Pakaian Jawa, Perkuat Budi Pekerti
A
A
A
KULONPROGO - Pelaksanaan upacara bendera di SMK Kesehatan Citra Semesta Indonesia (CSI) Kulonprogo, siang kemarin agak berbeda dari biasanya. Tidak ada satu pun siswa yang mengenakan pakaian seragam sekolah putih abu-abu. Begitu pula dengan para guru dan tenaga pendidikan lainnya tidak ada yang mengenakan pakaian seragam warna cokelat keki.
Para siswa dan seluruh guru justru mengenakan pakaian tradisional, khususnya pakaian Jawa. Pakaian yang dikenakan nyaris tidak ada yang sama baik bentuk maupun warnanya. Siswa laki-laki mengenakan pakaian baju surjan lengkap dengan blangkon. Sedangkan para siswa mengenakan kebaya, dengan bawahan berupa kain jarit. Meski berpakaian Jawa, mereka dengan sikap sempurna mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
“Setiap tanggal 9 kami sepakati menggunakan pakaian Jawa baik guru maupun siswa,” kata Kepala SMK CSI, Dyah Puji Lestari. Tanggal 9 dipilih, karena bertepatan dengan tanggal berdirinya sekolah ini, tepatnya pada 9 April 2012 silam. Sekolah sengaja memilih pakaian Jawa untuk melestarikan budaya Jawa yang dikenal adi luhung.
Apalagi banyak generasi muda yang kurang memahami makna tradisi dan budaya Jawa yang ada. Penggunaan pakaian Jawa, menjadi bagian dari upaya sekolah untuk membentuk mental dan pribadi siswa. Dengan pakaian Jawa, ruang gerak siswa dalam bertingkah juga akan lebih terbatas. Justru siswa menjadi lebih santun dan diharapkan memiliki budi pekerti yang luhur.
“Mungkin orang pintar banyak, tetapi orang pintar yang berbudi pekerti luhur sedikit. Karena itu kami bentuk mental siswa agar memiliki budi pekerti yang luhur,” katanya. Penggunaan pakaian ini pun tidak hanya pada pelaksanaan upacara saja. Namun dalam kegiatan belajar mengajar, di dalam kelas juga dengan pakaian yang sama. Para siswa tidak canggung mengikuti kegiatan.
Salah seorang siswa, Wahyu Herlambang mengaku pada awalnya cukup kerepotan dengan aturan dari sekolah. Namun seiring berjalannya waktu dia menyadari arti dari penggunaan pakaian Jawa. Salah satunya untuk melestarikan tradisi Jawa, yang banyak ditinggalkan generasi muda. “Sekarang saya malah bangga, syukur setiap pekan ada satu hari dengan pakaian Jawa,” ujarnya.
Siswa yang lain Alvita Safitri mengaku saat berangkat banyak mendapat perhatian dari pengguna jalan. Bahkan ada polisi ada yang menanyakan perihal pakaian ini. Hal ini menunjukkan identitas CSI yang komitmen pada pelestarian budaya Jawa. “Kalau bukan kita yang nguriurisiapa lagi? Mestinya sekolah lain mengikuti,” katanya.
SMK Kesehatan CSI memiliki 174 siswa dengan jurusan perawat dan farmasi. Setiap tahun mereka mampu menampung dua kelas di setiap jurusan. Tahun ini mereka akan meluluskan siswa, yang lebih siap dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja.
Kuntadi
Para siswa dan seluruh guru justru mengenakan pakaian tradisional, khususnya pakaian Jawa. Pakaian yang dikenakan nyaris tidak ada yang sama baik bentuk maupun warnanya. Siswa laki-laki mengenakan pakaian baju surjan lengkap dengan blangkon. Sedangkan para siswa mengenakan kebaya, dengan bawahan berupa kain jarit. Meski berpakaian Jawa, mereka dengan sikap sempurna mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
“Setiap tanggal 9 kami sepakati menggunakan pakaian Jawa baik guru maupun siswa,” kata Kepala SMK CSI, Dyah Puji Lestari. Tanggal 9 dipilih, karena bertepatan dengan tanggal berdirinya sekolah ini, tepatnya pada 9 April 2012 silam. Sekolah sengaja memilih pakaian Jawa untuk melestarikan budaya Jawa yang dikenal adi luhung.
Apalagi banyak generasi muda yang kurang memahami makna tradisi dan budaya Jawa yang ada. Penggunaan pakaian Jawa, menjadi bagian dari upaya sekolah untuk membentuk mental dan pribadi siswa. Dengan pakaian Jawa, ruang gerak siswa dalam bertingkah juga akan lebih terbatas. Justru siswa menjadi lebih santun dan diharapkan memiliki budi pekerti yang luhur.
“Mungkin orang pintar banyak, tetapi orang pintar yang berbudi pekerti luhur sedikit. Karena itu kami bentuk mental siswa agar memiliki budi pekerti yang luhur,” katanya. Penggunaan pakaian ini pun tidak hanya pada pelaksanaan upacara saja. Namun dalam kegiatan belajar mengajar, di dalam kelas juga dengan pakaian yang sama. Para siswa tidak canggung mengikuti kegiatan.
Salah seorang siswa, Wahyu Herlambang mengaku pada awalnya cukup kerepotan dengan aturan dari sekolah. Namun seiring berjalannya waktu dia menyadari arti dari penggunaan pakaian Jawa. Salah satunya untuk melestarikan tradisi Jawa, yang banyak ditinggalkan generasi muda. “Sekarang saya malah bangga, syukur setiap pekan ada satu hari dengan pakaian Jawa,” ujarnya.
Siswa yang lain Alvita Safitri mengaku saat berangkat banyak mendapat perhatian dari pengguna jalan. Bahkan ada polisi ada yang menanyakan perihal pakaian ini. Hal ini menunjukkan identitas CSI yang komitmen pada pelestarian budaya Jawa. “Kalau bukan kita yang nguriurisiapa lagi? Mestinya sekolah lain mengikuti,” katanya.
SMK Kesehatan CSI memiliki 174 siswa dengan jurusan perawat dan farmasi. Setiap tahun mereka mampu menampung dua kelas di setiap jurusan. Tahun ini mereka akan meluluskan siswa, yang lebih siap dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja.
Kuntadi
(ftr)