Tiga Bulan, 24 Kasus DBD
A
A
A
LUBUKLINGGAU - Wabah demam berdarah denque (DBD) mengintai masyarakat Bumi Sebiduk Semare. Dinas Kesehatan Kota Lubuklinggau mencatat, Januari hingga minggu pertama Maret sudah terjadi sebanyak 24 kasus DBD.
Kepala Bidang Dinkes Lubuklinggau Yeti mengatakan, kasus DBD di Lubuklinggau memang telah diprediksi puncaknya terjadi pada Januari sampai Maret. Bahkan, diduga peningkatan jumlah kasus DBD bisa dihubungkan dengan kemungkinan pengaruh siklus lima tahunan yang pernah terjadi sebelumnya.
“Iya terus bertambah, tapi musim hujan mulai berakhir sebab prediksi kita di awalnya puncak DBD terjadi Januari, Februari, dan Maret. Bisa jadi kita (Lubuklinggau) dapat siklus yang lima tahunan,” kata Yeti, kemarin. Menurutnya, 24 kasus yang terserang DBD merupakan warga permukiman yang masuk wilayah endemik DBD.
Bahkan, penyebarannya berbeda-beda. Jika sebelumnya, Kecamatan Lubuklinggau Utara I tidak masuk ke daerah endemik. Kini ditemukan satu kasus DBD di wilayah Kelurahan Marga Bakti. “Jadi ke-24 daerah endemik itu termasuk daerah wilayahnya rawa, padat permukiman, lingkungannya kurang bersih dan banyak terdapat bahan yang mudah menampung air sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk,” ujarnya.
Terkait hal ini, kata dia, Dinkes Libuklinggau juga telah melakukan langkah antisipasi yakni dengan cara pelaksanaan pengasapan (fogging). Setidaknya sudah 80 kali pelaksanaan fogging dilaksanakan petugas Dinkes yang tersebar di 24 titik fokus sesuai jumlah temuan kasus DBD. Pelaksanaan fogging sebelum kejadian DBD dilakukan pada 27 titik, khususnya di daerah endemik.
Seluruhnya lokasi ditemukan terjadinya DBD. Secara terpisah, Anggota DPRD Lubuklinggau, M Yusri Daud mengatakan, pihaknya mengimbau pemerintahan desa dan kecamatan senantiasa melakukan gotong royong pembersihan lingkungan permukiman bersama untuk mencegah berkembang biaknya nyamuk DBD.
“Dewan harapkan petugas Dinkes Lubuklinggau melakukan cegah tangkal penyebaran DBD dengan melakukan fogging di daerah endemik dan wilayah lainnya secara berkesinambungan,” pungkasnya.
Hengky chandra agoes
Kepala Bidang Dinkes Lubuklinggau Yeti mengatakan, kasus DBD di Lubuklinggau memang telah diprediksi puncaknya terjadi pada Januari sampai Maret. Bahkan, diduga peningkatan jumlah kasus DBD bisa dihubungkan dengan kemungkinan pengaruh siklus lima tahunan yang pernah terjadi sebelumnya.
“Iya terus bertambah, tapi musim hujan mulai berakhir sebab prediksi kita di awalnya puncak DBD terjadi Januari, Februari, dan Maret. Bisa jadi kita (Lubuklinggau) dapat siklus yang lima tahunan,” kata Yeti, kemarin. Menurutnya, 24 kasus yang terserang DBD merupakan warga permukiman yang masuk wilayah endemik DBD.
Bahkan, penyebarannya berbeda-beda. Jika sebelumnya, Kecamatan Lubuklinggau Utara I tidak masuk ke daerah endemik. Kini ditemukan satu kasus DBD di wilayah Kelurahan Marga Bakti. “Jadi ke-24 daerah endemik itu termasuk daerah wilayahnya rawa, padat permukiman, lingkungannya kurang bersih dan banyak terdapat bahan yang mudah menampung air sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk,” ujarnya.
Terkait hal ini, kata dia, Dinkes Libuklinggau juga telah melakukan langkah antisipasi yakni dengan cara pelaksanaan pengasapan (fogging). Setidaknya sudah 80 kali pelaksanaan fogging dilaksanakan petugas Dinkes yang tersebar di 24 titik fokus sesuai jumlah temuan kasus DBD. Pelaksanaan fogging sebelum kejadian DBD dilakukan pada 27 titik, khususnya di daerah endemik.
Seluruhnya lokasi ditemukan terjadinya DBD. Secara terpisah, Anggota DPRD Lubuklinggau, M Yusri Daud mengatakan, pihaknya mengimbau pemerintahan desa dan kecamatan senantiasa melakukan gotong royong pembersihan lingkungan permukiman bersama untuk mencegah berkembang biaknya nyamuk DBD.
“Dewan harapkan petugas Dinkes Lubuklinggau melakukan cegah tangkal penyebaran DBD dengan melakukan fogging di daerah endemik dan wilayah lainnya secara berkesinambungan,” pungkasnya.
Hengky chandra agoes
(bhr)