Bukti Pajak Diusulkan Jadi Prasyarat Nikah
A
A
A
KULONPROGO - Bupati Kulon progo Hasto Wardoyo berharap ada inovasi teknologi dalam pungutan pajak. Inovasi penting agar pembayaran pajak lebih simpel dan tidak membebani masyarakat. Misalnya dengan program penarikan pajak secara elektronik seperti e-PBB.
“Mungkin membayar pajak itu (bisa) semudah membeli pulsa ponsel atau listrik,” ujar Hasto pada penyampaian Pekan Panutan Pajak di rumah dinas bupati, kemarin. E-PBB sebenarnya pernah didiskusikan dengan perangkat pajak, sejumlah bank, dan operator seluler. Sehingga uang yang nantinya disetorakan lebih aman dan menghindari selisih. Apalagi model yang sekarang, pembayaran dikelola oleh kepala dukuh sebelum disetorkan langsung ke bank.
“Itu akan mudah diakses dan menghindari penyimpangan serta pengumpulan pajak,” kata Hasto. Hasto juga berharap adanya inovasi kebijakan dalam perpajakan. Setiap calon pengantin bisa saja diwajibkan menjadi wajib pajak. Sehingga, ketika akan mengurus pernikahan mereka sudah beres permasalahan pajaknya. “Bisa tidak bukti pembayaran pajak menjadi prasyarat nikah?” ucapnya.
Diakuinya, jumlah pengusaha yang membayar pajak di Kulonprogo sangat kecil, bahkan di bawah 2%. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi guna mendorong kesadaran dari pengusaha kecil dan menengah untuk membayar kewajiban pajaknya. Kepala Kantor Direktorat Jen deral Pajak (DJP) DIY Rudy Gu nawan Bastari mengatakan, Pekan Panutan Pajak merupakan salah satu upaya mendorong masyarakat agar lebih tertib dalam membayar pajak.
Karena itu, Kanwil bersama Kantor Pajak Pratama melakukan Pekan Panutan Pajak dengan mengunjungi bupati dan wali kota. Hal ini dilandasi asumsi adanya kesadaran dari pemimpin akan diikuti oleh masyarakatnya. Tanpa di dorong oleh pemimpin, lanjutRudy, mungkin wajib pajak yang lain masih enggan untuk melaporkan kewajiban pajaknya.
“Saat ini kami lebih tekankan pada penerimaan pajak dari orang pribadi, pengusaha tertentu,” kata Rudy. Dari data yang ada, penerimaan pajak dari orang/pribadi hanya sekitar Rp30–40 triliun. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan realisasi penerimaan untuk PPh 21 (karyawan).
Kuntadi
“Mungkin membayar pajak itu (bisa) semudah membeli pulsa ponsel atau listrik,” ujar Hasto pada penyampaian Pekan Panutan Pajak di rumah dinas bupati, kemarin. E-PBB sebenarnya pernah didiskusikan dengan perangkat pajak, sejumlah bank, dan operator seluler. Sehingga uang yang nantinya disetorakan lebih aman dan menghindari selisih. Apalagi model yang sekarang, pembayaran dikelola oleh kepala dukuh sebelum disetorkan langsung ke bank.
“Itu akan mudah diakses dan menghindari penyimpangan serta pengumpulan pajak,” kata Hasto. Hasto juga berharap adanya inovasi kebijakan dalam perpajakan. Setiap calon pengantin bisa saja diwajibkan menjadi wajib pajak. Sehingga, ketika akan mengurus pernikahan mereka sudah beres permasalahan pajaknya. “Bisa tidak bukti pembayaran pajak menjadi prasyarat nikah?” ucapnya.
Diakuinya, jumlah pengusaha yang membayar pajak di Kulonprogo sangat kecil, bahkan di bawah 2%. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi guna mendorong kesadaran dari pengusaha kecil dan menengah untuk membayar kewajiban pajaknya. Kepala Kantor Direktorat Jen deral Pajak (DJP) DIY Rudy Gu nawan Bastari mengatakan, Pekan Panutan Pajak merupakan salah satu upaya mendorong masyarakat agar lebih tertib dalam membayar pajak.
Karena itu, Kanwil bersama Kantor Pajak Pratama melakukan Pekan Panutan Pajak dengan mengunjungi bupati dan wali kota. Hal ini dilandasi asumsi adanya kesadaran dari pemimpin akan diikuti oleh masyarakatnya. Tanpa di dorong oleh pemimpin, lanjutRudy, mungkin wajib pajak yang lain masih enggan untuk melaporkan kewajiban pajaknya.
“Saat ini kami lebih tekankan pada penerimaan pajak dari orang pribadi, pengusaha tertentu,” kata Rudy. Dari data yang ada, penerimaan pajak dari orang/pribadi hanya sekitar Rp30–40 triliun. Jumlah ini sangat sedikit dibandingkan realisasi penerimaan untuk PPh 21 (karyawan).
Kuntadi
(bhr)