DPRD dan Pemko Langgar Ketentuan

Kamis, 26 Februari 2015 - 12:15 WIB
DPRD dan Pemko Langgar...
DPRD dan Pemko Langgar Ketentuan
A A A
MEDAN - Perubahan peruntukan jalur hijau menjadi bangunan rumah tipe C di Jalan Karya Wisata dan taman Jalan Sukaramai menjadi perumahan menuai kritikan dari Ketua Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut, Kusnadi.

DPRD Medan dan Pemko Medan diduga telah melanggar peraturan. Menurut Walhi Sumut, DPRD Medan tidak memahami tentang peraturan tata ruang. Padahal, seharusnya mereka mengawal peraturan tersebut. Berdasarkan tata ruang, minimal ruang terbuka hijau 30% dari luas wilayah satu daerah. Saat ini kawasan ruang terbuka hijau di Kota Medan masih kurang.

“Artinya dengan menyetujui perubahan peruntukan tersebut sama saja melanggar aturan yang dibuat mereka sendiri. Bisa jadi juga mereka tidak memahami aturan yang dibuatnya sendiri,” ujar Kusnadi kepada KORAN SINDO MEDAN, Rabu (25/2). Begitu juga dengan pihak eksekutif. Seharusnya mereka paham berapa luas lahan yang tersisa saat ini untuk dijadikan ruang terbuka hijau, maupun taman kota. Jadi, permohonan tersebut tidak disetujui begitu saja.

Dengan demikian, kedua lahan tersebut bisa dipertahankan peruntukannya. Dikhawatirkan, pihak Pemko Medan tidak punya data berapa persen ruang terbuka hijau yang ada, berapa lagi kekurangannya, berapa persen lahan tersisa. Jadi, menerima permohonan tersebut, memberikan kepada DPRD Medan untuk disetujui dan selanjutnya diproses.

“Kondisi ini menunjukkan pihak eksekutif dan legislatif terkesan sepakat mengurangi ruang terbuka hijau di Kota Medan,” ungkapnya. Dia menyarankan, pihak pemko maupun DPRD Medan agar sependapat mencari lokasi lahan lain sebagai pengganti lahan tersebut.

Dengan begitu permintaan Undang-Undang tentang Tata Ruang bisa terpenuhi. Mengingat ruang terbuka hijau tersebut berkaitan dengan estetika lingkungan, penghijauan, ruang publik, dan lainnya. “Harus diganti lahan yang diubah ini dengan lahan lain sehingga tidak berkurang,” sarannya. Dia menambahkan, ke depannya ada komunikasi yang dibangun dengan masyarakat sekitar sebelum dilakukannya pengambilan keputusan atau persetujuan perubahan peruntukan.

Sebab, pihaknya yakin selama ini tidak pernah dilakukan. Apabila dilakukan atau disampaikan kepada masyarakat adanya jalur hijau diubah menjadi bangunan rumah atau taman menjadi rumah, jelas masyarakat akan menolak. Bahkan, bisa melakukan class action atas rencana tersebut. Padahal, hal itu sangat penting agar masyarakat sekitar tidak merasa dirugikan atas rencana tersebut.

“Seharusnya ada komunikasi dibangun terlebih dahulu dengan masyarakat terdekat. Jangan langsung membuat kebijakan atau keputusan. Jadi, ada kepedulian eksekutif maupun legislatif terhadap masyarakat sekitar,” ujarnya. Apabila menolak, tidak perlu dilanjutkan. Hal ini penting untuk perbaikan, jangan hanya merugikan masyarakat sekitar akibat kebijakan tersebut.

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setdako Medan, Qamarul Fattah, mengungkapkan, setiap permohonan perubahan peruntukan yang diajukan tetap melalui pembahasan di internal Pemko Medan. Permohonan tersebut dibahas di Badan Penata Ruang Daerah. Apakah diteruskan ke DPRD Medan untuk dimintai rekomendasi atau tidak. “Semua melalui pembahasan di internal. Jadi, apa yang disampaikan berdasarkan pembahasan,” ujarnya.

Reza shahab
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3302 seconds (0.1#10.140)