Awalnya Hanya Berpikir Agar Lebah Tidak Punah
A
A
A
BANDUNG BARAT - Usahanya untuk melestarikan lingkungan beserta isinya, ternyata membawa manfaat besar bagi Koswara berserta masyarakat sekitarnya. Berkat Koswara, lebah yang awalnya diburu dan dimusnahkan, kini dibudidayakan.
Hasilnya, Koswara berhasil membawa masyarakat sekitar memiliki penghasilan tak kalah dengan pegawai kantoran. Kendati kini Koswara kini menginjak usia 37, sejak usia enam tahun dia sudah mengeluti dunia berburu lebah bersama keluarganya di hutan Maribaya. Hingga akhirnya, Koswara mulai belajar otodidak mengembangkan budidaya lebah. Menginjak dewasa Koswara sudah menjadi pemburu lebah, setelah melihat potensi lebah liar cukup tinggi.
Namun pada satu titik, Koswara menyadari jika hal itu terus dilakukan, koloni lebah akan habis. “Dapat sarang lebah dijual dan begitu seterusnya, jika terus seperti itu maka lebah yang ada akan punah,” ucapnya. Memasuki periode 2000-an, Koswara mulai menangkar setiap sarang lebah yang didapatnya hingga mencapai ratusan kotak. Lagi-lagi mendapat kendala ketika memasuki musim kemarau, hasil panen menurun begitu juga dengan kualitas madu yang dihasilkan.
“Saya dikomplain konsumen karena tidak bisa menjaga kualitas madu,” tuturnya. Namun demikian, Koswara tidak habis akal untuk mengatasi masalah tersebut. Mulai lah menjalin kerja sama dengan masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan, seperti warga Bukit Tunggul, Villa Paniisan Cipanengah, Desa Buniwangi, Desa Pagerwangi, Boscha Desa Gudangkahuripan, dan Desa Cibodas. Bila ada warga yang mendapatkan koloni lebah, dia datang dengan membawa kotak untuk lebah.
“Awalnya potensi lebah dipandang sebelah mata karena setiap ada sarang lebah dibakar, tapi terus saya lakukan pendekatan hingga saat ini sudah terdapat lima kelompok pembudidaya lebah,” urai Koswara. Dengan sistem bagi hasil yang adil dan manisnya hasil budidaya madu, kini setiap masyarakat yang menemukan koloni lebah langsung memberikan informasi dan minta untuk ditangkarkan. Sehingga mitra binaan Koswara kini jumlahnya puluhan orang dengan ratusan kotak lebah.
“Setiap bulan madu yang dihasilkan bisa mencapai 200 kilogram,” jelasnya. Dia mengaku, dengan membudidayakan lebah madu, pendapatan masyarakat meningkat. Sebagai contoh, warga Bukit Tunggul yang sehari-hari bekerja sebagai buruh perkebunan kina, setiap harinya mendapatkan gaji sebesar Rp24.000. Tapi setelah membudidayakan lebah madu, penghasilan per bulannya bisa mencapai Rp3,5 juta. “Setidaknya dengan membudidayakan lebah, mereka mendapatkan penghasilan tambahan yang melebihi penghasilan sehari-hari,” ucap Koswara.
Penghasilan cukup menggiurkan itu cukup beralasan, mengingat harga madu per kilogram untuk jenis serana dijual Rp300.000, jenis trigona Rp500.000 dan jenis dorsata Rp400.000. Sedangkan untuk reseller, madu serana dijual Rp225.000, trigona Rp350.000, dan dorsata Rp300.000. “Untuk madu jenis trigona hanya ditangkarkan di Maribaya saja,” ungkap Koswara. Selain memberikan dampak secara ekonomis, pembudidayaan lebah madu juga secara tidak langsung menjaga kawasan hutan tetap terlindungi.
Mengingat, program pemerintah terkait penghijauan dengan istilah, kadeleu, kaambeu, karasaakan tercapai. Kini, Koswara memiliki Toko Madu Maribaya, di Kampung Maribaya, Desa Langensari, Kecamatan Lembang. Konsumenpun tidak perlu dicari, mereka kini datang sendiri. Beberapanya dari Arab datang ke tokonya. Disamping itu, karena keberhasilannya membudidayakan lebah, Koswara sudah beberapa kali diundang menjadi pembicara kewirausahaan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Barat.
Raden Bagja Mulyana
Hasilnya, Koswara berhasil membawa masyarakat sekitar memiliki penghasilan tak kalah dengan pegawai kantoran. Kendati kini Koswara kini menginjak usia 37, sejak usia enam tahun dia sudah mengeluti dunia berburu lebah bersama keluarganya di hutan Maribaya. Hingga akhirnya, Koswara mulai belajar otodidak mengembangkan budidaya lebah. Menginjak dewasa Koswara sudah menjadi pemburu lebah, setelah melihat potensi lebah liar cukup tinggi.
Namun pada satu titik, Koswara menyadari jika hal itu terus dilakukan, koloni lebah akan habis. “Dapat sarang lebah dijual dan begitu seterusnya, jika terus seperti itu maka lebah yang ada akan punah,” ucapnya. Memasuki periode 2000-an, Koswara mulai menangkar setiap sarang lebah yang didapatnya hingga mencapai ratusan kotak. Lagi-lagi mendapat kendala ketika memasuki musim kemarau, hasil panen menurun begitu juga dengan kualitas madu yang dihasilkan.
“Saya dikomplain konsumen karena tidak bisa menjaga kualitas madu,” tuturnya. Namun demikian, Koswara tidak habis akal untuk mengatasi masalah tersebut. Mulai lah menjalin kerja sama dengan masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan, seperti warga Bukit Tunggul, Villa Paniisan Cipanengah, Desa Buniwangi, Desa Pagerwangi, Boscha Desa Gudangkahuripan, dan Desa Cibodas. Bila ada warga yang mendapatkan koloni lebah, dia datang dengan membawa kotak untuk lebah.
“Awalnya potensi lebah dipandang sebelah mata karena setiap ada sarang lebah dibakar, tapi terus saya lakukan pendekatan hingga saat ini sudah terdapat lima kelompok pembudidaya lebah,” urai Koswara. Dengan sistem bagi hasil yang adil dan manisnya hasil budidaya madu, kini setiap masyarakat yang menemukan koloni lebah langsung memberikan informasi dan minta untuk ditangkarkan. Sehingga mitra binaan Koswara kini jumlahnya puluhan orang dengan ratusan kotak lebah.
“Setiap bulan madu yang dihasilkan bisa mencapai 200 kilogram,” jelasnya. Dia mengaku, dengan membudidayakan lebah madu, pendapatan masyarakat meningkat. Sebagai contoh, warga Bukit Tunggul yang sehari-hari bekerja sebagai buruh perkebunan kina, setiap harinya mendapatkan gaji sebesar Rp24.000. Tapi setelah membudidayakan lebah madu, penghasilan per bulannya bisa mencapai Rp3,5 juta. “Setidaknya dengan membudidayakan lebah, mereka mendapatkan penghasilan tambahan yang melebihi penghasilan sehari-hari,” ucap Koswara.
Penghasilan cukup menggiurkan itu cukup beralasan, mengingat harga madu per kilogram untuk jenis serana dijual Rp300.000, jenis trigona Rp500.000 dan jenis dorsata Rp400.000. Sedangkan untuk reseller, madu serana dijual Rp225.000, trigona Rp350.000, dan dorsata Rp300.000. “Untuk madu jenis trigona hanya ditangkarkan di Maribaya saja,” ungkap Koswara. Selain memberikan dampak secara ekonomis, pembudidayaan lebah madu juga secara tidak langsung menjaga kawasan hutan tetap terlindungi.
Mengingat, program pemerintah terkait penghijauan dengan istilah, kadeleu, kaambeu, karasaakan tercapai. Kini, Koswara memiliki Toko Madu Maribaya, di Kampung Maribaya, Desa Langensari, Kecamatan Lembang. Konsumenpun tidak perlu dicari, mereka kini datang sendiri. Beberapanya dari Arab datang ke tokonya. Disamping itu, karena keberhasilannya membudidayakan lebah, Koswara sudah beberapa kali diundang menjadi pembicara kewirausahaan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Barat.
Raden Bagja Mulyana
(bhr)