Rakyat Bawah Semakin Susah
A
A
A
PALEMBANG - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan elpiji 12 kilogram membuat masyarakat berpenghasilan rendah semakin kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Kami jelas terkejut dengan kenaikan harga elpiji 12kg. Pas beli tadi (kemarin) sudah naik di tingkat pengecer Rp150.000 per tabung. Padahal,sebelumnya hanya Rp138.000 - Rp140.000,” ungkap Febi, warga Patra Plaju Palembang, kemarin.
Kenaikan bahan bakar gas itu, kata dia, secara otomatis berdampak besar terhadap sebagian harga kebutuhan pokok maupun makanan siap saji. “Kalau pemerintah ingin menekan harga subsidi elpi ji 12 kg, harusnya bukan menaikkan harga. Melainkan memangkas biaya yang memberatkan anggaran Pertamina seperti perjalanan dinas, operasional kendaraan, dan optimalisasi SDM.
Bukan justru terus menaikkan harga elpiji,”katanya. Apalagi Pertamina akan menaikkan harga elpiji 12 kg secara berkala sampai Juli 2016 mendatang hingga menuju pada harga ke ekonomian.
Hal itu, kata dia, semakin menyengsarakan rakyat. “Kami minta Pertamina peduli kepada masyarakat soal kenaikan elpiji 12 kg. Tidak serta merta menaikkan elpiji 12 kg per triwulan sekali,”katanya.
Usmadin, petugas pangkalan elpiji Jati Indah Dwikora Palembang mengaku baru mengetahui kenaikan harga elpiji 12kg pada 2 Maret, kemarin. “Sebelum naik, memang harga di tingkat agen Rp129.000 per tabung. Karena kami minta diantarkan langsung. Jadi ditambah dengan biaya operasional. Tidak menutup kemungkinan dengan kenaikan itu harga jual elpiji 12 kg mencapai Rp150.000 per tabung,”jelasnya.
Senior Supervisor External Relation Pertamina Fuel Retail Marketing Region II Sumbagsel Alicia Irzanova menegaskan, pihaknya hanya menetapkan batasan tertinggi harga penjualan elpiji 12 kg di tingkat agen dan SPBU, sedangkan di luar itu bukan menjadi tanggungjawab Pertamina.
“Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi ini semata-mata didasarkan pada kenaikan harga pasar elpiji sesuai dengan patokan kontrak pada harga pasaran gas elpiji internasional. Jadi masyarakat jangan terkejut jika suatu saat harga elpiji naik atau turun. Harga ini akan terus dilakukan review,” jelasnya, di Palembang kemarin.
Kendati ada kenaikan harga, kata dia, tidak berpengaruh terhadap jumlah suplay ke masyarakat. “Kebutuhan di tahun 2015 mencapai 70.000 kg elpiji per hari,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua LIPK Sumsel Tito Dalkuci menjelaskan soal penaikan harga elpiji 12 kg, seharusnya pemerintah terlebih dulu menyosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah menjelaskan dasar penaikan harga elpiji 12 kg secara transparan.
“Kami pertanyakan dasar kenaikan harga elpiji 12 kg. Bagaimana masyarakat mau mengimbangi pengeluaran, sementara kondisi ekonomi saat ini belum membaik. Seharusnya pemerintah peduli, berapa modal membeli gas sampai bisa dikonsumsi masyarakat. Jangan seenaknya menaikkan harga elpiji 12kg,”katanya.
Penyesuaian Harga Premium Tak Pengaruh Konsumsi
PT Pertamina Fuel Retail Marketing Region II Sumbagsel mengklaim penyesuaian harga BBM jenis premium yang terjadi tiap bulannya tidak memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Masyarakat selaku pengguna premium dinilai akan terbiasa dengan kondisi tersebut.
“Di lapangan lancar-lancar saja, tidak ada kendala berarti. Tingkat konsumsi normal-normal saja. BBM jenis premiumkan tidak disubsidi lagi oleh pemerintah dengan mengacu harga minyak dunia. Nanti juga masyarakat akan terbiasa dengan kondisi itu,” kata Senior Supervisor External Relation Pertamina Marketing Operational Region II Alicia Irzanova, kemarin.
Menurut dia, ada beberapa alasan pemerintah tidak mensubsidi lagi premium, di antaranya dana yang digunakan untuk subsidi dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur.Karena mengacu pada harga minyak dunia, lanjut dia, maka harga premium terus dilakukan penyesuaian naik turun tiap bulannya.
“Untuk premium saat ini tidak memiliki kuota karena premium tidak lagi disubsidi pemerintah. Beda dengan jenis solar dan minyak tanah (mitan), masih disubsidi pemerintah. Ya, kalau untuk solar kuota tahun ini mencapai 71 juta kiloliter (kl),”paparnya.
Soal SPBU, kata dia, penyesuaian harga premium tersebut tidak serta-merta merugikan pengusaha SPBU karena pihaknya menerapkan sistem fee. Artinya, ketika harga premium turun dan naik, maka selisih dari harga premium itu diberikan kompensasi. “Mereka (pengusaha SPBU) sistemnya fee, bukan jual beli. Jadi tidak ada pengaruhnya terhadap kerugian SPBU. Kalau untuk harga tebus itu sudah dikompensasi pemerintah H-2,”jelasnya.
Pengelola SP BU 24.301.14, samping BTN Cabang Palembang Bopok menambahkan,kebijakan pemerintah mengimplementasikan penyesuaian harga premium di nilai sudah tepat karena pengusaha tidak dirugikan.
“Kami menilai sistem yang dibangun sekarang ini sudah sangat tepat. Sebelum penurunan ataupun kenaikan harga BBM, pengelola SPBU diberitahu. Sudah ada batasan yang ditetapkan Pertamina,”ucapnya.
Darfian jaya suprana
“Kami jelas terkejut dengan kenaikan harga elpiji 12kg. Pas beli tadi (kemarin) sudah naik di tingkat pengecer Rp150.000 per tabung. Padahal,sebelumnya hanya Rp138.000 - Rp140.000,” ungkap Febi, warga Patra Plaju Palembang, kemarin.
Kenaikan bahan bakar gas itu, kata dia, secara otomatis berdampak besar terhadap sebagian harga kebutuhan pokok maupun makanan siap saji. “Kalau pemerintah ingin menekan harga subsidi elpi ji 12 kg, harusnya bukan menaikkan harga. Melainkan memangkas biaya yang memberatkan anggaran Pertamina seperti perjalanan dinas, operasional kendaraan, dan optimalisasi SDM.
Bukan justru terus menaikkan harga elpiji,”katanya. Apalagi Pertamina akan menaikkan harga elpiji 12 kg secara berkala sampai Juli 2016 mendatang hingga menuju pada harga ke ekonomian.
Hal itu, kata dia, semakin menyengsarakan rakyat. “Kami minta Pertamina peduli kepada masyarakat soal kenaikan elpiji 12 kg. Tidak serta merta menaikkan elpiji 12 kg per triwulan sekali,”katanya.
Usmadin, petugas pangkalan elpiji Jati Indah Dwikora Palembang mengaku baru mengetahui kenaikan harga elpiji 12kg pada 2 Maret, kemarin. “Sebelum naik, memang harga di tingkat agen Rp129.000 per tabung. Karena kami minta diantarkan langsung. Jadi ditambah dengan biaya operasional. Tidak menutup kemungkinan dengan kenaikan itu harga jual elpiji 12 kg mencapai Rp150.000 per tabung,”jelasnya.
Senior Supervisor External Relation Pertamina Fuel Retail Marketing Region II Sumbagsel Alicia Irzanova menegaskan, pihaknya hanya menetapkan batasan tertinggi harga penjualan elpiji 12 kg di tingkat agen dan SPBU, sedangkan di luar itu bukan menjadi tanggungjawab Pertamina.
“Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi ini semata-mata didasarkan pada kenaikan harga pasar elpiji sesuai dengan patokan kontrak pada harga pasaran gas elpiji internasional. Jadi masyarakat jangan terkejut jika suatu saat harga elpiji naik atau turun. Harga ini akan terus dilakukan review,” jelasnya, di Palembang kemarin.
Kendati ada kenaikan harga, kata dia, tidak berpengaruh terhadap jumlah suplay ke masyarakat. “Kebutuhan di tahun 2015 mencapai 70.000 kg elpiji per hari,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua LIPK Sumsel Tito Dalkuci menjelaskan soal penaikan harga elpiji 12 kg, seharusnya pemerintah terlebih dulu menyosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah menjelaskan dasar penaikan harga elpiji 12 kg secara transparan.
“Kami pertanyakan dasar kenaikan harga elpiji 12 kg. Bagaimana masyarakat mau mengimbangi pengeluaran, sementara kondisi ekonomi saat ini belum membaik. Seharusnya pemerintah peduli, berapa modal membeli gas sampai bisa dikonsumsi masyarakat. Jangan seenaknya menaikkan harga elpiji 12kg,”katanya.
Penyesuaian Harga Premium Tak Pengaruh Konsumsi
PT Pertamina Fuel Retail Marketing Region II Sumbagsel mengklaim penyesuaian harga BBM jenis premium yang terjadi tiap bulannya tidak memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Masyarakat selaku pengguna premium dinilai akan terbiasa dengan kondisi tersebut.
“Di lapangan lancar-lancar saja, tidak ada kendala berarti. Tingkat konsumsi normal-normal saja. BBM jenis premiumkan tidak disubsidi lagi oleh pemerintah dengan mengacu harga minyak dunia. Nanti juga masyarakat akan terbiasa dengan kondisi itu,” kata Senior Supervisor External Relation Pertamina Marketing Operational Region II Alicia Irzanova, kemarin.
Menurut dia, ada beberapa alasan pemerintah tidak mensubsidi lagi premium, di antaranya dana yang digunakan untuk subsidi dapat dialihkan untuk pembangunan infrastruktur.Karena mengacu pada harga minyak dunia, lanjut dia, maka harga premium terus dilakukan penyesuaian naik turun tiap bulannya.
“Untuk premium saat ini tidak memiliki kuota karena premium tidak lagi disubsidi pemerintah. Beda dengan jenis solar dan minyak tanah (mitan), masih disubsidi pemerintah. Ya, kalau untuk solar kuota tahun ini mencapai 71 juta kiloliter (kl),”paparnya.
Soal SPBU, kata dia, penyesuaian harga premium tersebut tidak serta-merta merugikan pengusaha SPBU karena pihaknya menerapkan sistem fee. Artinya, ketika harga premium turun dan naik, maka selisih dari harga premium itu diberikan kompensasi. “Mereka (pengusaha SPBU) sistemnya fee, bukan jual beli. Jadi tidak ada pengaruhnya terhadap kerugian SPBU. Kalau untuk harga tebus itu sudah dikompensasi pemerintah H-2,”jelasnya.
Pengelola SP BU 24.301.14, samping BTN Cabang Palembang Bopok menambahkan,kebijakan pemerintah mengimplementasikan penyesuaian harga premium di nilai sudah tepat karena pengusaha tidak dirugikan.
“Kami menilai sistem yang dibangun sekarang ini sudah sangat tepat. Sebelum penurunan ataupun kenaikan harga BBM, pengelola SPBU diberitahu. Sudah ada batasan yang ditetapkan Pertamina,”ucapnya.
Darfian jaya suprana
(ftr)