aris Munandar,31, salah satu warga Ngaliyan, Semarang. Pria yang berprofesi sebagai wiraswasta itu mengaku dahulu sering menggunakan prangko untuk berkirim surat kepada keluarganya. Sebab, keluarganya yang tinggal di Lampung membuatnya wajib berkirim surat untuk memberitahu kabarnya di Kota Semarang.

“Saya ke Semarang saat awal kuliah, jadi setiap bulan dulu sering mengirim surat ke keluarga. Saya juga sering berkirim surat dengan temanteman saya. Tentunya prangko menjadi benda wajib yang harus dibeli saat itu,” imbuhnya sambil tersenyum. Namun, setelah kehadiran berbagai alat komunikasiyangcanggih, dirinya mengaku tidak pernah lagi berkirim surat. Aris lebih memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam berkirim pesan.

“Meskipun sebenarnya, berkirim surat memiliki makna lebih mendalam dibanding berkirim pesan melalui alat elektronik. Tapi karena kebutuhan dan tuntutan, banyak orang yang tidak menggunakannya. Terkadang saya pun rindu berkirim surat dengan kerabat dan handai taulan,” akunya. Kemajuan teknologi diakui Manager Pengembangan Outlet Kantor Pos Besar Semarang Sigit Sugiharto memang cukup berpengaruh pada tingkat laku prangko.

Meski begitu, hingga saat ini prangko masih tetap eksis dan tidak hilang dari peredaran zaman. “Pe-ngaruhnya sangat terasa pada perseorangan, dimana dulubanyakorangberkirimsurat sekarang sudah tidak lagi. Paling banyak saat menjelang perayaan hari besar seperti lebaran dan perayaan lainnya,” kata dia.

Namun Sigit mengatakan, prangko masih banyak dicari oleh para perusahaan yang hendak mengirimkan dokumendokumen penting. Selain itu, keberadaan para pengumpul prangko atau filateli juga menjadi salah satu bukti bahwa prangko masih eksis hingga saat ini. “Sebagai contohnya, pada 2014 kami berhasil menjual berbagai barang koleksi filateli termasuk prangko sebanyak Rp1,3 miliar,” ujarnya.

Untuk membuat prangko tetap eksis, pihak PT Pos Indonesia terus menggiatkan keberadaan para filateli di berbagai daerah. Di Kota Semarang sendiri, setidaknya ada ribuan filateli yang tersebar di berbagai pelosok kota.

“Kami juga sering mengadakan acara kumpul bareng di kantor pos ini pada minggu ketiga tiap bulannya. Karena di sini kami juga memiliki tempat khusus bagi para kolektor prangko ini. Dalam acara itu, kami fasilitasi para filateli untuk berkumpul dan menjadi ajang transaksi koleksi serta untuk menjual koleksi prangko baru kami,” imbuhnya. Tak hanya itu, pihaknya lanjut Sigit juga berencana mengenalkan prangko kepada anakanak TK. Harapannya, anakanak dapat mengenali prangko dan mau mengoleksinya.

Sensasi Tersendiri
Meski intensitas berkirim surat berkurang seiring kemajuan zaman, namun hal itu tidak membuat prangko menghilang dari peradaban. Justru, saat ini banyak tumbuh pecinta-pecinta prangko di berbagai daerah yang dikenal dengan sebutan filatelis.

Di Kota Semarang misalnya, pecinta benda kecil yang biasanya terpampang di amplop surat itu hingga kini masih eksis. Bahkan tak jarang, masih banyak di antara mereka yang berkirim surat menggunakan prangko kepada teman-teman ataupun sanak keluarga. Erick Binzar Manurung, 38, misalnya, warga Perum BPI Blok H-7 Ngaliyan Semarang ini hingga kini masih aktif berkirim surat menggunakan prangko.

Menurutnya, berkirim surat memiliki makna tersendiri dibanding berkirim pesan menggunakan gadget. “Kalau surat itu asli dan tidak mungkin ada penipuan. Selain itu, surat yang kita terima bisa disimpan untuk waktu yang lama. Kemudian di masa yang akan datang dapat dibuka kembali untuk menghidupkan kembali kenangan manis.

Sampai sekarang, saya masih berkirim surat dan tiap hari ada pak pos yang datang ke rumah untuk mengantar surat dari temanteman,” kata pria yang memulia hobi filateli sejak tahun 1985 itu ditemui KORAN SINDO , kemarin. Bagi ayah Jose dan Nezzar ini, prangko tak dapat dilepaskan dari hidupnya. Dari hobinya mengumpulkan prangko itu, banyak hal yang didapatkannya mulai ilmu, pengalaman serta ribuan teman.

Tak hanya di dalam negeri, suami dari Yenny ini bahkan sudah memiliki teman filateli di berbagai negara. “Tema filateli saya adalah Postal History. Jadi, prangko-prangko yang saya koleksi itu berasal dari surat yang dikirim untuk saya sendiri baik dari teman-teman di Indonesia maupun dari teman di seluruh dunia. Saat ini, saya memiliki koleksi ribuan surat berprangko dari seluruh Negara di dunia yang dikirim untuk nama saya pribadi,” imbuhnya sambil tersenyum.

Berbagai koleksi prangko menarik dan limited edition (edisi terbatas) telah dia miliki. Bahkan, di antara koleksi-koleksinya, ada pula koleksi prangko yang berasal dari teman di sebuah pulau pribadi bernama Lundy di Inggris. “Selain itu, banyak pula koleksi saya yang unik-unik, mulai koleksi prangko dari teman saya di penjara di pulau terpencil, dari negara yang sedang berkonflik.

Seperti dari pulau terkecil bernama Cayman Island, dari negara Korea Utara yang masyarakatnya dilarang berkirim surat,” ucapnya bangga. Baginya, menekuni dunia filateli adalah hal yang sangat membanggakan. Selain ilmu pengetahuan, pengalaman dan pertemanan, dunia filateli juga memberikan banyak hal positif dalam hidupnya.

“Saya pernah mendapat beasiswa gratis dari teman Spanyol yang sama-sama hobi filateli. Selain itu, saya juga menguasai beragam bahasa negara di dunia karena hobi ini. Yang terpenting, ini juga menjadi mata pencaharian saya karena banyak koleksi saya yang diburu para kolektor,” jelasnya. Hobi filateli juga ditekuni Dwi Sunu, salah satu anggota filateli di Kantor Pos Besar Semarang.

Menurut Sunu, sampai saat ini dirinya masih kerap berkomunikasi menggunakan surat berprangko. “Sensasi menerima surat dan kartu pos tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hal yang tidak dapat dilakukan oleh kecanggihan teknologi saat ini. Apalagi, surat yang ditulis dengan tulisan tangan, tentu lebih istimewa,” ujarnya.

Bagi Sunu, menekuni filateli adalah sebuah kebanggaan tersendiri. Meski saat ini penggemar filateli khususnya generasi muda belum tumbuh subur, namun dirinya yakin filateli akan mampu bertahan ditengah gerusan zaman globalisasi. “Kami akan terus mengajak masyarakat untuk menjadikan filateli sebagai gaya hidup. Berbagai cara akan kami tempuh baik bersosialisasi ke sekolah- sekolah agar anak-anak mengenal prangko dan menjadikan berkirim surat sebagai kebiasaan,” pungkasnya.

Andika prabowo
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0009 seconds (0.1#10.140)