Hidup Harmonis,Buang Sifat Buruk
A
A
A
PALEMBANG - Ribuan umat Hindu mengikuti upacara Mecaru dan Tawur Agung Kesanga, untuk menyambut Hari Raya Nyepi, kemarin.
Upacara tersebut dimaknai membayar atau mengembalikan apa yang diberikan alam, dengan kembali mengharmoniskan unsur– unsur alam atau membuang sifat buruk. Di Palembang, upacara tersebut di gelar di Pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang.
“Kenapa ada banjir, tanah longsor, hutan gundul? Itu karena umat banyak mengambil (dari) alam dengan jumlah tidak seimbang. Untuk perlindungan diri, umat mesti mengembalikannya dengan kegiatan spiritual Tawur dan melakukan aktivitas nyata dengan penanaman kembali serta tidak merusak lingkungan,” ujar Ida Pedande Anom Singersa, Rohaniawan yang memimpin upacara itu di BKB Palembang, kemarin.
Upacara itu menghadirkan parade dua ogoh–ogoh yang merupakan perwujudan Bhutakala atau raksasa dengan penampilan muka dan badan menyeramkan. Parade ogoh–ogoh ini menyedot perhatian warga dan wisatawan. Tidak sedikit yang memadati pinggiran BKB dan memotret arak-arakan tersebut. Sekretaris Walaka PHDI Sumsel Made Toya mengatakan, parade ogoh-ogoh sebenarnya hanya menambah semarak kegiatan upacara Mecaru atau Tawur.
Ogoh-ogoh sendiri bukan menjadi persyaratan dari pelaksanaan upacara. Namun demikian, sejak 1980 di Bali parade budaya ini dihadirkan sebagai bentuk apresiasi hasil karya seni para pemuda. Dia menjelaskan, dari segi bentuk ogoh-ogoh itu makhluk tinggi besar dengan penampilan muka dan badan yang menyeramkan, merupakan perwujudan Bhutakala atau raksasa. Untuk upacara kali ini, pihaknya menghadirkan dua ogoh-ogoh yang masing-masing diberi nama Celuluk dan Rangde.
“Disebut ogoh-ogoh karena sewaktu diusung dalam berkeliling, boneka itu digoyang-goyang kan ke kiri, ke kanan, dan ke depan sehingga terlihat bergerak. Di akhir kegiatan, ogoh-ogoh dibakar,” jelas Made. Setelah semuanya selesai, umat Hindu akan melanjutkan prosesi sembahyang bersama di Pura. Dari urutan kegiatan tersebut, semua umat memohon anugerah berupa perlindungan dan tuntunan agar pelaksanaan Nyepi dengan Catur Brata Penyepian.
“Dengan dibakarnya ogoh-ogoh tersebut, maka timbul aura positif, yang dapat membuat tenang keadaan, sehingga dapat menciptakan suasana aman, damai dan tentram,” tandasnya. Sementara di Martapura, OKU Timur, belasan ribu umat Hindu juga melakukan perayaan persiapan menyambut hari raya Nyepi di seluruh Pura di kabupaten yang lebih dikenal sebagai daerah lumbung pangan.
“Menyambut hari raya Nyepi dan tahun baru Saka 1937, kami umat Hindu akan melaksanakan berbagai kegiatan hari ini Tawur Kesanga, besok Nyepi, dan Minggu kita juga akan melakukan Napak Geni,” jelas penyelenggara Perayaan Nyepi di OKU Timur, I Wayan Sumitria.
Sementara, perayaan Nyepi yang dilaksanakan hari ini mulai pukul 06.00 WIB hingga Minggu (21/3) besok pukul 06.00 WIB. “Pada hari Nyepi itu seluruh umat Hindu di OKU Timur diwajibkan Catur Berata, yang didalamnya ada empat larangan yang harus ditaati selama proses Nyepi berlangsung,” jelasnya.
Adapun empat larangan, yakni Amati Geti, dilarang menyalakan api dan tidak mengobarkan hawa nafsu; Amati Karya tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, namun lebih meningkat kan kesucian rohani; Amati Lelungan tidak bepergian melainkan harus merenungkan diri tentang segala sesuatu apa yang dilakukan; dan Amati Lelangunan tidak mengobarkan kesenangan, tetapi meningkatkan dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Dalam perayaan Nyepi ini umat Hindu berharap pada 2015 OKU Timur menjadi aman, tentram, dan juga damai. Sekarang kondisi OKU Timur sudah memenuhi unsur ketiga unsur, namun harus lebih ditingkatkan,” imbuhnya. Sementara di OKI, arakan ogoh – ogoh yang menjadi simbol raksasa jahat digelar umat Hindu di Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya. Ini merupakan tradisi bagi warga keturunan Bali yang beragama Hindu di Kabupaten OKI melakukan Pengrupukan atau disebut arakan ogoh-ogoh.
“Arak-arakan patung ogoh-ogoh ini adalah salah satu rangkaian hari raya Nyepi, setelah beberapa rangkaian yang Nyepi yang sudah dimulai sejak Kamis kemarin,” ujar Sekdes Lubuk Seberuk, Nyoman Mudita. Rangkaian Nyepi yang su dah dilaksanakan berupa Melasti atau penyucian lahir batin di aliran air di belakang Pure. “Hari ini melakukan buteyatnya, Tawur Agung Kesange, buana alat dan buana agung, kemudian sekitar pukul 15.00 WIB melakukan sembahyang,” jelasnya.
Setelah sembahyang, dilanjutkan dengan arak-arakan patung ogoh-ogoh dimulai dari sim pang pasar Lubuk Seberuk menuju Desa Perbatasan Tugu Agung melewati Jalintim, sebelum patung tersebut dibakar. Menurut mantan Sekretaris Majelis Parisade Hindu Dharma OKI, I Ketut Sukre, upacara pengerupukan sekaligus mengarak patung ogoh-ogoh dengan cara menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
“Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar sambil mengarak ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang di arak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar,” jelasnya.
Anggota DPRD OKI Made Indrawan menambahkan, setelah selama 24 jam melakukan nyepi atau berpuasa, pada hari selanjutnya umat Hindu melakukan Ngembageni atau berbuka puasa dengan dilanjutkan bersilaturahmi atau saling kunjung mengunjungi dari rumah ke rumah dalam rangka saling maaf-memaafkan. “Momen inilah, kita bersilaturahmi, saling mengunjungi dan bermaaf-maafan,” ujarnya.
Presiden Ajak Umat Hayati Nilai Luhur Hindu
Sementara itu, saat menghadiri upacara Tawur Agung Kesanga untuk menyambut hari raya Nyepi di Kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta, kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak kepada seluruh umat Hindu di Tanah Air untuk bisa menghayati nilai-nilai luhur Hindu.
“Saya mengajak kepada umat Hindu agar menghayati nilai luhur Hindu, semangat kebersamaan, gotong royong, persatuan dalam keberagaman Indonesia,” katanya. Dia juga berharap, umat Hindu akan mendapatkan kedamaian, kebahagiaan, serta kesejahteraan. Upacara Tawur Agung Kesanga. Menurutnya juga sebagai sarana untuk melakukan instrospeksi diri atau evaluasi diri dalam membersihkan jiwa dari segala hal yang tidak baik.
“Dalam menciptakan kedamaian, ketenteraman, dan harmoni tentu tidak datang dengan sendirinya. Tetapi harus dihadirkan. Dengan meningkatkan diri, dalam membangun hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungannya,” tuturnya. Hari Nyepi, lanjut Jokowi, merupakan kesempatan untuk membangun hubungan yang har monis antara sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
Untuk itu, dia meminta umat Hindu untuk melanjutkan pengabdian terbaik untuk negara dan diharapkan dapat bahu-membahu untuk membangun Indonesia yang maju sejahtera dan bermartabat. Dalam kunjungannya kemarin, Presiden Jokowi di dampi ngi oleh Ibu Negara Iriana serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno beserta istri.
Hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko serta Wakil Ketua DPD GKR Hemas yang juga permaisuri Sri Sultan HB X. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, upacara Tawur Agung ini juga dihadirkan beberapa ogoh-ogoh.
Selanjutnya, ogoh-ogoh diarak ke beberapa titik, salah satunya pusat Kota Yogyakarta, Malioboro. Hari ini, dalam rangkaian perayaan hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1937 ini, umat Hindu menyucikan diri dengan melakukan Catur Brata Penyepian. Yakni menghentikan aktivitas yang berkaitan dengan Eka Dasa Indria sehingga jasmani dan rohani dikendalikan kegiatannya selama 24 jam.
Hal ini mengajarkan bahwa pada suatu waktu manusia perlu menoleh ke dalam diri sendiri, mendengar bisikan pribadi yang jujur, dan murni bersih. Dengan jalan itu diharapkan umat menjadi lebih arif dan lebih bijak. “Juga agar sekaligus memperoleh kekuatan baru dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks masa kini dan yang akan datang,” kata Ketua Parasida Hindu Dharma Indonesia (PHDI) DIY, Ida Bagus Agung.
Yulia s/ m rohali/ dadang d/ ridho hidayat/ant
Upacara tersebut dimaknai membayar atau mengembalikan apa yang diberikan alam, dengan kembali mengharmoniskan unsur– unsur alam atau membuang sifat buruk. Di Palembang, upacara tersebut di gelar di Pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang.
“Kenapa ada banjir, tanah longsor, hutan gundul? Itu karena umat banyak mengambil (dari) alam dengan jumlah tidak seimbang. Untuk perlindungan diri, umat mesti mengembalikannya dengan kegiatan spiritual Tawur dan melakukan aktivitas nyata dengan penanaman kembali serta tidak merusak lingkungan,” ujar Ida Pedande Anom Singersa, Rohaniawan yang memimpin upacara itu di BKB Palembang, kemarin.
Upacara itu menghadirkan parade dua ogoh–ogoh yang merupakan perwujudan Bhutakala atau raksasa dengan penampilan muka dan badan menyeramkan. Parade ogoh–ogoh ini menyedot perhatian warga dan wisatawan. Tidak sedikit yang memadati pinggiran BKB dan memotret arak-arakan tersebut. Sekretaris Walaka PHDI Sumsel Made Toya mengatakan, parade ogoh-ogoh sebenarnya hanya menambah semarak kegiatan upacara Mecaru atau Tawur.
Ogoh-ogoh sendiri bukan menjadi persyaratan dari pelaksanaan upacara. Namun demikian, sejak 1980 di Bali parade budaya ini dihadirkan sebagai bentuk apresiasi hasil karya seni para pemuda. Dia menjelaskan, dari segi bentuk ogoh-ogoh itu makhluk tinggi besar dengan penampilan muka dan badan yang menyeramkan, merupakan perwujudan Bhutakala atau raksasa. Untuk upacara kali ini, pihaknya menghadirkan dua ogoh-ogoh yang masing-masing diberi nama Celuluk dan Rangde.
“Disebut ogoh-ogoh karena sewaktu diusung dalam berkeliling, boneka itu digoyang-goyang kan ke kiri, ke kanan, dan ke depan sehingga terlihat bergerak. Di akhir kegiatan, ogoh-ogoh dibakar,” jelas Made. Setelah semuanya selesai, umat Hindu akan melanjutkan prosesi sembahyang bersama di Pura. Dari urutan kegiatan tersebut, semua umat memohon anugerah berupa perlindungan dan tuntunan agar pelaksanaan Nyepi dengan Catur Brata Penyepian.
“Dengan dibakarnya ogoh-ogoh tersebut, maka timbul aura positif, yang dapat membuat tenang keadaan, sehingga dapat menciptakan suasana aman, damai dan tentram,” tandasnya. Sementara di Martapura, OKU Timur, belasan ribu umat Hindu juga melakukan perayaan persiapan menyambut hari raya Nyepi di seluruh Pura di kabupaten yang lebih dikenal sebagai daerah lumbung pangan.
“Menyambut hari raya Nyepi dan tahun baru Saka 1937, kami umat Hindu akan melaksanakan berbagai kegiatan hari ini Tawur Kesanga, besok Nyepi, dan Minggu kita juga akan melakukan Napak Geni,” jelas penyelenggara Perayaan Nyepi di OKU Timur, I Wayan Sumitria.
Sementara, perayaan Nyepi yang dilaksanakan hari ini mulai pukul 06.00 WIB hingga Minggu (21/3) besok pukul 06.00 WIB. “Pada hari Nyepi itu seluruh umat Hindu di OKU Timur diwajibkan Catur Berata, yang didalamnya ada empat larangan yang harus ditaati selama proses Nyepi berlangsung,” jelasnya.
Adapun empat larangan, yakni Amati Geti, dilarang menyalakan api dan tidak mengobarkan hawa nafsu; Amati Karya tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, namun lebih meningkat kan kesucian rohani; Amati Lelungan tidak bepergian melainkan harus merenungkan diri tentang segala sesuatu apa yang dilakukan; dan Amati Lelangunan tidak mengobarkan kesenangan, tetapi meningkatkan dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
“Dalam perayaan Nyepi ini umat Hindu berharap pada 2015 OKU Timur menjadi aman, tentram, dan juga damai. Sekarang kondisi OKU Timur sudah memenuhi unsur ketiga unsur, namun harus lebih ditingkatkan,” imbuhnya. Sementara di OKI, arakan ogoh – ogoh yang menjadi simbol raksasa jahat digelar umat Hindu di Desa Lubuk Seberuk, Kecamatan Lempuing Jaya. Ini merupakan tradisi bagi warga keturunan Bali yang beragama Hindu di Kabupaten OKI melakukan Pengrupukan atau disebut arakan ogoh-ogoh.
“Arak-arakan patung ogoh-ogoh ini adalah salah satu rangkaian hari raya Nyepi, setelah beberapa rangkaian yang Nyepi yang sudah dimulai sejak Kamis kemarin,” ujar Sekdes Lubuk Seberuk, Nyoman Mudita. Rangkaian Nyepi yang su dah dilaksanakan berupa Melasti atau penyucian lahir batin di aliran air di belakang Pure. “Hari ini melakukan buteyatnya, Tawur Agung Kesange, buana alat dan buana agung, kemudian sekitar pukul 15.00 WIB melakukan sembahyang,” jelasnya.
Setelah sembahyang, dilanjutkan dengan arak-arakan patung ogoh-ogoh dimulai dari sim pang pasar Lubuk Seberuk menuju Desa Perbatasan Tugu Agung melewati Jalintim, sebelum patung tersebut dibakar. Menurut mantan Sekretaris Majelis Parisade Hindu Dharma OKI, I Ketut Sukre, upacara pengerupukan sekaligus mengarak patung ogoh-ogoh dengan cara menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.
“Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar sambil mengarak ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang di arak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar,” jelasnya.
Anggota DPRD OKI Made Indrawan menambahkan, setelah selama 24 jam melakukan nyepi atau berpuasa, pada hari selanjutnya umat Hindu melakukan Ngembageni atau berbuka puasa dengan dilanjutkan bersilaturahmi atau saling kunjung mengunjungi dari rumah ke rumah dalam rangka saling maaf-memaafkan. “Momen inilah, kita bersilaturahmi, saling mengunjungi dan bermaaf-maafan,” ujarnya.
Presiden Ajak Umat Hayati Nilai Luhur Hindu
Sementara itu, saat menghadiri upacara Tawur Agung Kesanga untuk menyambut hari raya Nyepi di Kompleks Candi Prambanan, Yogyakarta, kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak kepada seluruh umat Hindu di Tanah Air untuk bisa menghayati nilai-nilai luhur Hindu.
“Saya mengajak kepada umat Hindu agar menghayati nilai luhur Hindu, semangat kebersamaan, gotong royong, persatuan dalam keberagaman Indonesia,” katanya. Dia juga berharap, umat Hindu akan mendapatkan kedamaian, kebahagiaan, serta kesejahteraan. Upacara Tawur Agung Kesanga. Menurutnya juga sebagai sarana untuk melakukan instrospeksi diri atau evaluasi diri dalam membersihkan jiwa dari segala hal yang tidak baik.
“Dalam menciptakan kedamaian, ketenteraman, dan harmoni tentu tidak datang dengan sendirinya. Tetapi harus dihadirkan. Dengan meningkatkan diri, dalam membangun hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan lingkungannya,” tuturnya. Hari Nyepi, lanjut Jokowi, merupakan kesempatan untuk membangun hubungan yang har monis antara sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
Untuk itu, dia meminta umat Hindu untuk melanjutkan pengabdian terbaik untuk negara dan diharapkan dapat bahu-membahu untuk membangun Indonesia yang maju sejahtera dan bermartabat. Dalam kunjungannya kemarin, Presiden Jokowi di dampi ngi oleh Ibu Negara Iriana serta Menteri Sekretaris Negara Pratikno beserta istri.
Hadir dalam kesempatan tersebut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko serta Wakil Ketua DPD GKR Hemas yang juga permaisuri Sri Sultan HB X. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, upacara Tawur Agung ini juga dihadirkan beberapa ogoh-ogoh.
Selanjutnya, ogoh-ogoh diarak ke beberapa titik, salah satunya pusat Kota Yogyakarta, Malioboro. Hari ini, dalam rangkaian perayaan hari raya Nyepi Tahun Baru Saka 1937 ini, umat Hindu menyucikan diri dengan melakukan Catur Brata Penyepian. Yakni menghentikan aktivitas yang berkaitan dengan Eka Dasa Indria sehingga jasmani dan rohani dikendalikan kegiatannya selama 24 jam.
Hal ini mengajarkan bahwa pada suatu waktu manusia perlu menoleh ke dalam diri sendiri, mendengar bisikan pribadi yang jujur, dan murni bersih. Dengan jalan itu diharapkan umat menjadi lebih arif dan lebih bijak. “Juga agar sekaligus memperoleh kekuatan baru dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin kompleks masa kini dan yang akan datang,” kata Ketua Parasida Hindu Dharma Indonesia (PHDI) DIY, Ida Bagus Agung.
Yulia s/ m rohali/ dadang d/ ridho hidayat/ant
(bhr)