Heboh Kasus Sodomi di Panti Asuhan William Bood
A
A
A
DENPASAR - Kasus sodomi terhadap anak di bawah umur kembali terjadi di Denpasar. Kali ini korbannya seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun. Bocah ini disodomi oleh pengasuh panti bernama Eko Siahaan (25), pria asal Medan, di Panti Asuhan William Bood, milik Yayasan Bala Keselamatan, di Jalan Kebo Iwa Utara, No 28, Denpasar.
Kasus ini terungkap ketika seorang anak penghuni panti bernama YO (12) mengalami sakit pada 9 Maret 2015 sehingga semua anak-anak datang untuk menjenguknya. Dari situlah korban bercerita kepada YO dan keluarganya atas peristiwa yang telah dilakukan Eko kepadanya.
Tak selang berapa lama, tepatnya tanggal 11 Maret 2015, Ibu Korban Trince l Takahipe saling telepon dengan Ibu YO. Dari saling tukar cerita antara mereka, terungkaplah aksi bejat Eko terhadap putranya.
Merasa tak terima atas perbuatan pelaku, ibu korban melaporkan peristiwa itu ke Polresta Denpasar bagian Unit Perlindungan Anak, pada Senin 16 Maret 2015.
Menurut pendamping korban Siti Sapura dari P2TP2A Denpasar, kasus itu berawal dari sakitnya YO. Kepada Yo, korban bercerita kebobrokan Eko. Karena korban sangat takut dengan Sersan Eko, sehingga dia pun mendiamkan ulah Eko itu.
"Korban gak mau lapor ke orangtuanya karena takut dipukul sama tersangka. Di panti itu ada jenjangnya, mulai dari kandidat, sersan, letnan, kapten, mayor, kolonel. Mungkin kolonel ini pemiliknya," kata Siri, di Polresta Denpasar, Selasa (17/3/3015).
Dia menceritakan, kronologi kejadian yang menimpa korban. Menurutnya, korban biasa tidur sambil nonton di depan TV. Pada Senin 23 Februari 2015, kira-kira pagi hari, tiba-tiba korban digendong dan dibawa ke kamar pelaku.
"Tanggal 23 itu pelaku masih sebatas cium korban. Kemudian pada 26 Februari 2015, sekira waktu siang hari, pelaku juga masih cium-cium korban," terangnya.
Dia menambahkan, pada Jumat 27 Februari 2015 pagi hari, korban diangkat dan direbahkan, lalu pelaku melakukan aksi sodominya yang pertama hingga mengeluarkan sperma. Pada Sabtu 28 2015 malam, korban kembali disodomi.
"Korban juga merupakan saksi dari temannya yang lain yang juga disodomi oleh Eko. Teman korban ini merupakan seorang yatim piatu. Dia tak berani lapor, dan korban lah yang berani melapor," jelasnya.
Ibu korban rupanya memiliki empat orang anak yang kesemuanya dititip di panti tersebut. Trince, ibu korban juga sempat mendapatkan ancaman dari mayor panti, lantaran ada pemberitaan mengenai pantinya di salah satu media massa.
Hingga saat ini, seluruh anak-anak korban kekerasan seksual itu masih tinggal di panti dengan alasan mayor panti berani menjamin tidak akan ada lagi peristiwa serupa. Hanya YO yang memutuskan untuk meninggalkan panti dan memilih tinggal bersama ibunya lagi.
Saat ini, pelaku sudah diamankan oleh polisi dan pelaku dikenakan Pasal 81 jo 82 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda minimal sebesar Rp60 juta dan maksimal Rp300 juta.
Sedangkan hukuman lainnya menurut KUHP Pasal 287 dan 292, masa hukuman terhadap pelaku pencabulan terhadap anak maksimal sembilan tahun (Pasal 287) dan maksimal lima tahun (Pasal 292).
"Kemungkinannya masih ada korban-korban lain juga. Saat ini pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Korban tinggal di panti semenjak tahun 2012 lalu," pungkasnya.
Kasus ini terungkap ketika seorang anak penghuni panti bernama YO (12) mengalami sakit pada 9 Maret 2015 sehingga semua anak-anak datang untuk menjenguknya. Dari situlah korban bercerita kepada YO dan keluarganya atas peristiwa yang telah dilakukan Eko kepadanya.
Tak selang berapa lama, tepatnya tanggal 11 Maret 2015, Ibu Korban Trince l Takahipe saling telepon dengan Ibu YO. Dari saling tukar cerita antara mereka, terungkaplah aksi bejat Eko terhadap putranya.
Merasa tak terima atas perbuatan pelaku, ibu korban melaporkan peristiwa itu ke Polresta Denpasar bagian Unit Perlindungan Anak, pada Senin 16 Maret 2015.
Menurut pendamping korban Siti Sapura dari P2TP2A Denpasar, kasus itu berawal dari sakitnya YO. Kepada Yo, korban bercerita kebobrokan Eko. Karena korban sangat takut dengan Sersan Eko, sehingga dia pun mendiamkan ulah Eko itu.
"Korban gak mau lapor ke orangtuanya karena takut dipukul sama tersangka. Di panti itu ada jenjangnya, mulai dari kandidat, sersan, letnan, kapten, mayor, kolonel. Mungkin kolonel ini pemiliknya," kata Siri, di Polresta Denpasar, Selasa (17/3/3015).
Dia menceritakan, kronologi kejadian yang menimpa korban. Menurutnya, korban biasa tidur sambil nonton di depan TV. Pada Senin 23 Februari 2015, kira-kira pagi hari, tiba-tiba korban digendong dan dibawa ke kamar pelaku.
"Tanggal 23 itu pelaku masih sebatas cium korban. Kemudian pada 26 Februari 2015, sekira waktu siang hari, pelaku juga masih cium-cium korban," terangnya.
Dia menambahkan, pada Jumat 27 Februari 2015 pagi hari, korban diangkat dan direbahkan, lalu pelaku melakukan aksi sodominya yang pertama hingga mengeluarkan sperma. Pada Sabtu 28 2015 malam, korban kembali disodomi.
"Korban juga merupakan saksi dari temannya yang lain yang juga disodomi oleh Eko. Teman korban ini merupakan seorang yatim piatu. Dia tak berani lapor, dan korban lah yang berani melapor," jelasnya.
Ibu korban rupanya memiliki empat orang anak yang kesemuanya dititip di panti tersebut. Trince, ibu korban juga sempat mendapatkan ancaman dari mayor panti, lantaran ada pemberitaan mengenai pantinya di salah satu media massa.
Hingga saat ini, seluruh anak-anak korban kekerasan seksual itu masih tinggal di panti dengan alasan mayor panti berani menjamin tidak akan ada lagi peristiwa serupa. Hanya YO yang memutuskan untuk meninggalkan panti dan memilih tinggal bersama ibunya lagi.
Saat ini, pelaku sudah diamankan oleh polisi dan pelaku dikenakan Pasal 81 jo 82 UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman minimal tiga tahun dan maksimal 15 tahun penjara, serta denda minimal sebesar Rp60 juta dan maksimal Rp300 juta.
Sedangkan hukuman lainnya menurut KUHP Pasal 287 dan 292, masa hukuman terhadap pelaku pencabulan terhadap anak maksimal sembilan tahun (Pasal 287) dan maksimal lima tahun (Pasal 292).
"Kemungkinannya masih ada korban-korban lain juga. Saat ini pihak kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Korban tinggal di panti semenjak tahun 2012 lalu," pungkasnya.
(san)