Membangkitkan Kembali Eksistensi Teater Realis

Selasa, 24 Maret 2015 - 12:01 WIB
Membangkitkan Kembali Eksistensi Teater Realis
Membangkitkan Kembali Eksistensi Teater Realis
A A A
YOGYAKARTA - Suara kendaraan bus yang tergelincir ke dasar jurang terdengar begitu keras. Teriakan penumpang yang meminta tolong tiada kunjung berhenti.

Satu per satu mereka mulai panik, ribut, dan saling menyalahkan satu sama lain. Dalam peristiwa naas itu, seorang mahasiswa nampak begitu emosi dan menyalahkan sopir bus yang terluka parah. Akibat kejadian ini, dirinya tidak bisa menjalani ujian skripsi karena terjebak di dasar jurang.

Para penumpang lainnya pun berusaha menghalau dan menyadarkan sang pemuda bahwa musibah tersebut tentu saja menjadi bencana yang mesti dihadapi bersama mengingat semua penumpang juga dirugikan di sini. Sungguh menarik mengingat cerita yang disuguhkan dalam pementasan teater realis bertajuk Jurangtersebut tidak berbeda jauh dengan kenyataan yang ada.

Apalagi di dalamnya terkadang diselipkan tentang humor dan kehidupan manusia yang bermakna. Penonton pun terkesima dengan suguhan pertunjukan yang berlangsung selama 90 menit ini. Tim Sutradara Lakon Jurang, Agoestinus Budi Setiyanto atau yang akrab disapa dengan Agoes Kencrot menyampaikan, pementasan itu lebih menceritakan tentang kondisi yang juga terjadi di Indonesia saat ini.

Yakni kendaraan bus yang sebenarnya sudah tak laik jalan, namun tetap dipakai. Akibatnya terjadilah peristiwa naas tersebut. Melalui lakon ini pihaknya ingin mengajak masyarakat untuk merenung, saling toleransi, dan bersamasama menyelesaikan permasalahan yang ada.

Di sisi lain, lakon Jurangyang dibawakan oleh Teater Rondjeng bersama Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY ini juga sekaligus menjadi momentum untuk membangkitkan kembali keberadaan teater realis. Untuk diketahui, di era 1970–1980-an, teater realis pernah berjaya di Yogyakarta.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, keberadaan teater realis mulai goyah karena pengaruh teater modern konvensional yang dibawa oleh WS Rendra saat itu. Bahkan teater lebih menyoroti tentang potret realitas kehidupan sosial masyarakat itu sempat mati suri sepeninggal sang maestro teater realis Pedro Sujono pada 1997 lalu.

”Yang menarik, dalam pementasan kali ini, kami tidak hanya menggandeng pemain muda. Akan tetapi juga mengajak para senior yang sebagian hampir tak bersentuhan lagi dengan dunia teater,” ujar Agoes Kencrot kepada wartawan di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta (TBY) belum lama ini.

Sejumlah 16 pemain dari berbagai profesi dan jebolan teater di Yogyakarta, dengan usia dari 20 sampai 75 tahun pun turut menyemarakkan pementasan yang terbuka untuk umum ini. Di antaranya Tertib Suratmo, 75; Liek Suyanto, 72; Fajar Suharno, 70; Hasmi, 69; Bambang Darto, 65; Bambang Susiawan, 62; Heru Sambawa, 62; Tri Sudarsono, 57; Watie Wibowo, 56.

Kemudian ada juga Titik Renggani, Triyanto Hapsoro (Genthong), Hendy Setyo, Febriani, Anin, Mashodiq, dan Hanung Bramantyo. Dengan terlibatnya para pemain senior, lanjut dia, tidak hanya membuat teater realis eksis kembali. Akan tetapi sekaligus juga bisa menjadi ajang tukar pengalaman bagi para pemain muda yang berasal dari berbagai kelompok teater.

Salah satu pemain teater sekaligus sutradara ternama, Hanung Bramantyo mengatakan, dunia teater bukanlah hal baru bagi sutradara sineas ini. Menurutnya dengan melakoni profesi itu, dirinya mesti memahami profesi lain dan banyak menggali ilmu secara multidisipliner. Sebab dengan memahami dunia teater, dia pun berasumsi bisa membuat karya sineas lebih baik.

Mengingat dunia teater erat kaitannya dengan dunia film. Sementara itu, Kepala Disbud DIY Umar Priyono mengatakan, keberadaan teater realis itu juga menjadi langkah pertama setelah 45 tahun lalu teater ini memberikan warna bagi Yogyakarta.

Selain itu juga menghidupkan kembali nilai positif tatanan masyarakat serta memajukan kebudayaan DIY. Menurutnya, pementasan tersebut bisa menjadi satu unsur yang bisa saling mengisi dan melengkapi kehidupan masyarakat.

Lakon Jurangyang merupakan ide cerita dari Agus Leyloor sendiri lebih bercerita tentang sejumlah penumpang yang terjebak setelah bus jurusan Jakarta mengalami kecelakaan terjun ke jurang. Sejumlah konflik pun mulai bermunculan ketika di dasar jurang. Apalagi korban belum mendapatkan pertolongan selama dua hari.

Siti Estuningsih
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3099 seconds (0.1#10.140)