5 Saksi Kompak Bela Yance
A
A
A
BANDUNG - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU Sumuradem, Kabupaten Indramayu dengan terdakwa mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung kemarin.
Kali ini sidang menghadirkan lima orang saksi yang semuanya kompak membantah Yance menerima imbalan dari tahap pembebasan lahan senilai Rp42 miliar tersebut. Mereka adalah, mantan Plt Dirut PT PLN Juanda Ibrahim, mantan Sekretaris Percepatan PT PLN Hudaya, pensiunan pegawai PT PLN Yusuf Sutoro, mantan Staf Tim Percepatan PT PLN, Sari Febrina, dan PNS di Pemkab Indramayu yang juga mantan Sekretaris Panitia Pengadaan Lahan (P2T), Dadi Haryadi.
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Marudut Bakara SH ini persidangan dibagi kepada dua sesi. Empat saksi dari PT PLN dihadirkan lebih dulu. Sedangkan saksi Dadi Haryadi akan dimintai keterangannya pada sesi kedua.
Dalam persidangan, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PLN Juanda Ibrahim mengaku tidak pernah memberikan imbalan apapun kepada P2T yang saat itu diketuai Yance, yang juga menjabat Bupati Indramayu terkait pembebasan lahan untuk PLTU.
“Tidak ada keuntungan apapun yang diberikan oleh PLN kepada P2T. Tidak pernah ada,” tukas Juanda saat ditanya JPU soal keuntungan apa yang diberikan PT PLN terhadap terdak wa. Hal senada dikatakan saksi Hudaya yang mengaku selama ikut membahas soal ganti rugi tanah, sama sekali tidak pernah melihat terdakwa ikut hadir.
Sementara itu, saksi Yusuf Suntoro mengaku proses pembangunan PLTU sebagian besar memang dilakukan oleh PLN. Bahkan dilakukan percepatan agar proyek yang dilakukan memberikan manfaat dan efisiensi pengeluaran biaya. Penasihat hukum terdakwa kemudian bertanya kepada saksi Yusuf apakah pernah memberikan sesuatu imbalan kepada terdakwa. Saksi mengaku tidak pernah.
Termasuk saat ditanya soal pemberian imbalan kepada Ketua P2T pascaproses pembebasan dan pemberian ganti rugi selesai dilakukan. “Apakah saudara merasa sukses sehingga memberikan sesuatu kepada terdakwa?” tanya penasehat hukum. Atas pertanyaan itu, Yusuf pun secara tegas menyatakan tidak. “Tidak ada. Tidak pernah ada Pak,” jawabnya.
Saksi lainnya, Sari Febrina dicecar pertanyaan seputar gan ti rugi yang cukup besar. Menurut Sari, harga yang di bayarkan merupakan kesepakatan antara PLN dengan warga. Sari menyebut, warga menginginkan harga tinggi karena mereka beralasan lahan yang akan dibebaskan merupakan sawah dan menjadi sumber pen caharian warga.
“Alasannya karena itu lahan sawah warga. Itu jadi sumber penghasilan. Jadi warga juga ingin mendapatkan penghasilan tinggi,” kata Sari. “Apakah harga yang di sepakati itu juga karena sebelum ada pembebasan oleh Pertamina?” tanya penasihat hukum kembali bertanya. “Itu salah satu faktor juga, Pak,” ujar Sari.
Setelah mendengar keterangan dari para saksi, majelis hakim pun menunda sidang hingga Senin (30/3) mendatang dengan agenda masih pemeriksaan saksi.
Iwa ahmad sugriwa
Kali ini sidang menghadirkan lima orang saksi yang semuanya kompak membantah Yance menerima imbalan dari tahap pembebasan lahan senilai Rp42 miliar tersebut. Mereka adalah, mantan Plt Dirut PT PLN Juanda Ibrahim, mantan Sekretaris Percepatan PT PLN Hudaya, pensiunan pegawai PT PLN Yusuf Sutoro, mantan Staf Tim Percepatan PT PLN, Sari Febrina, dan PNS di Pemkab Indramayu yang juga mantan Sekretaris Panitia Pengadaan Lahan (P2T), Dadi Haryadi.
Pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Marudut Bakara SH ini persidangan dibagi kepada dua sesi. Empat saksi dari PT PLN dihadirkan lebih dulu. Sedangkan saksi Dadi Haryadi akan dimintai keterangannya pada sesi kedua.
Dalam persidangan, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Dirut PLN Juanda Ibrahim mengaku tidak pernah memberikan imbalan apapun kepada P2T yang saat itu diketuai Yance, yang juga menjabat Bupati Indramayu terkait pembebasan lahan untuk PLTU.
“Tidak ada keuntungan apapun yang diberikan oleh PLN kepada P2T. Tidak pernah ada,” tukas Juanda saat ditanya JPU soal keuntungan apa yang diberikan PT PLN terhadap terdak wa. Hal senada dikatakan saksi Hudaya yang mengaku selama ikut membahas soal ganti rugi tanah, sama sekali tidak pernah melihat terdakwa ikut hadir.
Sementara itu, saksi Yusuf Suntoro mengaku proses pembangunan PLTU sebagian besar memang dilakukan oleh PLN. Bahkan dilakukan percepatan agar proyek yang dilakukan memberikan manfaat dan efisiensi pengeluaran biaya. Penasihat hukum terdakwa kemudian bertanya kepada saksi Yusuf apakah pernah memberikan sesuatu imbalan kepada terdakwa. Saksi mengaku tidak pernah.
Termasuk saat ditanya soal pemberian imbalan kepada Ketua P2T pascaproses pembebasan dan pemberian ganti rugi selesai dilakukan. “Apakah saudara merasa sukses sehingga memberikan sesuatu kepada terdakwa?” tanya penasehat hukum. Atas pertanyaan itu, Yusuf pun secara tegas menyatakan tidak. “Tidak ada. Tidak pernah ada Pak,” jawabnya.
Saksi lainnya, Sari Febrina dicecar pertanyaan seputar gan ti rugi yang cukup besar. Menurut Sari, harga yang di bayarkan merupakan kesepakatan antara PLN dengan warga. Sari menyebut, warga menginginkan harga tinggi karena mereka beralasan lahan yang akan dibebaskan merupakan sawah dan menjadi sumber pen caharian warga.
“Alasannya karena itu lahan sawah warga. Itu jadi sumber penghasilan. Jadi warga juga ingin mendapatkan penghasilan tinggi,” kata Sari. “Apakah harga yang di sepakati itu juga karena sebelum ada pembebasan oleh Pertamina?” tanya penasihat hukum kembali bertanya. “Itu salah satu faktor juga, Pak,” ujar Sari.
Setelah mendengar keterangan dari para saksi, majelis hakim pun menunda sidang hingga Senin (30/3) mendatang dengan agenda masih pemeriksaan saksi.
Iwa ahmad sugriwa
(ftr)