Menjaga Tradisi Leluhur Urang Diri

Minggu, 15 Maret 2015 - 09:58 WIB
Menjaga Tradisi Leluhur Urang Diri
Menjaga Tradisi Leluhur Urang Diri
A A A
PALEMBANG - Kerajinan menganyam tikar purun bukan hanya untuk mencari nafkah, tapi juga menjaga tradisi leluhur yang harus dilestarikan sampai kapanpun. Sentra perajin tikar Purun berada di Kecamatan Pedamaran, OKI.

Saat ini kecamatan tertua di OKI sudah terkenal dengan julukan ‘Kota Tikar’. Sebutan kota tikar muncul karena hampir 80% penduduk Pedamaran, berprofesi sebagai perajin tikar dari Purun yang merupakan tumbuhan air rawa-rawa. Kerajianan ini sudah dilakukan sejak turun-temurun.

Kegiatan menganyam tikar menjadi pemandangan sehari-hari yang dilakukan ibu dan gadis remaja hampir di setiap rumah penduduk. Tak heran kota ini disebut sebagai kota tikar. Bagi anak-anak yang masih pemula mereka menganyam dengan penuh keseriusan supaya pola tikar tidak salah. Kelak, kalau sudah terbiasa, mereka mungkin akan melakukannya sambil mengobrol, seperti halnya para ibu penganyam tikar yang sudah mahir.

Tokoh masyarakat Pedamaran, Ediman Kalungmengatakan, menganyam adalah sebuah kegiatan sosial, tempat bertukarnya cerita masyarakat. “Di Pedamaran menganyam sudah menjadi tradisi turun temurun yang diwariskan dan diajarkan kepada anak cucu. Ini (menganyam) juga merupakan kreativitas masyarakat 'Urang Diri' yang memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia di Lebak(rawa),” katanya.

Menurut Ediman, anyaman bukan saja menjadi sebuah karya seni, tetapi juga menjadi media komunikasi dan sosialisasi bagi penduduk. Dalam proses mengayam, terjadi saling interaksi baik berupa pertanyaan, guyonan, dan perbincangan ringan yang bertujuan sebagai tali pengikat keakraban sesama.

“Waktu yang digunakan untuk mengayam pun dilakukan saat suhu udara mulai mendingin. Biasanya kegiatan mengayam dilakukan di halaman rumah pada waktu pagi, sore, atau malam hari sambil berkumpul dengan tetangga secara berkelompok,” ujarnya. Dalam proses pembuatan tikar, kata dia, pertama-tama purun diambil dari lebak (rawa) kemudian dijemur di bawah terik matahari hingga berubah warna/kering.

Setelah berubah warna/kering purun ditumbuk supaya permukaannya lebih halus. “Purun yang sudah ditumbuk siap untuk dianyam. Nah, untuk variasi warna, purun yang sudah ditumbuk tadi dimasukkan ke dalam air mendidih yang sudah diberi larutan kesumbo (zat pewarna),” jelasnya.

Ediman melanjutkan, manfaat mengayam tikar, diantaranya dapat membantu pendapatan masyarakat terutama para kaum wanita, kemudian dapat meningkatkan solidaritas antarmasyarakat. ”Pada umumnya masyarakat dari mulai mengambil purun, menumbuk purun, hingga mengayam tikar dilakukan secara bersama-sama, baik antar sanak saudara maupun antartetangga,” tuturnya.

M rohali
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5334 seconds (0.1#10.140)