Perkembangan Seni Rupa di Medan Tergolong Lambat

Minggu, 29 Maret 2015 - 09:10 WIB
Perkembangan Seni Rupa...
Perkembangan Seni Rupa di Medan Tergolong Lambat
A A A
Perkembangan atau eska- lasi seni rupa di Kota Medan saat ini bisa dikatakan lambat. Bisa dikatakan sangat lambat. Tertinggal dari daerah lain, terutama Jawa. Tidak hanya itu, Medan sendiri saat ini masih kalah dibandingkan Padang.

Lambatnya perkembangan tersebut disebabkan beberapa faktor. Mulai dari kegiatan yang minim sampai tidak adanya tempat representatif untuk menggelar pameran. Parahnya lagi, hasil lukisan para seniman bisa dikatakan kurang diminati. “Ada beberapa faktor penyebab perkembangan seni rupa di Kota Medan sangat lambat.

Lambatnya eskalasi tersebut berimbas kepada proses regenerasi,” kata dosen seni rupa dari Unimed Asmi beberapa hari lalu. Asmi mengungkapkan, minimnya kegiatan merupakan faktor utama dari lambatnya perkembangan saat ini. Kegiatan berupa pameran, ekshibisi, dan jenisnya sangat minim digelar.

Kegiatan seperti itu bisa dua tahun sekali. Sehingga para pelukis sangat terbatas dalam menunjukkan karya-karyanya. Kemasan kegiatan juga dibuat sederhana mungkin sehingga masyarakat menjadi sedikit malas untuk hadir. “Minim kegiatan itu merupakan faktor pertama. Ruang yang diberikan kepada pelukis untuk menunjukkan karyanya sangat terbatas. Sehingga mereka sulit mengembangkan dan menjual karya- karyanya,” ucapnya.

Selain itu, sarana yang ada atau galeri di Medan juga sangat minim sehingga sangat terbatas untuk menggelar kegiatan yang cukup besar. Tentu harus menggunakan hotel. Galeri yang ada sangat sedikit. Bisa dikatakan kurang memadai. Harusnya ada galeri utama bagi masyarakat untuk melihat hasil lukisan pelukis Medan. Di samping itu, disediakan juga galeri-galeri kecil di beberapa kawasan untuk membantu masyarakat memudahkan mendapatkan karya-karya tersebut.

“Masalah sarana sepertinya kurang mendapat apresiasi. Yang ada saat ini juga tidak memadai. Kalah jauh dibandingkan daerah lain. Sehingga daerah lain terus melakukan regenerasi. Sebab, ruang untuk berkarya sangat tersedia,” ungkap Asmi. Hal ini suatu yang sangat disayangkan karena Medan punya pelukis-pelukis handal, terutama di zaman komik.

Sayangnya, pelukis andal tersebut tidak memiliki pengganti untuk melanjutkan kejayaan tersebut. Pemuda-pemudi di Medan lebih banyak atau tertarik menekuni profesi ini. Padahal bila dikemas secara baik, profesi ini sangat menjanjikan. “Alasan itu juga membuat proses regenerasi di Medan kalah jauh dibandingkan daerah lain. Padahal pelukis-pelukis Medan sempat berjaya,” ucapnya.

Bagi Asmi, di satu sisi pelukis atau pelaku seni rupa tidak bergantung pada pemerintah. Dia harus bisa hidup mandiri. Namun, di sisi lain, tidak bisa tidak tergantung dengan pemerintah, terutama dalam penyediaan sarana maupun kegiatan. Minimal bisa menampung karya pelukis ataupun memfasilitasi dalam membuat kegiatan. “Satu sisi pelukis terkesan dianaktirikan.

Terkesan tidak ada diberi kesempatan menunjukkan kemampuan, berbeda dengan sastra. Contoh kecil saja, seperti PRSU. Pelukis muda diberi kesempatan menunjukkan karyanya sebagai nilai jual. Ini kan menjadi daya tarik bagi orang untuk melihat,” katanya. Pemberian pendidikan juga perlu dicantumkan dalam kurikulum pelajaran atau dalam pelajaran muatan lokal daerah.

Pendidikan sangat berperan dalam menumbuhkembangkan bakat atau minat seseorang dalam menekuni satu profesi. Tidak salah apabila pelajaran seni rupa menjadi muatan lokal daerah. Dia mencontohkan salah satu pakaian khas daerah yang dipelajari di sekolah batik. Harusnya, khas satu daerah secara spesifik seperti, ulos atau songket.

“Ini akibat minim perhatian. Akibatnya terpinggirkan. Harusnya diberikan porsi yang sama. Ada gebrakan dilakukan. Buat kurikulum yang memasukkan khas daerah,” ucapnya. Dia menyarankan selain menyiapkan kurikulum pelajaran muatan lokal daerah guna menumbuhkembangkan minat dan bakat generasi muda terhadap seni rupa, event-event seperti pameran dan sejenisnya lebih banyak dilakukan.

Tanpa event , tidak ada ruang bagi pelukis menunjukkan karyanya. Percuma saja terus memproduksi tanpa dijual. Karya akan menumpuk, tidak ada tempat untuk memanjang. Selain itu, siapkan tempat yang representatif untuk menggelar kegiatan-kegiatan. Media juga diharapkan berperan untuk mengekspos sehingga seni rupa semakin banyak diminati.

Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Medan Zulkarnain mengungkapkan, Pemko Medan telah memiliki wacana membuat satu gedung kesenian yang representatif di Kota Medan. Keinginan tersebut sudah lama disampaikan. Salah satu tempatnya Taman Budaya. Hanya, sampai saat ini penyerahan pengelolaannya dari Pemprovsu ke pemko belum jelas.

Apabila pengelolaannya sudah jelas maka gedung tersebut akan direvitalisasi agar lebih maksimal. “Rencana untuk membangun gedung yang representatif sudah lama. Salah satunya Taman Budaya itu. Tapi, saya tidak tahu persis sudah sejauh mana penyerahan pengelolaannya.

Makanya, rencana tersebut tertunda,” ucapnya. Begitu juga untuk kegiatan pameran dan sebagainya tetap ada. Seberapa banyak dan detailnya, dia tidak terlalu menguasai. Sebab, kegiatan tersebut dilaksanakan di dinas terkait. “Kalau detailnya saya tidak hafal. Itu dinas terkaitnya yang tahu. Tapi tetap ada dilakukan,” pungkasnya.

Reza shahab
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3748 seconds (0.1#10.140)