Wujud Syukur Atas Panen Padi

Sabtu, 07 Maret 2015 - 10:18 WIB
Wujud Syukur Atas Panen...
Wujud Syukur Atas Panen Padi
A A A
GUNUNGKIDUL - Nada-nada pentatonik dari gamelan kempul dan kenong mengiringi puluhan warga yang berjalan menuju sebuah areal persawahan, tepat di pinggir Sungai Oya.

Aneka makanan tradisional, mulai dari nasi ingkung, sayur hingga buahbuahan dibawa ibu-ibu dengan menggunakan tenggok. Sejumlah lelaki ikut berjalan menuju areal persawahan. Dengan pakaian tradisional dan tanpa menggunakan alas kaki, mereka menyusuri parit menuju areal persawahan guna mengikuti sebuah prosesi Boyong Dewi Sri atau methik di dusun tersebut.

Tak berapa lama, sesepuh desa berdoa di tengah sawah sebagai wujud puji syukur bisa menikmati panen pertama mereka. Usai berdoa, tetua menuju lokasi panen dengan memetik beberapa tangkai padi dan dimasukkan ke dalam tenggok untuk dibawa pulang para ibu-ibu. Para warga asyik menyaksikan sebuah prosesi tahunan dan menjadi tradisi unik di dusun tersebut.

Mereka kemudian ikut dalam sebuah rangkaian acara yang berakhir dengan makan bersama dengan lauk ingkungdan nasi gurih atau nasi uduk ini. Menurut sesepuh Dusun Jelok Sukadi, Boyong Dewi Sri merupakan tradisi awal bagi petani di dusunnya saat memasuki masa panen.

Meskipun sudah ada beberapa petani yang memanen padi mereka lantaran sudah tua dan menguning, namun tradisi yang juga dikenal dengan methik ini tetap dilakukan dengan menggunakan hitungan hari dan tanggalan Jawa.

”Memang ini tradisi turun-temurun, ini bentuk puji syukur, maka kami juga melakukan kenduri bersama dengan menu nasi ingkung,” ucapnya. Dengan lahap, para warga pun tampak ceria ketika mereka makan menggunakan piring yang sudah disediakan para ibu yang dibawa dari masing-masing rumah.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Gunungkidul Ristu Raharja mengungkapkan, berbagai tradisi khusus mulai memasuki masa panen dan musim tanam memang sudah banyak yang hilang.

Pihaknya juga berusaha melakukan pendalaman juga pelestarian budaya seperti Boyong Dewi Sri yang ada di Jelok tersebut. “Ini memang menjadi wilayah kami untuk melakukan pendataan desa yang masih melestarikan tradisi tersebut, karena memang unik,” katanya.

Ke depan, pihaknya akan terus melakukan analisa dan pemetaan desa yang masih memiliki tradisi unik tersebut. Sama halnya dengan bersih dusun yang merupakan bentuk ungkapan rasa syukur atas panen yang melimpah, tradisi miwitijuga methikini termasuk tradisi lama. ”Kami akan ungkap, termasuk sejarah tradisi ini,” ucap dia.

Namun demikian, dia berharap kebudayaan atau tradisi tersebut bisa diselaraskan dengan perkembangan zaman dan tidak berbenturan dengan masyarakat setempat. “Kami terus akan kaji dan analisa termasuk ini menjadi potensi untuk menambah destinasi wisata juga,” tandasnya.

Suharjono
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8299 seconds (0.1#10.140)