Direktur PAM ATS Mengeluh
A
A
A
PALEMBANG - Air Musi yang merupakan sumber air baku bagi masyarakat Kota Palembang terus mengalami kekeruhan. Kondisi ini mengakibatkan tingkat higienis air akan semakin berkurang hingga sering mempengaruhi proses pengelolaannya. Keluhan itu disampaikan Direktur Perusahaan Air Minum, Adhya Trirta Sriwijaya (PAM ATS), Mugiarto, kemarin.
Menurutnya, sebagai satu-satu nya sumber air baku bagi kebutuhan air bagi masyarakat Palembang dan sekitarnya, tingkat kejenuhan air musi semakin tinggi. Kondisi ini berpengaruh pada tingkat dan proses pengelolaannya menjadi air bersih atau air siap minum di perusahaanya yang dipimpinya. Bahkan, kata dia, pernah tingkat kekeruhan air Sungai Musi mendekati batas normal.
“Tingkat kejenuhan dan kekeruhan air baku makin tinggi. Di alat ukur dari kami (PAM ATS) pun sering mendapatkan kondisi air yang sudah sangat keruh,” ungkapnya. Pada waktu-waktu tertentu, tingkat kekeruhan malah melebihi ambang batas normal. Misalnya, ambang batas kekeruhan untuk air baku yang dapat dikelola berada di angka 400 NTU.
Sementara beberapa kali sudah cukup sering, dimana sumber air baku itu berada di tingkat kekeruhan mencapai 1.000 NTU. “Jika air nya sangat keruh tentu mempenga ruhi proses produksi kami. Sangat sulit mengelola air dengan tingkat kekeruhan tinggi,” ujarnya.
Sementara, jika berdasarkan pengalaman tahun lalu, perangkat pengelolaan air bersih yang berada hingga 11 km dari sumber air baku, membutuhkan waktu pengelolaan (valencing) untuk mengelola air baku yang sudah jenuh kian mengalami peningkatkan. Kondisi itupula yang mengakibatkan biaya operasional pengelolaan air musi makin tinggi.
“Jika air makin keruh, maka air lebih lama dikelola. Misalnya pembersihan dilakukan setiap lima jam sekali, namun saat air sangat keruh, maka pembersihan instalansi dilakukan hingga satu jam kali. Karena itu, biaya operasional akan semakin mahal,” katanya.
Untuk tahun ini, PAM ATS masih akan menambah target pelanggan hingga 1.500 rumah tangga sasaran (RTS). Dengan jangkauan kawasan operasional, meliputi kawasan Kecamatan Alang-Alang Lebar (AAL), Soekarno Hatta dan sebagian Kecamatan Sukarami. Peningkatan biaya operasional juga mempengaruhi penetapan tarif.
Hanya saja, pada saat ini, tarif air dari perusahaan swasta pengelolaa air bersih itu tidak mengalami perubahan. “Meski biaya operasional meningkat, tarif masih sama. Penentuan tarif juga ditentukan berdasarkan aturan pemerintah daerah,” tukasnya. Terpisah, pengamat lingkungan dan air dari Universitas Sriwi jaya, Robbiyanto H Susanto mengatakan, air Sungai Musi mengalami proses pengikisan akibat aktivitas masyarakat di kawasan seberang ilir.
Misalnya, pembukaan lahan dan lainnya yang mengakibatkan sampah dan bahan organik bercampur dengan air. Sehingga tingkat kekeruhannya makin meningkat. Dibutuhkan upaya membatasi aktivitas atau membersihkan kawasan air musi agar tidak terus mengalami erosi. “Bisa diatasi dengan pengerukkan atau peningkatan kawasan hijau,” ujarnya.
Tasmalinda
Menurutnya, sebagai satu-satu nya sumber air baku bagi kebutuhan air bagi masyarakat Palembang dan sekitarnya, tingkat kejenuhan air musi semakin tinggi. Kondisi ini berpengaruh pada tingkat dan proses pengelolaannya menjadi air bersih atau air siap minum di perusahaanya yang dipimpinya. Bahkan, kata dia, pernah tingkat kekeruhan air Sungai Musi mendekati batas normal.
“Tingkat kejenuhan dan kekeruhan air baku makin tinggi. Di alat ukur dari kami (PAM ATS) pun sering mendapatkan kondisi air yang sudah sangat keruh,” ungkapnya. Pada waktu-waktu tertentu, tingkat kekeruhan malah melebihi ambang batas normal. Misalnya, ambang batas kekeruhan untuk air baku yang dapat dikelola berada di angka 400 NTU.
Sementara beberapa kali sudah cukup sering, dimana sumber air baku itu berada di tingkat kekeruhan mencapai 1.000 NTU. “Jika air nya sangat keruh tentu mempenga ruhi proses produksi kami. Sangat sulit mengelola air dengan tingkat kekeruhan tinggi,” ujarnya.
Sementara, jika berdasarkan pengalaman tahun lalu, perangkat pengelolaan air bersih yang berada hingga 11 km dari sumber air baku, membutuhkan waktu pengelolaan (valencing) untuk mengelola air baku yang sudah jenuh kian mengalami peningkatkan. Kondisi itupula yang mengakibatkan biaya operasional pengelolaan air musi makin tinggi.
“Jika air makin keruh, maka air lebih lama dikelola. Misalnya pembersihan dilakukan setiap lima jam sekali, namun saat air sangat keruh, maka pembersihan instalansi dilakukan hingga satu jam kali. Karena itu, biaya operasional akan semakin mahal,” katanya.
Untuk tahun ini, PAM ATS masih akan menambah target pelanggan hingga 1.500 rumah tangga sasaran (RTS). Dengan jangkauan kawasan operasional, meliputi kawasan Kecamatan Alang-Alang Lebar (AAL), Soekarno Hatta dan sebagian Kecamatan Sukarami. Peningkatan biaya operasional juga mempengaruhi penetapan tarif.
Hanya saja, pada saat ini, tarif air dari perusahaan swasta pengelolaa air bersih itu tidak mengalami perubahan. “Meski biaya operasional meningkat, tarif masih sama. Penentuan tarif juga ditentukan berdasarkan aturan pemerintah daerah,” tukasnya. Terpisah, pengamat lingkungan dan air dari Universitas Sriwi jaya, Robbiyanto H Susanto mengatakan, air Sungai Musi mengalami proses pengikisan akibat aktivitas masyarakat di kawasan seberang ilir.
Misalnya, pembukaan lahan dan lainnya yang mengakibatkan sampah dan bahan organik bercampur dengan air. Sehingga tingkat kekeruhannya makin meningkat. Dibutuhkan upaya membatasi aktivitas atau membersihkan kawasan air musi agar tidak terus mengalami erosi. “Bisa diatasi dengan pengerukkan atau peningkatan kawasan hijau,” ujarnya.
Tasmalinda
(bhr)