Mengenalkan Kearifan Lokal Pedesaan kepada Anak

Sabtu, 07 Maret 2015 - 10:24 WIB
Mengenalkan Kearifan Lokal Pedesaan kepada Anak
Mengenalkan Kearifan Lokal Pedesaan kepada Anak
A A A
SEMARANG - Desa Wisata Kandri yang berada di Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang tidak hanya bisa dinikmati oleh pengunjung dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat bermain bebas di tempat ini.

Melalui program field trip , mereka dikenalkan dengan alam pedesaan dan gerakan back to nature . Program field trip lahir dari kegelisahan pegiat wisata Desa Kandri yang melihat anak-anak semakin jauh dari alam. Modernitas dan kecanggihan teknologi sering kali membuat mereka lupa akan kearifan lokal yang ada di desa.

“Anak-anak yang tinggal di perkotaan sudah jarang melihat sawah apalagi belajar membuat kerajinan dari bahan alami,” kata Ketua Bidang Pengembangan SDM Desa Wisata Kandri Mujiyono Gatot belum lama ini. Anak-anak lebih cenderung memilih liburan di pusat perbelanjaan dibandingkan blusukan ke pedesaan.

Program field trip adalah upaya memberikan pengalaman unik kepada anak-anak yang sudah dimulai sejak Februari 2014. Sasaran program adalah anak PAUD hingga SMA dengan konten berbeda. Desa Wisata Kandri memang sedang menjadi magnet baru di dunia pariwisata.

Tempat wisata tersebut tidak hanya menawarkan objek wisata air. Beragam aktivitas disajikan sebagai aktivitas belajar di luar sekolah. “Anak-anak diajak jalan-jalan mengelilingi desa untuk memahami proses bertanam hingga belajar budaya tradisional,” tutur salah satu pemandu ini.

Titik-titik perjalanan dimulai dari RW 1 yaitu mengenal potensi pertanian seperti menanam singkong, jagung, durian, rambutan dan lainnya. Rombongan juga diajak ke peternakan hingga kolam ikan. Di titik ini peserta bisa memetik langsung tanaman berbuah dan harus dibawa dengan cara dipikul.

Masih di titik pertama, peserta akan diajari mengolah kuliner berbahan singkong yang dipetik sendiri. Tahapan demi tahapan diharapkan memicu pengalaman unik di ingatan anak-anak. Belajar memetik singkong menimbulkan keasyikan tersendiri.

“Peserta biasanya penasaran ternyata singkong yang ditanam adalah batangnya bukan bagian umbi. Pemandu akan menjelaskan bawah setelah umbi singkong dicabut, sebagian batang ditinggalkan supaya bisa tumbuh lagi,” kata karyawan sebuah hotel tersebut.

Menariknya lagi, peserta tidak hanya mengonsumsi makanan tapi melihat proses memasak secara sederhana. Perjalanan dilanjutkan ke titik berikutnya di RW 2 yaitu melihat permainan lesung hingga proses membatik. Perjalanan belum seusai diteruskan ke RW 3 untuk membuat kerajinan dari bambu hingga belajar budaya tari gamelan dan wayang.

Rata-rata perjalanan menyusuri desa membutuhkan waktu 5-7 jam menyesuaikan usia. Pun demikian dengan konten pembelajaran supaya anak tidak bosan dalam perjalanan. Beragam cerita unik terekam saat memandu anak mengelilingi desa wisata ini.

“Misalkan, kegiatan menanam padi di sawah. Reaksi pertama peserta adalah takut tapi setelah dibujuk malah enggak mau naik karena asyik main dengan keong. Anak-anak enjoy merupakan pemandangan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata,” paparnya.

Berbagai sekolah negeri maupun swasta sudah mengunjungi tempat ini untuk belajar bersama. Potensi wisata terus dikembangkan agar lebih banyak masyarakat yang singgah. “Field trip dikemas berbeda seperti peserta bisa menginap di desa wisata ini sedang digodok. Harapannya anak-anak memiliki kenangan indah tentang alam pedesaan,” ujar pegiat Desa Wisata Kandri Zubaedi.

Hendrati Hapsari
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8051 seconds (0.1#10.140)