Tim FKIP UB Malang Siapkan Jaring Khusus

Selasa, 10 Februari 2015 - 12:20 WIB
Tim FKIP UB Malang Siapkan Jaring Khusus
Tim FKIP UB Malang Siapkan Jaring Khusus
A A A
MALANG - Terjebaknya hiu tutul (Rhincodon typus) di saluran air masuk (Intake) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Paiton Probolinggo membuat kalangan Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan (FKIP) Universitas Brawijaya (UB) ikut sibuk.

Mereka membentuk tim penyelamat untuk mengeluarkan binatang langka tersebut dalam keadaan hidup. Tentu membawa hiu tutul dengan bobot lebih dari 2 ton dan panjang 6 meter keluar dari saluran air bukan pekerjaan gampang. Berbagai kendala menghadang upaya penyelamatan tersebut. Di antaranya derasnya arus air di saluran intake . “Kecepatan arus air di permukaannya bisa mencapai tiga knot. Pada bagian bawahnya, pasti arusnya jauh lebih kencang,” kata koordinator tim penyelamat hiu tutul FKIP UB Malang, Sukandar.

Selain persoalan arus air yang sangat kencang, persoalan lain yang sangat menghambat untuk penyelamatan ikan ini yakni adanya arus listrik tegangan tinggi di atas saluran air. Padahal arus air yang mengalir di saluran tersebut tidak bisa dihentikan karena air harus terus mengalir untuk pembangkit listrik. Apabila arus air dihentikan maka proses produksi listrik di PLTU tersebut bisa berhenti.

Padahal PLTU ini menyuplai listrik untuk masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Bali. “Kami juga menghadapi persoalan waktu. Di mana, kami tidak mampu memprediksi sampai kapan ikan tersebut mampu bertahan di saluran air, dan tidak sampai tersedot masuk ke dalam pembangkit. Apabila ikan mati dan masuk ke dalam pembangkit maka proses produksi listrik juga akan terganggu,” paparnya.

Ikan raksasa yang di masyarakat Jawa lebih dikenal dengan sebutan ikan geger lintang tersebut masuk ke dalam saluran intake hingga sejauh 1 kilometer, dan sudah berada di kolam penampungan air terakhir, sebelum masuk ke pembangkit. Ikan itu memiliki panjang 6 meter dengan bobot sekitar 2 ton.

Sukandar menyebutkan proses penyelamatan tidak bisa menggunakan tenaga manusia di dalam saluran air tersebut karena saluran air ini memiliki kedalaman hingga 10 meter dan arusnya sangat deras. Apabila manusia masuk ke dalamnya bisa langsung hilang terbawa arus air. Upaya yang sedang digagas bersama anggota timnya yang lain adalah menjaring ikan tersebut. Jaring akan coba dipasang, dan ditarik dengan menggunakan katrol yang dipasang di atas saluran tersebut.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi adanya aktivitas penyelamatan dengan tenaga manusia di atas saluran air. Jaring yang sedang digagas, memiliki lebar 25 meter dan panjang 40 meter. Jaring ini masih dirancang menggunakan tali plastik jenis polypropylen dengan diameter 10 milimeter (mm). Dibutuhkan waktu dua hari untuk membuat jaring tersebut.

“Jaring yang akan kami buat memiliki mata jaring selebar 40 sentimeter (cm) x 50 cm. Jaring tersebut dioperasionalkan dengan katrol yang dipasang di belakang dan depan ikan. Ujung jaring akan diberi pemberat sehingga bisa berada di dasar saluran air, untuk kemudian ditarik dari belakang ke depan di bawah ikan,” paparnya.

Menurut pria yang akrab disapa Cak Kandar ini, hasil kajian teknis pembuatan jaring dan upaya pengangkatan ikan yang juga dikenal dengan hiu paus tersebut akan disampaikan pada rapat bersama tim gabungan di Paiton, (Rabu (11/2). Apabila rencana proses pengangkatan ini disetujui dan bisa dilaksanakan, akan dilanjutkan dengan proses evakuasi ikan dari titik pengangkatan menuju ke laut.

Proses evakuasi akan menggunakan truk berukuran besar untuk kemudian ikan dinaikkan ke dalam truk, lalu dilakukan pembasahan terhadap ikan agar tidak sampai mati. Ikan jenis ini memang biasa melakukan migrasi dari Laut Jawa melalui Selat Madura untuk mencari makanan di perairan yang hangat. Mereka akan mencari makanan, yakni berupa plankton dan ikan-ikan kecil.

“Biasanya pada bulanbulan Januari-Maret rombongan ikan ini akan terlihat jelas di wilayah Pantai Bentar, Probolinggo,” ungkapnya. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kabupaten Probolinggo Dedy Isfandi yang dihubungi melalui telepon selulernya menyebutkan proses penyelamatan ikan ini membutuhkan koordinasi yang matang antarsemua pihak. Itu karena ikan tersebut berada dalam obyek vital negara.

“Kami masih akan koordinasi ulang pada Rabu (11/2) besok. Ikan tersebut harus dievakuasi karena kalau dibiarkan akan menyumbat saluran air dan bisa mengancam proses pembangkitan,” ucapnya.

Yuswantoro
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3115 seconds (0.1#10.140)