Setahun Ngangsu Kaweruh di Babadan Wlingi
A
A
A
Badrodin Haiti memang terlahir di Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember, 24 Juli 1958 silam. Namun, tidak menyangka bila calon tunggal kapolri itu ternyata pernah hidup di sebuah rumah kontrakan di Jalan Urip Sumoharjo, Kelurahan/ Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar.
“Saya ajak adik (Badrodin Haiti) tinggal di Blitar sekalian bantu mengasuh anak saya yang pertama,” tutur Siti Khalimah, 63, kakak sulung Badrodin Haiti ditemui di kediamannya di Jalan Gajah Mada Kelurahan Wlingi, Kabupaten Blitar. Rumah kontrakan itu kini hanya tinggal kenangan karena oleh pemiliknya telah dijual. Tangan ke sekian itu merombak bangunan itu menjadi kantor sebuah bank swasta.
Saat itu, Din, begitu panggilan Badrodin Haiti biasa diucapkan, ngangsu kaweruh (mencari ilmu) di bangku kelas enam sekolah dasar. Hanya setahun putra keempat dari delapan saudara pasangan suami istri almarhum KH Achmad Haiti dan almarhumah Siti Aminah menuntut ilmu sebagai siswa kelas enam di SD Babadan 01 Wlingi. Perjalanan pendidikan itu berlangsung pada 1969-1970.
“Tidak lama. Hanya setahun tinggal di Blitar,” katanya. Sebelum duduk di bangku kelas enam, lulusan terbaik AKABRI kepolisian tahun 1982 itu tercatat sebagai siswa (kelas 1-5) SD Negeri Paleran 01 Jember. Setelah merampungkan kelas enam sekolah dasar di Blitar, Din kembali ke Jember. Ia melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Baitul Arqam, Kecamatan Balung. Dari sana, Din meneruskan ke SMA Muhammadiyah Rambipuji.
“Saat saya ajak ke sini (Blitar), saya dan suami memang belum lama tinggal di Blitar,” katanya. Dikutip dari situs sangpencerah , keluarga besar Badrodin Haiti adalah aktivis persyarikatan Muhammadiyah. Ayah Badrodin Hatiti, almarhum KH Achmad Haiti, adalah satu di antara sekian sosok ulama yang menggerakkan dakwah di kawasan Jember.
Bapak 10 anak (dua orang telah meninggal saat masih berusia muda) dan salah satunya sukses menjabat di Kepolisian Republik Indonesia, yakni Wakapolri Komjen (Pol) Badrodin Haiti, dikenal sebagai seorang ayah yang teguh pendirian. Beliau sudah menggariskan ketetapan bahwa seluruh anaknya harus bersekolah di lembaga pendidikan Islam atau pesantren. Wajar anakanaknya, termasuk Komjen Badrodin Haiti “nyantri” di Pondok Pesantren Baitul Arqam, Balung, Jember.
KH Achmad Haiti wafat pada usia 97 tahun, setelah beberapa hari dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Jember, Senin (10/3/2014). Hasil rintisan dan perjuangan beliau, kini berdiri Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Paleran dengan berbagai amal usahanya. Di antara yang berdiri berupa TK ABA, SD, SMP, dan SMK Muhammadiyah, sejumlah masjid/musala, serta beberapa bidang tanah wakaf yang dikelola Muhammadiyah.
KH Achmad Haiti muda menikah dengan Siti Aminah. Buah pernikahannya dikaruniai 10 orang anak, dua di antaranya meninggal sebelum usia dewasa. Kedelapan putra-putri Kiai Achmad Haiti antara lain, Siti Khalimah, anak pertama yang kini bermukim di Blitar. Disusul Lukman (PNS-Guru) tinggal di Paleran, Jember.
Selanjutnya, Muhaimin (Blitar) dan Komjen (Pol) Badrodin Haiti yang kini menjabat Wakapolri adalah putra keempat. Kemudian Nahrowi (PNS-Guru, Jember), Jamrozi (karyawan bank, Jakarta), Siti Humaidah (pengusaha, Jember), dan Siti Mudrikah (wiraswasta, Jakarta).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menunjuk Komjen Badrodin Haiti sebagai calon tunggal kapolri. Badrodin tercatat pernah menjabat Kepala Badan Pemelihara Keamanan (pada 2 Agustus 2013- 27 Februari 2014), kemudian sebagai Asops Kapolri (2011- 2013), Kapolda Jawa Timur (20 Agustus 2010- 14 Maret 2011), Kapolda Sumatera Utara (14 Februari 2009-5 Maret 2010), Kapolda Sulawesi Tengah (2006-2008), dan Kapolda Banten (2004-2005).
Penunjukan Badrodin menggantikan Komjen Budi Gunawan dilakukan setelah muncul perselisihan Polri dengan KPK. Di tengah riwayat dan latar belakang yang agamais dan sederhana, nama Komjen Badrodin Haiti juga tidak lepas dari isu tidak sedap, yakni rekening gendut. Sebuah sumber menyebutkan Badrodin diduga pernah membeli polis asuransi sebesar Rp1,1 miliar.
Saat menjabat Kepala Kepolisian Kota Besar Medan tahun 2003-2004, Badrodin diduga pernah menarik dana Rp700 juta dari rekeningnya. Ia juga diduga menerima setoran rutin Rp50 juta per bulan selama Januari 2004-Juli 2005. Termasuk setoran dana Rp120-Rp343 juta dengan transaksi tidak jelas. Pergerakan uang di rekening tersebut dinilai tidak wajar bila mengingat gaji Badrodin hanya sekitar Rp22 juta. Di luar itu, kekayaan Badrodin meningkat pesat selama enam tahun terakhir.
Dari Rp2,9 miliar dan US$4.000 pada 2008 menjadi Rp8,2 miliar dan US$4.000. Isu ini sebenarnya sudah dijawab Badrodin. Saat itu, Badrodin Haiti mengatakan, hal itu sudahclear dan tidak perlu kembali dipermasalahkan. “Itu sudah diklarifikasi, sudah dilaporkan ke PPATK. Saya ditunjuk jadi Wakapolri, berarti masalah itu sudah clear ,” kata Badrodin.
Bila nanti Badrodin terpilih menjadi kapolri, sebagai kakak, Siti Khalimah, hanya berharap adiknya mampu menjadi peredam sekaligus pendamai konflik yang terjadi antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kedua lembaga (KPKPolri) itu sama-sama bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya.
Solichan Arif
Blitar
“Saya ajak adik (Badrodin Haiti) tinggal di Blitar sekalian bantu mengasuh anak saya yang pertama,” tutur Siti Khalimah, 63, kakak sulung Badrodin Haiti ditemui di kediamannya di Jalan Gajah Mada Kelurahan Wlingi, Kabupaten Blitar. Rumah kontrakan itu kini hanya tinggal kenangan karena oleh pemiliknya telah dijual. Tangan ke sekian itu merombak bangunan itu menjadi kantor sebuah bank swasta.
Saat itu, Din, begitu panggilan Badrodin Haiti biasa diucapkan, ngangsu kaweruh (mencari ilmu) di bangku kelas enam sekolah dasar. Hanya setahun putra keempat dari delapan saudara pasangan suami istri almarhum KH Achmad Haiti dan almarhumah Siti Aminah menuntut ilmu sebagai siswa kelas enam di SD Babadan 01 Wlingi. Perjalanan pendidikan itu berlangsung pada 1969-1970.
“Tidak lama. Hanya setahun tinggal di Blitar,” katanya. Sebelum duduk di bangku kelas enam, lulusan terbaik AKABRI kepolisian tahun 1982 itu tercatat sebagai siswa (kelas 1-5) SD Negeri Paleran 01 Jember. Setelah merampungkan kelas enam sekolah dasar di Blitar, Din kembali ke Jember. Ia melanjutkan sekolah di lembaga pendidikan Madrasah Tsanawiyah Baitul Arqam, Kecamatan Balung. Dari sana, Din meneruskan ke SMA Muhammadiyah Rambipuji.
“Saat saya ajak ke sini (Blitar), saya dan suami memang belum lama tinggal di Blitar,” katanya. Dikutip dari situs sangpencerah , keluarga besar Badrodin Haiti adalah aktivis persyarikatan Muhammadiyah. Ayah Badrodin Hatiti, almarhum KH Achmad Haiti, adalah satu di antara sekian sosok ulama yang menggerakkan dakwah di kawasan Jember.
Bapak 10 anak (dua orang telah meninggal saat masih berusia muda) dan salah satunya sukses menjabat di Kepolisian Republik Indonesia, yakni Wakapolri Komjen (Pol) Badrodin Haiti, dikenal sebagai seorang ayah yang teguh pendirian. Beliau sudah menggariskan ketetapan bahwa seluruh anaknya harus bersekolah di lembaga pendidikan Islam atau pesantren. Wajar anakanaknya, termasuk Komjen Badrodin Haiti “nyantri” di Pondok Pesantren Baitul Arqam, Balung, Jember.
KH Achmad Haiti wafat pada usia 97 tahun, setelah beberapa hari dirawat di sebuah rumah sakit di Kota Jember, Senin (10/3/2014). Hasil rintisan dan perjuangan beliau, kini berdiri Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Paleran dengan berbagai amal usahanya. Di antara yang berdiri berupa TK ABA, SD, SMP, dan SMK Muhammadiyah, sejumlah masjid/musala, serta beberapa bidang tanah wakaf yang dikelola Muhammadiyah.
KH Achmad Haiti muda menikah dengan Siti Aminah. Buah pernikahannya dikaruniai 10 orang anak, dua di antaranya meninggal sebelum usia dewasa. Kedelapan putra-putri Kiai Achmad Haiti antara lain, Siti Khalimah, anak pertama yang kini bermukim di Blitar. Disusul Lukman (PNS-Guru) tinggal di Paleran, Jember.
Selanjutnya, Muhaimin (Blitar) dan Komjen (Pol) Badrodin Haiti yang kini menjabat Wakapolri adalah putra keempat. Kemudian Nahrowi (PNS-Guru, Jember), Jamrozi (karyawan bank, Jakarta), Siti Humaidah (pengusaha, Jember), dan Siti Mudrikah (wiraswasta, Jakarta).
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menunjuk Komjen Badrodin Haiti sebagai calon tunggal kapolri. Badrodin tercatat pernah menjabat Kepala Badan Pemelihara Keamanan (pada 2 Agustus 2013- 27 Februari 2014), kemudian sebagai Asops Kapolri (2011- 2013), Kapolda Jawa Timur (20 Agustus 2010- 14 Maret 2011), Kapolda Sumatera Utara (14 Februari 2009-5 Maret 2010), Kapolda Sulawesi Tengah (2006-2008), dan Kapolda Banten (2004-2005).
Penunjukan Badrodin menggantikan Komjen Budi Gunawan dilakukan setelah muncul perselisihan Polri dengan KPK. Di tengah riwayat dan latar belakang yang agamais dan sederhana, nama Komjen Badrodin Haiti juga tidak lepas dari isu tidak sedap, yakni rekening gendut. Sebuah sumber menyebutkan Badrodin diduga pernah membeli polis asuransi sebesar Rp1,1 miliar.
Saat menjabat Kepala Kepolisian Kota Besar Medan tahun 2003-2004, Badrodin diduga pernah menarik dana Rp700 juta dari rekeningnya. Ia juga diduga menerima setoran rutin Rp50 juta per bulan selama Januari 2004-Juli 2005. Termasuk setoran dana Rp120-Rp343 juta dengan transaksi tidak jelas. Pergerakan uang di rekening tersebut dinilai tidak wajar bila mengingat gaji Badrodin hanya sekitar Rp22 juta. Di luar itu, kekayaan Badrodin meningkat pesat selama enam tahun terakhir.
Dari Rp2,9 miliar dan US$4.000 pada 2008 menjadi Rp8,2 miliar dan US$4.000. Isu ini sebenarnya sudah dijawab Badrodin. Saat itu, Badrodin Haiti mengatakan, hal itu sudahclear dan tidak perlu kembali dipermasalahkan. “Itu sudah diklarifikasi, sudah dilaporkan ke PPATK. Saya ditunjuk jadi Wakapolri, berarti masalah itu sudah clear ,” kata Badrodin.
Bila nanti Badrodin terpilih menjadi kapolri, sebagai kakak, Siti Khalimah, hanya berharap adiknya mampu menjadi peredam sekaligus pendamai konflik yang terjadi antara Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Kedua lembaga (KPKPolri) itu sama-sama bekerja untuk kepentingan bangsa dan negara,” ujarnya.
Solichan Arif
Blitar
(ars)