Belasan Warga Garut Diduga Jadi Korban Perdagangan Manusia
A
A
A
GARUT - Sebanyak 16 warga Kabupaten Garut, Jawa Barat diduga menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking) di Bali. Sebanyak delapan di antaranya berhasil meloloskan diri dengan cara melompat dari atas kapal laut.
Sementara delapan orang lainnya saat ini masih tertahan dan belum bisa dihubungi pihak keluarga. Yanti, 35, salah seorang keluarga korban human trafficking asal Kampung Cibangban, Desa Mekarjaya, Kecamatan Karangpawitan mengaku sudah kehilangan komunikasi dengan suaminya selama 11 bulan.
Suaminya yang bernama Dadang Kurnia (40) berangkat pada 16 Mei 2014 bersama tujuh orang temannya melalui penyalur tenaga kerja yang bernama Ujang Jamhur.
Dari delapan orang yang berangkat bersama suaminya, kata Yanti, ada seorang anak di bawah umur yang dipaksa memalsukan usia dalam kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga. Menurut dia, perintah memalsukan dokumen itu dilakukan pihak yang saat itu mengaku sebagai penyalur tenaga kerja.
Dia mengaku masih bisa berkomunikasi saat suaminya baru bekerja selama tiga minggu di PT Bandar Nelayan. “Katanya di daerah Bali. Namun sejak saat itu hingga sekarang, saya benar-benar kehilangan komunikasi dengan suami. Ini membuat saya sangat khawatir," tutur Yanti, Jumat 27 Maret 2015.
Menurut Yanti, dalam pembicaraanya di telepon genggam saat itu, suaminya menjelaskan bahwa dia tertipu. Awalnya suaminya dijanjikan bekerja sebagai awak kapal bergaji Rp4 juta per bulan, namun ternyata hanya dibayar Rp25.000 per hari sebagai tukang pancing cumi.
Yanti menuturkan suaminya juga menceritakan ada 15 orang lainya yang merupakan warga Garut yang tengah dijual menjadi budak kapal ke wilayah Merauke dan Timor Leste.
Namun dari 16 orang termasuk Dadang, delapan orang di antaranya berhasil kabur setelah melompat dari kapal di tengah laut dan diselamatkan nelayan.
“Waktu masih bisa dikontak beberapa bulan lalu, suami saya bercerita delapan orang di antara mereka melarikan diri. Sementara suami saya merupakan orang yang masih tertahan," tuturnya.
Yanti mengaku sudah melapor ke Polres Garut dan Dinas Tenaga Kerja Garut terkait apa yang dialami suaminya.
Namun pihak terkait mengaku kesulitan mengungkap kasus ini.
"Kini saya tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan suami yang bahkan nasibnya pun saat ini saya tidak tahu seperti apa," ucapnya.
Kini Yanti bersama ke 15 keluarga korban human trafficking lainnya hanya bisa berharap kepolisian dan instansi terkait segera menemukan dan memulangkan keluarga mereka.
Yanti dan keluarga lainya tak bisa berbuat banyak lantaran terbentur kebutuhan ekonomi untuk mencari suaminya ke daerah Bali.
Sementara delapan orang lainnya saat ini masih tertahan dan belum bisa dihubungi pihak keluarga. Yanti, 35, salah seorang keluarga korban human trafficking asal Kampung Cibangban, Desa Mekarjaya, Kecamatan Karangpawitan mengaku sudah kehilangan komunikasi dengan suaminya selama 11 bulan.
Suaminya yang bernama Dadang Kurnia (40) berangkat pada 16 Mei 2014 bersama tujuh orang temannya melalui penyalur tenaga kerja yang bernama Ujang Jamhur.
Dari delapan orang yang berangkat bersama suaminya, kata Yanti, ada seorang anak di bawah umur yang dipaksa memalsukan usia dalam kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga. Menurut dia, perintah memalsukan dokumen itu dilakukan pihak yang saat itu mengaku sebagai penyalur tenaga kerja.
Dia mengaku masih bisa berkomunikasi saat suaminya baru bekerja selama tiga minggu di PT Bandar Nelayan. “Katanya di daerah Bali. Namun sejak saat itu hingga sekarang, saya benar-benar kehilangan komunikasi dengan suami. Ini membuat saya sangat khawatir," tutur Yanti, Jumat 27 Maret 2015.
Menurut Yanti, dalam pembicaraanya di telepon genggam saat itu, suaminya menjelaskan bahwa dia tertipu. Awalnya suaminya dijanjikan bekerja sebagai awak kapal bergaji Rp4 juta per bulan, namun ternyata hanya dibayar Rp25.000 per hari sebagai tukang pancing cumi.
Yanti menuturkan suaminya juga menceritakan ada 15 orang lainya yang merupakan warga Garut yang tengah dijual menjadi budak kapal ke wilayah Merauke dan Timor Leste.
Namun dari 16 orang termasuk Dadang, delapan orang di antaranya berhasil kabur setelah melompat dari kapal di tengah laut dan diselamatkan nelayan.
“Waktu masih bisa dikontak beberapa bulan lalu, suami saya bercerita delapan orang di antara mereka melarikan diri. Sementara suami saya merupakan orang yang masih tertahan," tuturnya.
Yanti mengaku sudah melapor ke Polres Garut dan Dinas Tenaga Kerja Garut terkait apa yang dialami suaminya.
Namun pihak terkait mengaku kesulitan mengungkap kasus ini.
"Kini saya tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan suami yang bahkan nasibnya pun saat ini saya tidak tahu seperti apa," ucapnya.
Kini Yanti bersama ke 15 keluarga korban human trafficking lainnya hanya bisa berharap kepolisian dan instansi terkait segera menemukan dan memulangkan keluarga mereka.
Yanti dan keluarga lainya tak bisa berbuat banyak lantaran terbentur kebutuhan ekonomi untuk mencari suaminya ke daerah Bali.
(dam)