Anggaran BPJS RSUD Jeneponto Dikorup Rp3,4 M
A
A
A
JENEPONTO - Anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS), di Jeneponto, Sulawesi Selatan, senilai Rp3,4 miliar, di tahun 2014, diduga diselewengkan oleh mantan Direktur RSUD Jeneponto Saharuddin.
Akibatnya, pengadaan stok obat di rumah sakit menjadi langka. Pasien pun terpaksa harus membeli obat dari luar dengan harga yang cukup tinggi.
Dana BPJS rumah sakit yang terangkum dalam pengadaan obat, insentif perawat, dan jasa dokter senilai Rp7 miliar lebih itu tidak dapat mencukupi, lantaran sebagian anggaran yang diturunkan dari pusat diduga telah disunat Rp3,4 miliar.
Kepala Tata Usaha RSUD Jeneponto Djohansram Rahman mengakui, penyedian obat di rumah sakit memang sudah habis sejak dua bulan lali, karena tidak ada anggaran untuk membeli obat.
Dana yang diperuntukkan untuk anggaran BPJS digunakan oleh mantan direktur rumah sakit lama. Tetapi bukan untuk peruntukannya. Sebesar 50 persen dari anggaran sebenarnya, bahkan anggaran tersebut tidak hilang tetapi dipinjam.
Sementra akibat langkanya obat di RSUD, sejumlah keluarga pasien terpaksa harus mengeluarkan biaya yang cukup besar guna menebus resep dokter ke apotek lain dengan nilai hingga ratusan ribu rupiah.
Tidak hanya obat, fasilitas yang ada di RSUD Jeneponto pun menjadi tidak maksimal. Kendati begitu, pelayanan di rumah sakit tetap berjalan. Namun, tidak sedikit pasien yang sudah rawat terpaksa dirujuk ke rumah sakit di Makassar.
Akibatnya, pengadaan stok obat di rumah sakit menjadi langka. Pasien pun terpaksa harus membeli obat dari luar dengan harga yang cukup tinggi.
Dana BPJS rumah sakit yang terangkum dalam pengadaan obat, insentif perawat, dan jasa dokter senilai Rp7 miliar lebih itu tidak dapat mencukupi, lantaran sebagian anggaran yang diturunkan dari pusat diduga telah disunat Rp3,4 miliar.
Kepala Tata Usaha RSUD Jeneponto Djohansram Rahman mengakui, penyedian obat di rumah sakit memang sudah habis sejak dua bulan lali, karena tidak ada anggaran untuk membeli obat.
Dana yang diperuntukkan untuk anggaran BPJS digunakan oleh mantan direktur rumah sakit lama. Tetapi bukan untuk peruntukannya. Sebesar 50 persen dari anggaran sebenarnya, bahkan anggaran tersebut tidak hilang tetapi dipinjam.
Sementra akibat langkanya obat di RSUD, sejumlah keluarga pasien terpaksa harus mengeluarkan biaya yang cukup besar guna menebus resep dokter ke apotek lain dengan nilai hingga ratusan ribu rupiah.
Tidak hanya obat, fasilitas yang ada di RSUD Jeneponto pun menjadi tidak maksimal. Kendati begitu, pelayanan di rumah sakit tetap berjalan. Namun, tidak sedikit pasien yang sudah rawat terpaksa dirujuk ke rumah sakit di Makassar.
(san)