Puskesmas di Bantul Kekurangan Dokter
A
A
A
BANTUL - Semua Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang ada di Bantul kekurangan dokter, sehingga kualitas layanan di masing-masing puskesmas tidak seperti yang diharapkan.
Kepala Seksi Pembinaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PSDMK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul dr Karmijono mengakui, Bantul sangat kekurangan dokter, terutama di puskesmas-puskesmas. Jumlah dokter yang ada saat ini sangat tidak sebanding dengan tingkat kunjungan pasien ke puskesmas dan tidak sebanding dengan jumlah penduduk warga Bantul.
"Yang sangat kurang itu dokter umum, karena puskesmas tidak boleh ada dokter spesialis," ujarnya, Rabu (4/3/2015).
Karmijono mengatakan, idealnya satu puskesmas itu ada tiga dokter yang bisa melayani masyarakat. Tetapi, saat ini kondisinya sangat jauh dari ideal, karena sebagian besar puskesmas hanya memiliki satu hingga dua orang dokter. Terkadang, kepala puskesmas yang harus turun tangan melayani masyarakat yang ingin memeriksakan kesehatannya di puskesmas.
Karmijono menambahkan, sebetulnya jika dihitung dari jumlah penduduk, satu orang dokter idealnya melayani 2.500 orang warga. Tetapi, dua orang dokter di Puskesmas Dlingo 1 harus melayani sekitar 20.000 warga.
"Sehari itu, satu dokter sebenarnya melayani sekitar 40 warga. Tetapi ini sampai 90 hingga 100 pasien setiap harinya."
Akibat minimnya dokter tersebut, Karmijono mengaku kualitas layanan dokter di puskesmas menjadi menurun. Seringkali karena dikejar oleh waktu dan banyaknya pasien yang harus diperiksa, pemeriksaan yang dilakukan juga tidak maksimal.
Hal itu berbeda dengan rumah sakit yang memiliki dokter-dokter spesialis cukup banyak dan memiliki kewenangan untuk melakukan perekrutan sesuai dengan kebutuhan dokter.
Karmijono mengungkapkan, penyebab kekurangan tersebut sudah dirasakan sejak ada moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Selain itu, kekurangan ini juga karena banyak dokter umum yang mengambil pendidikan menjadi dokter spesialis. Padahal, ketika menjadi dokter spesialis, dokter tersebut tidak boleh lagi melayani masyarakat sebagai dokter umum.
"Kami mencatat setidaknya ada 12 dokter umum yang mengambil spesialis. Tentu kekurangan dokter di Bantul semakin besar. Kekurangan ini sudah kami sampaikan, tetapi memang belum ada solusinya karena ada moratorium tersebut."
Ia berharap, dengan pergantian badan hukum puskesmas dari Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan menjadi solusi kekurangan dokter. Karena, dengan menjadi BLUD, puskesmas akan diberi kewenangan merekrut tenaga kesehatan termasuk dokter dengan sistem kontrak.
Kepala Seksi Pembinaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PSDMK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul dr Karmijono mengakui, Bantul sangat kekurangan dokter, terutama di puskesmas-puskesmas. Jumlah dokter yang ada saat ini sangat tidak sebanding dengan tingkat kunjungan pasien ke puskesmas dan tidak sebanding dengan jumlah penduduk warga Bantul.
"Yang sangat kurang itu dokter umum, karena puskesmas tidak boleh ada dokter spesialis," ujarnya, Rabu (4/3/2015).
Karmijono mengatakan, idealnya satu puskesmas itu ada tiga dokter yang bisa melayani masyarakat. Tetapi, saat ini kondisinya sangat jauh dari ideal, karena sebagian besar puskesmas hanya memiliki satu hingga dua orang dokter. Terkadang, kepala puskesmas yang harus turun tangan melayani masyarakat yang ingin memeriksakan kesehatannya di puskesmas.
Karmijono menambahkan, sebetulnya jika dihitung dari jumlah penduduk, satu orang dokter idealnya melayani 2.500 orang warga. Tetapi, dua orang dokter di Puskesmas Dlingo 1 harus melayani sekitar 20.000 warga.
"Sehari itu, satu dokter sebenarnya melayani sekitar 40 warga. Tetapi ini sampai 90 hingga 100 pasien setiap harinya."
Akibat minimnya dokter tersebut, Karmijono mengaku kualitas layanan dokter di puskesmas menjadi menurun. Seringkali karena dikejar oleh waktu dan banyaknya pasien yang harus diperiksa, pemeriksaan yang dilakukan juga tidak maksimal.
Hal itu berbeda dengan rumah sakit yang memiliki dokter-dokter spesialis cukup banyak dan memiliki kewenangan untuk melakukan perekrutan sesuai dengan kebutuhan dokter.
Karmijono mengungkapkan, penyebab kekurangan tersebut sudah dirasakan sejak ada moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Selain itu, kekurangan ini juga karena banyak dokter umum yang mengambil pendidikan menjadi dokter spesialis. Padahal, ketika menjadi dokter spesialis, dokter tersebut tidak boleh lagi melayani masyarakat sebagai dokter umum.
"Kami mencatat setidaknya ada 12 dokter umum yang mengambil spesialis. Tentu kekurangan dokter di Bantul semakin besar. Kekurangan ini sudah kami sampaikan, tetapi memang belum ada solusinya karena ada moratorium tersebut."
Ia berharap, dengan pergantian badan hukum puskesmas dari Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan menjadi solusi kekurangan dokter. Karena, dengan menjadi BLUD, puskesmas akan diberi kewenangan merekrut tenaga kesehatan termasuk dokter dengan sistem kontrak.
(zik)