Dalami Budaya Jawa Lewat Tari Dewi Sri
A
A
A
BANTUL - Mungkin tak banyak remaja yang mengetahui jika ternyata banyak filosofi yang diambil dari kisah-kisah nenek moyang leluhur mereka. Masuknya budaya barat yang sangat progresif melalui berbagai media mengakibatkan nilai-nilai luhur tradisi ketimuran masyarakat Indonesia sudah mulai hilang.
Unsur budaya Jawa yang kental dengan berbagai kisah tak lagi mereka selami dan percayai. Keprihatinan itulah yang memanggil Susi Indriyani, gadis asal Madiun.
Meski bukan berasal dari Yogyakarta, namun dia mengaku sangat kagum dengan tradisi masyarakat Yogyakarta. Sejak sekolah di SMP, dia berusaha keras mempelajari tradisi Jawa. “Saya sangat senang dengan tradisi di sini,” ujar Susi, Senin (16/3/2015).
Sejak SMP, dia mengaku sudah tertarik untuk mendalami dunia tari tradisional. Berawal dari gerakan lemah gemulai sang penari, dia lantas tertarik untuk mengikutinya dan mempelajarinya.
Sejak itu, dia terus belajar seni tari. Bahkan, kini dia bergabung di Fakultas Pendidikan Seni Tari. Selain ingin belajar filosofi Jawa lewat tari, dia bercita-cita terus melestarikan seni tradisi Jawa.
“Nanti saya berusaha menularkan kepada orang lain,” tandas wanita asal Madiun ini.
Salah satu yang dia kagumi adalah cerita tentang Dewi Sri. Kepercayaan masyarakat tentang dewi kemakmuran ini baru dia pahami setelah dia berlatih mendalami peran sebagai Dewi Sri dalam sebuah pementasan Festival Dewi Sri di Dusun Plumbungan, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, akhir pekan kemarin.
Dia baru mengetahuinya jika ternyata Dewi Sri awalnya adalah seorang putri yang disihir menjadi ular, karena keserakahan manusia. Namun dengan pertolongan seorang petani, dia kembali berubah wujud menjadi seorang puteri.
Atas kebaikan petani tersebut, sang puteri menghadiahkan panen yang melimpah kepada petani. “Saya tidak tahu sebelumnya mengapa Dewi Sri itu dianggap sebagai Dewi Padi,” papar dara kelahiran 28 Juli 1994 ini.
Unsur budaya Jawa yang kental dengan berbagai kisah tak lagi mereka selami dan percayai. Keprihatinan itulah yang memanggil Susi Indriyani, gadis asal Madiun.
Meski bukan berasal dari Yogyakarta, namun dia mengaku sangat kagum dengan tradisi masyarakat Yogyakarta. Sejak sekolah di SMP, dia berusaha keras mempelajari tradisi Jawa. “Saya sangat senang dengan tradisi di sini,” ujar Susi, Senin (16/3/2015).
Sejak SMP, dia mengaku sudah tertarik untuk mendalami dunia tari tradisional. Berawal dari gerakan lemah gemulai sang penari, dia lantas tertarik untuk mengikutinya dan mempelajarinya.
Sejak itu, dia terus belajar seni tari. Bahkan, kini dia bergabung di Fakultas Pendidikan Seni Tari. Selain ingin belajar filosofi Jawa lewat tari, dia bercita-cita terus melestarikan seni tradisi Jawa.
“Nanti saya berusaha menularkan kepada orang lain,” tandas wanita asal Madiun ini.
Salah satu yang dia kagumi adalah cerita tentang Dewi Sri. Kepercayaan masyarakat tentang dewi kemakmuran ini baru dia pahami setelah dia berlatih mendalami peran sebagai Dewi Sri dalam sebuah pementasan Festival Dewi Sri di Dusun Plumbungan, Desa Putat, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, akhir pekan kemarin.
Dia baru mengetahuinya jika ternyata Dewi Sri awalnya adalah seorang putri yang disihir menjadi ular, karena keserakahan manusia. Namun dengan pertolongan seorang petani, dia kembali berubah wujud menjadi seorang puteri.
Atas kebaikan petani tersebut, sang puteri menghadiahkan panen yang melimpah kepada petani. “Saya tidak tahu sebelumnya mengapa Dewi Sri itu dianggap sebagai Dewi Padi,” papar dara kelahiran 28 Juli 1994 ini.
(san)