KAI Ambil Alih Gedong Kuning
A
A
A
UNGARAN - Bangunan bersejarah, Gedong Kuning yang terletak di Jalan Gatot Soebroto resmi menjadi milik PT Kereta Api Indonesia (KAI). TNI AD, dalam hal ini Kodam IV/ Diponegoro telah melepaskan aset berupa lahan beserta bangunan era penjajahan Belanda tersebut kepada badan usaha milik negara (BUMN) penyedia jasa angkutan kereta api ini.
“Kodam sudah menyerahkan aset Gedong Kuning kepada PT KAI dan saat ini tengah proses pengajuan legalitas atas kepemilikan lahan tersebut,” kata Manajer Humas PT KAI Daop IV Semarang, Suprapto kemarin. Suprapto menjelaskan legalitas tanah tempat berdiri bangunan Gedong Kuning masih berupa eigendom verponding atau sertifikat hak milik yang dikeluarkan Pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia.
Eigendom tersebut oleh Kementerian Keuangan sudah dimasukkan dalam penyertaan modal negara (PMN) sebagai aset PT KAI. “Saat ini sudah keluar peta bidang tanah. Kemudian nanti akan terbit sertifikat hak pakai atau (SHP). Berapa lama bisa menjadi SHP, itu ranah dari instansi terkait, karena prosesnya bukan di KAI,” ucapnya. Menurut Suprapto, kondisi bangunan Gedong Kuning yang termakan usia memang butuh penanganan segera.
Tarik ulur kepemilikan yang terjadi sebelumnya menjadi salah satu kendala melakukan perbaikan. Setelah beralih kepemilikan, KAI sudah berencana akan melakukan revitalisasi atas bangunan yang ada. Namun karena keterbatasan anggaran, revitalisasi bangunan belum bisa dilakukan tahun ini. “Bangunan Lawang Sewu menghabiskan Rp8 miliar, juga Museum KA Ambarawa yang juga sekitar Rp8 miliar.
Belum lagi gedung SCS di Tegal yang menelan miliaran rupiah dan segera diresmikan penggunaannya. Tentu kami belum bisa melakukan revitalisasi Gedong Kuning saat ini,” ucapnya. Berkaca dari pengalaman revitalisasi bangunan bersejarah sebelumnya, perbaikan gedung tersebut diprediksi akan menelan dana yang tidak sedikit.
Terlebih dalam proses revitalisasi, KAI harus melakukan studi banding dan melibatkan tenaga ahli dari kalangan akademisi agar bangunan yang direnovasi atau diperbaiki bisa mendekati bentuk aslinya. Hal ini mengacu pada UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya, bangunan cagar budaya tidak boleh direnovasi sembarangan atau mengubah bentuk aslinya. “Kalau ada pihak lain yang bisa mendanai, kami senang hati.
Bentuk kerja samanya seperti apa, tergantung MoU-nya karena di dalamnya dijabarkan bentuk-bentuk kerja samanya. Seperti di revitalisasi Lawang Sewu, kami kerja sama dengan lembaga permuseuman Belanda,” kata Suprapto. Suprapto berharap seiring proses legalitas kepemilikan berjalan, rencana revitalisasi Gedong Kuning juga bisa dilakukan pada 2016.
“Rencana untuk apa bangunan tersebut, kami utamakan dulu revitalisasinya. Nanti bisa difungsikan sebagai wisata cagar budaya, benda seni atau difungsikan lainnya terkait dengan KAI,” ucapnya. Budiarto, 55, warga Genuk, Ungaran berharap upaya penyelamatan aset sejarah ini bisa dilakukan secepatnya.
Sebab, kondisi bangunan Gedong Kuning saat ini memprihatinkan, nyaris roboh karena usia bangunan dan faktor cuaca. “Sangat sayang jika akhirnya roboh karena tak terawat. Jika memang hendak diperbaiki, dikembalikan bentuk semula, itu sangat bagus. Nanti bisa jadi tempat jujugan wisata bagi masyarakat Ungaran dan sekitarnya,” kata dia.
Agus joko
“Kodam sudah menyerahkan aset Gedong Kuning kepada PT KAI dan saat ini tengah proses pengajuan legalitas atas kepemilikan lahan tersebut,” kata Manajer Humas PT KAI Daop IV Semarang, Suprapto kemarin. Suprapto menjelaskan legalitas tanah tempat berdiri bangunan Gedong Kuning masih berupa eigendom verponding atau sertifikat hak milik yang dikeluarkan Pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia.
Eigendom tersebut oleh Kementerian Keuangan sudah dimasukkan dalam penyertaan modal negara (PMN) sebagai aset PT KAI. “Saat ini sudah keluar peta bidang tanah. Kemudian nanti akan terbit sertifikat hak pakai atau (SHP). Berapa lama bisa menjadi SHP, itu ranah dari instansi terkait, karena prosesnya bukan di KAI,” ucapnya. Menurut Suprapto, kondisi bangunan Gedong Kuning yang termakan usia memang butuh penanganan segera.
Tarik ulur kepemilikan yang terjadi sebelumnya menjadi salah satu kendala melakukan perbaikan. Setelah beralih kepemilikan, KAI sudah berencana akan melakukan revitalisasi atas bangunan yang ada. Namun karena keterbatasan anggaran, revitalisasi bangunan belum bisa dilakukan tahun ini. “Bangunan Lawang Sewu menghabiskan Rp8 miliar, juga Museum KA Ambarawa yang juga sekitar Rp8 miliar.
Belum lagi gedung SCS di Tegal yang menelan miliaran rupiah dan segera diresmikan penggunaannya. Tentu kami belum bisa melakukan revitalisasi Gedong Kuning saat ini,” ucapnya. Berkaca dari pengalaman revitalisasi bangunan bersejarah sebelumnya, perbaikan gedung tersebut diprediksi akan menelan dana yang tidak sedikit.
Terlebih dalam proses revitalisasi, KAI harus melakukan studi banding dan melibatkan tenaga ahli dari kalangan akademisi agar bangunan yang direnovasi atau diperbaiki bisa mendekati bentuk aslinya. Hal ini mengacu pada UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya, bangunan cagar budaya tidak boleh direnovasi sembarangan atau mengubah bentuk aslinya. “Kalau ada pihak lain yang bisa mendanai, kami senang hati.
Bentuk kerja samanya seperti apa, tergantung MoU-nya karena di dalamnya dijabarkan bentuk-bentuk kerja samanya. Seperti di revitalisasi Lawang Sewu, kami kerja sama dengan lembaga permuseuman Belanda,” kata Suprapto. Suprapto berharap seiring proses legalitas kepemilikan berjalan, rencana revitalisasi Gedong Kuning juga bisa dilakukan pada 2016.
“Rencana untuk apa bangunan tersebut, kami utamakan dulu revitalisasinya. Nanti bisa difungsikan sebagai wisata cagar budaya, benda seni atau difungsikan lainnya terkait dengan KAI,” ucapnya. Budiarto, 55, warga Genuk, Ungaran berharap upaya penyelamatan aset sejarah ini bisa dilakukan secepatnya.
Sebab, kondisi bangunan Gedong Kuning saat ini memprihatinkan, nyaris roboh karena usia bangunan dan faktor cuaca. “Sangat sayang jika akhirnya roboh karena tak terawat. Jika memang hendak diperbaiki, dikembalikan bentuk semula, itu sangat bagus. Nanti bisa jadi tempat jujugan wisata bagi masyarakat Ungaran dan sekitarnya,” kata dia.
Agus joko
(bbg)