Longsor di Bantul Terjadi Akibat Ulah Manusia
A
A
A
BANTUL - Banyaknya kejadian tanah longsor ataupun tanah bergerak yang ada di DIY, khususnya Kabupaten Bantul, tak lepas dari perilaku warga atau manusia yang mendiami lokasi rawan bencana tersebut.
Ketua Forum Masyarakat Madani (FMM) Waljito menilai, kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan masih sangat kurang. Banyak lahan-lahan kritis yang tidak segera ditangani, berpotensi bencana dan mengancam warga.
"Lahan-lahan kritis, terutama di kawasan perbukitan sangat berpotensi menimbulkan bencana lebih besar dibanding dengan di lokasi dataran rendah. Kalau dibiarkan, maka potensi tanah longsor akan semakin besar," katanya, Kamis (12/2/2015).
Selain berpotensi longsor, lahan kritis tersebut juga akan membawa dampak di musim kemarau nantinya. Karena jika lahan kritis dibiarkan dan tidak segera ditangani, maka potensi kekeringan yang begitu parah di musim kemarau akan terjadi.
"Potensi akan semakin besar jika hal tersebut dibiarkan, terlebih kondisi cuaca atau iklim belakangan ini tidak bisa diprediksi," jelasnya.
Dari pengamatannya, cukup banyak lahan kritis di perbukitan yang belum tertangani, sehingga berpotensi menimbulkan bencana. Tak hanya dari sisi pembangunan, ternyata banyak masyarakat tidak mengindahkan potensi bencana di lokasi mereka.
Meski sudah mengetahui jika kondisi lahan mereka berpotensi bencana tanah longsor, tetapi mereka tetap nekat membangun rumah tanpa mengindahkan dampak pembangunan tersebut.
“Bisa dilihat di berbagai perbukitan, seperti di Bukit Bintang Piyungan. Pembangunan yang tidak mengindahkan kondisi lingkungan, meski teksturnya rawan longsor, tetapi banyak yang ngawur mendirikan bangunan,” ungkapnya.
Kini, dengan menggandeng pihak kepolisian, FMM akan melakukan pengawasan lingkungan dan juga gerakan penghijauan.
"Besok, Sabtu 14 Februari 2015, bersama Polda DIY dan Polres Bantul, kami akan melakukan penanaman 12.500 pohon di hutan lindung Sri Panjung, Dusun Dodokan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Dlingo," terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul Dwi Daryanto mengakui, banyak wilayah di Bantul yang masuk dalam lokasi rawan bencana.
Berdasarkan data BPBD Bantul, setidaknya ada 15 desa yang masuk dalam zona merah rawan bencana tanah longsor. Padahal dari 15 desa tersebut, baru satu desa yaitu Wonolelo yang sudah siap menghadapi bencana tanah longsor.
“Baru Wonolelo yang menjadi Desa Tangguh Bencana. Tahun ini kami akan menambah dua desa lagi, yaitu Mangunan di Kecamatan Dlingo, dan Srimulyo di Kecamatan Piyungan,” pungkasnya.
Ketua Forum Masyarakat Madani (FMM) Waljito menilai, kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan masih sangat kurang. Banyak lahan-lahan kritis yang tidak segera ditangani, berpotensi bencana dan mengancam warga.
"Lahan-lahan kritis, terutama di kawasan perbukitan sangat berpotensi menimbulkan bencana lebih besar dibanding dengan di lokasi dataran rendah. Kalau dibiarkan, maka potensi tanah longsor akan semakin besar," katanya, Kamis (12/2/2015).
Selain berpotensi longsor, lahan kritis tersebut juga akan membawa dampak di musim kemarau nantinya. Karena jika lahan kritis dibiarkan dan tidak segera ditangani, maka potensi kekeringan yang begitu parah di musim kemarau akan terjadi.
"Potensi akan semakin besar jika hal tersebut dibiarkan, terlebih kondisi cuaca atau iklim belakangan ini tidak bisa diprediksi," jelasnya.
Dari pengamatannya, cukup banyak lahan kritis di perbukitan yang belum tertangani, sehingga berpotensi menimbulkan bencana. Tak hanya dari sisi pembangunan, ternyata banyak masyarakat tidak mengindahkan potensi bencana di lokasi mereka.
Meski sudah mengetahui jika kondisi lahan mereka berpotensi bencana tanah longsor, tetapi mereka tetap nekat membangun rumah tanpa mengindahkan dampak pembangunan tersebut.
“Bisa dilihat di berbagai perbukitan, seperti di Bukit Bintang Piyungan. Pembangunan yang tidak mengindahkan kondisi lingkungan, meski teksturnya rawan longsor, tetapi banyak yang ngawur mendirikan bangunan,” ungkapnya.
Kini, dengan menggandeng pihak kepolisian, FMM akan melakukan pengawasan lingkungan dan juga gerakan penghijauan.
"Besok, Sabtu 14 Februari 2015, bersama Polda DIY dan Polres Bantul, kami akan melakukan penanaman 12.500 pohon di hutan lindung Sri Panjung, Dusun Dodokan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Dlingo," terangnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul Dwi Daryanto mengakui, banyak wilayah di Bantul yang masuk dalam lokasi rawan bencana.
Berdasarkan data BPBD Bantul, setidaknya ada 15 desa yang masuk dalam zona merah rawan bencana tanah longsor. Padahal dari 15 desa tersebut, baru satu desa yaitu Wonolelo yang sudah siap menghadapi bencana tanah longsor.
“Baru Wonolelo yang menjadi Desa Tangguh Bencana. Tahun ini kami akan menambah dua desa lagi, yaitu Mangunan di Kecamatan Dlingo, dan Srimulyo di Kecamatan Piyungan,” pungkasnya.
(san)