Dari Jalanan Bisa Naik Haji dan Miliki Tujuh Angkot

Selasa, 24 Februari 2015 - 11:16 WIB
Dari Jalanan Bisa Naik Haji dan Miliki Tujuh Angkot
Dari Jalanan Bisa Naik Haji dan Miliki Tujuh Angkot
A A A
Menjadi sopir angkutan kota (angkot) identik dengan pekerjaan lelaki. Namun, Nong Zuraidah merubah stigma itu. Menariknya, dari sopir angkot ia bisa berangkat haji dan pernah memiliki tujuh armada angkot.

Ketika ditemui kemarin, perempuan yang sudah 21 tahun menjadi sopir angkot ini sedang menunggu giliran untuk menarik angkot M97 trayek Bagan Percut, Perbaungan, Pakam, Tanjung Morawa, Amplas, Menteng, Slamet Ketaren, dan Unimed. Nong, sapaan akrabnya, terlihat bersenda gurau dengan rekan-rekannya sesama sopir yang keseluruhannya pria, di pangkalan M97 di kawasan Lau Dendang.

“Beginilah sekarang, bisabisa nunggu giliran narik sampai tiga jam. Kalau dulu masa awal saya narik angkot, lebih banyak penumpang dibanding angkot.” “Tapi sekarang, beda malah lebih banyak angkot dari penumpang,” ujar nenek dari 12 cucu dan seorang cicit ini. Nong mengaku mulai menjadi sopir angkot pada Oktober 1993.

Awalnya, ibu lima anak ini memang bermodalkan nekat menjadi sopir angkot untuk menambah penghasilan keluarga. Sebab setelah hijrah dari Jakarta ke Medan pada 1989, Nong yang membuka usaha warung minuman di Tanjung Morawa merasa kalau penghasilannya tak mencukupi memenuhi kebutuhan keluarga. “Saya tujuh tahun merantau di Jakarta dari 1982.

Di saat itu saya sangat terpuruk dan miskin, akhirnya saya berupaya bagaimana saya bisa pulang ke Medan dan membuka usaha. Setelah saya membuka usaha warung di Tanjung Morawa pada1989, itu juga ternyata tidak mencukupi penghasilan keluarga. Ketika itu saya juga jenuh dengan pekerjaan perempuan, saya ingin menekuni pekerjaan laki-laki,” ungkap Nong.

Kisah kehidupan Nong juga tidak terlepas dari kisah pernikahannya yang sudah dilaluinya hingga tiga kali. Berawal dari pernikahannya dengan Almarhum Sariyadi pada 1971. Pernikahan ini harus berakhir pada 1981 di meja perceraian. Dari pernikahan tersebut, Nong dikaruniai tiga orang anak. Setahun kemudian, Nong menikah dengan Almarhum Oka Akhmad Kamrudin yang merupakan veteran pejuang.

Namun pada 2004, suaminya tersebut meninggal karena sakit. Dari pernikahan keduanya, Nong dikaruniai sepasang anak. Saat hidup bersama suami keduanya inilah, Nong mencoba peruntungan di Jakarta pada 1982 hingga 1989. Di Jakarta dia berjualan rokok dan jajanan di kawasan Kemayoran Gempol. Sejak saat itu lah Nong kerap menjadi kernet pengganti untuk metro mini dan mikrolet.

Baru pada 1989, ia membuka usaha warung kopi di pangkalan stasiun mobil tangki pabrik minyak goreng di Tanjung Morawa. Mendapat dukungan penuh oleh suami keduanya ini, Nong pun memberanikan diri mengajukan kredit armada angkutan dengan membayar Rp3 juta sebagai uang pangkal yang diperoleh dari menggadaikan SK tanah rumah mereka.

“Ketika kredit saya lolos di bank dana ganda, saya kemudian running angkutan tersebut dari Tanjung Mulia. Ketika di jalan saya langsung nekat membawa penumpang karena masih semangat, dan setelah itu Alhamdulillah penumpang banyak,” terangnya. Awalnya dia membawa angkutan umum milik CV Nitra dengan rute Amplas, Lubukpakam, Kota Bangun, dan Purba.

Lalu pada 1995 ia berpindah haluan ke KPUM. Baru pada 1997, Nong terhitung sah sebagai sopir angkutan umum karena sudah memiliki kartu sopir dari koperasi yang menaungi angkutan umum yang dibawanya. Saat itu, ia membawa trayek M96 dengan rute Perbaungan- Bagan-Percut. Lalu trayek yang dibawanya bertukar lagi pada 1999 hingga 2002, yaitu M79 dengan rute Amplas-Pinang Baris.

Lalu ia kembali berdiam di CV Nitra, CV Ultra, dan CV Rahayu, membawa angkutan umum nomor A97 dengan rute Pancur Batu-Lubukpakam. Hingga akhirnya pada 2012 ia menetapkan hati untuk membawa angkutan umum KPUM nomor M97 hingga sekarang. Nong pernah menjabat sebagai penasehat di koperasi yang menaunginya itu sejak 1999 hingga 2004.

Berkat kerja keras dan keuletannya, Nong bisa mengembalikan surat tanah yang digadainya dalam waktu tiga bulana. Tak hanya itu, Nong dapat mencicil angkutan yang baru, dan selang tiga bulan berikutnya bisa mencicil angkutan baru lagi hingga memiliki tujuh angkutan. “Namun, sekarang, karena sudah ada yang saya jual dan ada yang rusak jadi tinggal tiga angkutan yang saya miliki,” ungkap Nong.

Dari hasil jerih payahnya itu, Nong bersama suami keduanya bisa berangkat haji pada 2002 silam. Ia bisa berangkat haji setelah menabung sejak 1999. Mendengar sang istri hendak pergi haji, sang suami pun menjual 1 mobil angkutan umum dan akhirnya bisa pergi haji bersama. “Dia bangga sama saya. Saya pergi haji nggak minta sama dia,”ungkap pemilik SIM B 1 umum itu.

Nong mengaku mampu menjadi sopir angkot dengan belajar secara otodidak dari mobil milik suaminya. “Jadi kalau suami saya pergi, mobilnya saya pakai diamdiam, dari sanalah ketika itu saya bisa membawa mobil,” ungkapnya. Sebagai sopir perempuan di antara sopir lelaki, Nong mengaku banyak suka duka yang dihadapinya. Dukanya, ketika angkutan yang dibawanya rusak.

Misalnya ban kempes harus diatasi sendiri. Tapi jika mesin yang rusak, Nong terpaksa harus mencari bengkel. Kini Nong tinggal bersama suami ketiganya yang dinikahinya pada 2005 silam, Amir Husein,68. Suami ketiganya ini juga selalu mendukungnya untuk menjadi sopir angkot. “Beginilah, pergi jam 7 pagi dan pulang jam 10 malam. Tapi suami saya tidak pernah marah. Dia mendukung saya sepenuhnya,” pungkasnya.

Lia Anggia Nasution
Medan
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5137 seconds (0.1#10.140)
pixels