Diduga Akibat Malapraktik, Pasien Meninggal Usai Dioperasi
A
A
A
BLITAR - Musrikah pasien Rumah Sakit Umum Mardi Waluyo Kota Blitar dilaporkan meninggal usai menjalani operasi gondok (struma). Meninggalnya Musrikah diduga karena malapraktik.
Gumpalan lendir bercampur darah yang menyumbat selang nafas buatan diduga menjadi penyebab kematian warga Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar tersebut.
"Sebelum meninggal dunia hari ini Ibu saya mengalami gagal nafas, " tutur Henik Merawati, (35) menantu Musrikah kepada Koran Sindo Jatim.
Musrikah menghembuskan nafas terakhir di ruang Dahlia Klas III. Janda empat anak yang juga pedagang sate itu menjalani pembedahan pada 9 Maret 2015.
Sebelumnya, pasien termasuk satu dari tujuh pasien operasi Mardi Waluyo yang batal karena saluran pembuangan macet.
Operasi tersebut untuk mengambil benjolan daging yang membesar pada kelenjar tiroid. Sebab bila dibiarkan, daging yang terus tumbuh itu akan merusak pita suara Musrikah.
"Padahal saat hendak operasi kondisi mertua saya sehat. Tekanan darahnya normal. Saat dicek juga dinyatakan tidak ada penyakit lain, " papar Hernik sedih.
Leher Musrikah dibedah. Pada lobang yang menganga, dokter bedah umum Marsuji menempatkan alat medis semacam selang.
Selain untuk pernafasan, selang itu juga berfungsi sebagai saluran pembuangan lendir dan darah yang menggumpal di tenggorokan.
"Tapi setelah dioperasi kondisinya malah semakin buruk, " jelasnya. Satu jam pasca operasi, Musrikah kejang kejang. Dia mengalami sulit nafas.
Dari ruang perawatan, Musrikah kembali dimasukkan ke ruang operasi. Pembedahan sekitar tenggorokan kembali dilakukan. Dokter mengganti selang dengan ukuran lebih kecil.
"Setelah selang diganti kondisi membaik. Bahkan bisa sms an. Bercerita di sms kalau kondisinya sudah baikan. Hanya saja belum boleh mengeluarkan suara, " ungkap Hernik.
Musrikah bahkan sempat komunikasi langsung dengan dokter Marsuji. Melalui pesan pendek dia meminta obat terbaik.
Bambang, keponakan Musrikah menambahkan bahwa bibinya juga sempat meminta dirujuk ke rumah sakit lain.
"Namun permintaan itu ditolak pihak Mardi Waluyo dengan dalih semua pelayanan sama saja, " timpalnya.
Perubahan mendadak terjadi pada Kamis 12 Maret 2015 dini hari. Seusai makan dan meminta dilap dengan air, tiba tiba seperti orang kehilangan nafas.
Bambang menilai buruknya pelayanan Mardi Waluyo turut mendorong terjadinya kematian. Sebab disaat Musrikah kejang kejang, menurut Bambang infus dalam keadaan macet.
Keadaan diperparah oleh kondisi piranti medis. Piranti sejenis scan yang berfungsi untuk menyedot lendir tenggorokan itu juga mati. Padahal, harusnya alat tersebut bekerja setiap dua jam sekali.
Sementara tiga orang perawat yang masih berstatus magang tidak bisa mengoperasikan.
"Justru yang membetulkan infus adalah suaminya mbak Hernik. Sampai seorang petugas medis senior datang, " jelas Bambang.
Sebagai orang awam, Bambang tidak tahu pasti apakah peristiwa yang menimpa keluarganya sebagai malapraktik atau tidak. Dia berharap kejadian tersebut tidak menimpa pasien pasien lainnya.
"Sebab dokter hanya mengatakan sudah sesuai prosedur. Padahal faktanya ada sesuatu yang sepertinya tidak beres dalam hal penanganan. Ini yang harus dijelaskan, "tegasnya.
Ditemui di kantornya, Direktur RSU Mardi Waluyo drg Christine Herawaty mengaku belum mendengar peristiwa kematian pasien pasca operasi.
Dia berjanji akan memberikan keterangan setelah bertemu dengan seluruh tenaga medis bersangkutan.
"Saya akan berikan keterangan setelah bertemu dengan tenaga medis terkait, "ujarnya singkat.
Gumpalan lendir bercampur darah yang menyumbat selang nafas buatan diduga menjadi penyebab kematian warga Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar tersebut.
"Sebelum meninggal dunia hari ini Ibu saya mengalami gagal nafas, " tutur Henik Merawati, (35) menantu Musrikah kepada Koran Sindo Jatim.
Musrikah menghembuskan nafas terakhir di ruang Dahlia Klas III. Janda empat anak yang juga pedagang sate itu menjalani pembedahan pada 9 Maret 2015.
Sebelumnya, pasien termasuk satu dari tujuh pasien operasi Mardi Waluyo yang batal karena saluran pembuangan macet.
Operasi tersebut untuk mengambil benjolan daging yang membesar pada kelenjar tiroid. Sebab bila dibiarkan, daging yang terus tumbuh itu akan merusak pita suara Musrikah.
"Padahal saat hendak operasi kondisi mertua saya sehat. Tekanan darahnya normal. Saat dicek juga dinyatakan tidak ada penyakit lain, " papar Hernik sedih.
Leher Musrikah dibedah. Pada lobang yang menganga, dokter bedah umum Marsuji menempatkan alat medis semacam selang.
Selain untuk pernafasan, selang itu juga berfungsi sebagai saluran pembuangan lendir dan darah yang menggumpal di tenggorokan.
"Tapi setelah dioperasi kondisinya malah semakin buruk, " jelasnya. Satu jam pasca operasi, Musrikah kejang kejang. Dia mengalami sulit nafas.
Dari ruang perawatan, Musrikah kembali dimasukkan ke ruang operasi. Pembedahan sekitar tenggorokan kembali dilakukan. Dokter mengganti selang dengan ukuran lebih kecil.
"Setelah selang diganti kondisi membaik. Bahkan bisa sms an. Bercerita di sms kalau kondisinya sudah baikan. Hanya saja belum boleh mengeluarkan suara, " ungkap Hernik.
Musrikah bahkan sempat komunikasi langsung dengan dokter Marsuji. Melalui pesan pendek dia meminta obat terbaik.
Bambang, keponakan Musrikah menambahkan bahwa bibinya juga sempat meminta dirujuk ke rumah sakit lain.
"Namun permintaan itu ditolak pihak Mardi Waluyo dengan dalih semua pelayanan sama saja, " timpalnya.
Perubahan mendadak terjadi pada Kamis 12 Maret 2015 dini hari. Seusai makan dan meminta dilap dengan air, tiba tiba seperti orang kehilangan nafas.
Bambang menilai buruknya pelayanan Mardi Waluyo turut mendorong terjadinya kematian. Sebab disaat Musrikah kejang kejang, menurut Bambang infus dalam keadaan macet.
Keadaan diperparah oleh kondisi piranti medis. Piranti sejenis scan yang berfungsi untuk menyedot lendir tenggorokan itu juga mati. Padahal, harusnya alat tersebut bekerja setiap dua jam sekali.
Sementara tiga orang perawat yang masih berstatus magang tidak bisa mengoperasikan.
"Justru yang membetulkan infus adalah suaminya mbak Hernik. Sampai seorang petugas medis senior datang, " jelas Bambang.
Sebagai orang awam, Bambang tidak tahu pasti apakah peristiwa yang menimpa keluarganya sebagai malapraktik atau tidak. Dia berharap kejadian tersebut tidak menimpa pasien pasien lainnya.
"Sebab dokter hanya mengatakan sudah sesuai prosedur. Padahal faktanya ada sesuatu yang sepertinya tidak beres dalam hal penanganan. Ini yang harus dijelaskan, "tegasnya.
Ditemui di kantornya, Direktur RSU Mardi Waluyo drg Christine Herawaty mengaku belum mendengar peristiwa kematian pasien pasca operasi.
Dia berjanji akan memberikan keterangan setelah bertemu dengan seluruh tenaga medis bersangkutan.
"Saya akan berikan keterangan setelah bertemu dengan tenaga medis terkait, "ujarnya singkat.
(sms)