Belajar Tertib Lalin Sambil Bermain
A
A
A
YOGYAKARTA - Aditya Akmal, 6, terlihat asyik bermain di atas mobil mainan aki yang ditumpanginya. Bujukan gurunya dari BIAS Special School tak sanggup menghentikan kesenangannya. Aditya tetap asyik mengitari miniatur jalan raya di Taman Lalu Lintas yang ada di Selatan Terminal Giwangan, Yogyakarta.
Setelah beberapa kali mengitari areal miniatur jalan raya itu, Aditya mulai paham aturan yang harus ditaatinya di jalan raya. Begitu traffic light menyala merah, sontak penyandang tunagrahita ini berhenti sembari berteriak “masih merah!”. Aditya tak sendiri, dia datang bersama 46 teman-temannya untuk belajar tentang keselamatan berlalu lintas di Taman Lalu Lintas. Lokasi itu jadi sarana pembelajaran tertib lalu lintas karena didukung fasilitas yang kerap ditemui di jalan.
Misalnya saja, alat pemberi isyarat lampu lalu lintas (APILL), larangan melintas, jalan searah dan lainnya. Pembelajaran keselamatan berlalu lintas sejak dini menjadi penting bagi penyandang tunagrahita. Sebab, kecelakaan di jalanan bisa menimpa siapa saja termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Pembelajaran seperti ini tak hanya memberi manfaat bagi anak.
Tapi juga bagi penyedia fasilitas. Kepala Bidang Pengendalian Operasi dan Keselamatan Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta Sugeng Sanyoto mengaku, kunjungan anak berkebutuhan khusus (ABK) sekaligus berfungsi untuk menguji fasilitas Taman Lalu Lintas. “Dari kunjungan ini, kami akan mengetahui hal-hal apa saja yang harus ditingkatkan, sehingga Taman Lalu Lintas ini bisa diakses oleh siapa saja dengan mudah termasuk penyandang disabilitas,” kata Sugeng.
Di Taman Lalu Lintas, pengunjung akan diajarkan bagaimana cara yang tepat saat berkendara di jalan raya. Di antaranya menggunakan jalur yang benar dan selalu mematuhi rambu-rambu lalu lintas mengingat kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh unsur kesalahan manusia karena tidak menaati rambu lalu lintas. “Jika anak-anak sudah bisa mengerti sejak dini mengenai keselamatan berlalu lintas, harapannya bisa mengurangi angka kecelakaan di jalan,” katanya.
Dia menyebut pengenalan keselamatan berlalu lintas harus dimulai sejak dini, termasuk bagi ABK. Melalui pemahaman itu, setidaknya mereka bisa mengingatkan orang tua atau saudaranya yang sedang berkendara agar lebih berhati-hati. Divisi Inklusi Community Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (Sapda) Sutiyono mengklaim, masih banyak jalan di Kota Yogyakarta yang belum ramah bagi difabel.
Seperti jalan yang curam untuk akses keluar masuk bus Trans Jogja. Penyandang difabel juga kesulitan mendapatkan SIM, terutama bagi tunarungu. Di sisi lain, ia menyambut baik pelatihan keselamatan berlalu lintas bagi ABK. “Mereka harus tahu dan paham cara berlalu lintas dengan aman guna mengurangi risiko kecelakaan di jalan raya,” katanya.
Kendati begitu, ia berharap fasilitas di Taman Lalu Lintas terus ditingkatkan agar lebih menjamin keamanan anak berkebutuhan khusus. Peningkatan fasilitas bisa dilakukan dengan penambahan ram, kondisi jalan yang lebih landai, jalan dilengkapi guidance block, dan toilet yang bisa diakses oleh ABK.
Sodik
Setelah beberapa kali mengitari areal miniatur jalan raya itu, Aditya mulai paham aturan yang harus ditaatinya di jalan raya. Begitu traffic light menyala merah, sontak penyandang tunagrahita ini berhenti sembari berteriak “masih merah!”. Aditya tak sendiri, dia datang bersama 46 teman-temannya untuk belajar tentang keselamatan berlalu lintas di Taman Lalu Lintas. Lokasi itu jadi sarana pembelajaran tertib lalu lintas karena didukung fasilitas yang kerap ditemui di jalan.
Misalnya saja, alat pemberi isyarat lampu lalu lintas (APILL), larangan melintas, jalan searah dan lainnya. Pembelajaran keselamatan berlalu lintas sejak dini menjadi penting bagi penyandang tunagrahita. Sebab, kecelakaan di jalanan bisa menimpa siapa saja termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Pembelajaran seperti ini tak hanya memberi manfaat bagi anak.
Tapi juga bagi penyedia fasilitas. Kepala Bidang Pengendalian Operasi dan Keselamatan Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta Sugeng Sanyoto mengaku, kunjungan anak berkebutuhan khusus (ABK) sekaligus berfungsi untuk menguji fasilitas Taman Lalu Lintas. “Dari kunjungan ini, kami akan mengetahui hal-hal apa saja yang harus ditingkatkan, sehingga Taman Lalu Lintas ini bisa diakses oleh siapa saja dengan mudah termasuk penyandang disabilitas,” kata Sugeng.
Di Taman Lalu Lintas, pengunjung akan diajarkan bagaimana cara yang tepat saat berkendara di jalan raya. Di antaranya menggunakan jalur yang benar dan selalu mematuhi rambu-rambu lalu lintas mengingat kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh unsur kesalahan manusia karena tidak menaati rambu lalu lintas. “Jika anak-anak sudah bisa mengerti sejak dini mengenai keselamatan berlalu lintas, harapannya bisa mengurangi angka kecelakaan di jalan,” katanya.
Dia menyebut pengenalan keselamatan berlalu lintas harus dimulai sejak dini, termasuk bagi ABK. Melalui pemahaman itu, setidaknya mereka bisa mengingatkan orang tua atau saudaranya yang sedang berkendara agar lebih berhati-hati. Divisi Inklusi Community Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (Sapda) Sutiyono mengklaim, masih banyak jalan di Kota Yogyakarta yang belum ramah bagi difabel.
Seperti jalan yang curam untuk akses keluar masuk bus Trans Jogja. Penyandang difabel juga kesulitan mendapatkan SIM, terutama bagi tunarungu. Di sisi lain, ia menyambut baik pelatihan keselamatan berlalu lintas bagi ABK. “Mereka harus tahu dan paham cara berlalu lintas dengan aman guna mengurangi risiko kecelakaan di jalan raya,” katanya.
Kendati begitu, ia berharap fasilitas di Taman Lalu Lintas terus ditingkatkan agar lebih menjamin keamanan anak berkebutuhan khusus. Peningkatan fasilitas bisa dilakukan dengan penambahan ram, kondisi jalan yang lebih landai, jalan dilengkapi guidance block, dan toilet yang bisa diakses oleh ABK.
Sodik
(bhr)