Daur Ulang Jadi Tas Tangan hingga Tempat Buah
A
A
A
YOGYAKARTA - Produksi sampah di wilayah Kota Yogyakarta mencapai 230-an ton sehari. Pengelolaan sampah dengan volume sebesar itu menjadi tantangan tersendiri bagi Badan lingkungan hidup (BLH).
Malah, mengandalkan BLH dan timnya saja tentu tak cukup untuk mengatasi sampah. Butuh kesadaran dari masyarakat untuk terlibat langsung untuk turut membantu menciptakan lingkungan yang sehat melalui pengelolaan sampah yang baik. Inilah yang dilakukan warga di RW 16 KelurahanBrontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta. Masyarakat di kawasan ini sadar betul arti penting kebersihan lingkungan dari gangguan sampah.
Karenanya, kawasan ini selalu dalam kondisi sudah bersih saat pagi menjelang. Tidak ada sampah berserakan di sana. Pengendara dan pengguna jalan bisa menikmati pemandangan sambil menghirup udara segar di pagi hari. Ternyata ini tercipta berkat program Gemess alias Gerakan Menyapu Bersih Setiap Subuh.
Kepala Seksi Lingkungan Hidup RW 16 Brontokusuman, Mohammad Tohar, menyebut kegiatan ini sudah dimulaisejak 2009. Warga biasanya mulai bersih-bersih selepas menunaikan salat subuh hingga pukul 09.00 WIB. Warga pun tak hanya berkutat pada menampung sampah yang dikumpulkan masyarakat.
Sebab, masih banyak sampah plastik bernilai ekonomi tinggi dan kualitas bagus yang dapat dijadikan produk yang lebih bermanfaat. “Sampah jenis ini kami bawa ke posko untuk dipilah. Ada yang kami jadikan kompos, dan kalau ada yang masih bisa kami gunakan, kami pisahkan. Sisanya kami buang ke tempat penampungan sampah RW,” ucapnya.
Tohar tak asal bicara. Sampah- sampah itu kemudian menjelma menjadi aneka produk seperti tas tangan dari bungkus sabun cuci piring atau bungkus permen, hingga wadah buah-buahan yang unik dari lipatan- lipatan koran bekas. Wintolo, Bagian Pengelolaan Bank Sampah RW 16 menuturkan, pengelolaan bank sampah diserahkan kepada ibu-ibu. Sampah bekas botol minuman dibersihkan kemudian dijual Rp3.000 per kilogram.
Sedangkan sedotan dan bekas kemasan cairan pembersih piring, bisa menjadi kerajinan tas. Baik Tohar maupun Wintolo sepakat penanganan sampah tidak hanya dibebankan kepada pemerintah. Diperlukan partisipasi masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan lingkungan sekitar di mana mereka hidup.
Dia berharap agar tingkat kesadaran masyarakat Kota Yogyakarta akan kebersihan semakin bertambah. Lingkungan yang sehat, katanya, bermula dari perilaku hidup yang sehat. Lingkungan hidup yang sehat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anggota keluarga yang sehat. Lurah Brontokusuman, Pargiyat mengatakan, peduli kebersihan harus dimulai dari diri sendiri dan kegiatan tersebut harus bisa memotivasi aparatur pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kebersihan.
Apa yang dilakukan di RW 16, lanjut dia, diharapkan bisa menjadi contoh bagi RW lain karena hidup di lingkungan yang bersih membuat hidup nyaman dan tenteram.
Sodik
Malah, mengandalkan BLH dan timnya saja tentu tak cukup untuk mengatasi sampah. Butuh kesadaran dari masyarakat untuk terlibat langsung untuk turut membantu menciptakan lingkungan yang sehat melalui pengelolaan sampah yang baik. Inilah yang dilakukan warga di RW 16 KelurahanBrontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta. Masyarakat di kawasan ini sadar betul arti penting kebersihan lingkungan dari gangguan sampah.
Karenanya, kawasan ini selalu dalam kondisi sudah bersih saat pagi menjelang. Tidak ada sampah berserakan di sana. Pengendara dan pengguna jalan bisa menikmati pemandangan sambil menghirup udara segar di pagi hari. Ternyata ini tercipta berkat program Gemess alias Gerakan Menyapu Bersih Setiap Subuh.
Kepala Seksi Lingkungan Hidup RW 16 Brontokusuman, Mohammad Tohar, menyebut kegiatan ini sudah dimulaisejak 2009. Warga biasanya mulai bersih-bersih selepas menunaikan salat subuh hingga pukul 09.00 WIB. Warga pun tak hanya berkutat pada menampung sampah yang dikumpulkan masyarakat.
Sebab, masih banyak sampah plastik bernilai ekonomi tinggi dan kualitas bagus yang dapat dijadikan produk yang lebih bermanfaat. “Sampah jenis ini kami bawa ke posko untuk dipilah. Ada yang kami jadikan kompos, dan kalau ada yang masih bisa kami gunakan, kami pisahkan. Sisanya kami buang ke tempat penampungan sampah RW,” ucapnya.
Tohar tak asal bicara. Sampah- sampah itu kemudian menjelma menjadi aneka produk seperti tas tangan dari bungkus sabun cuci piring atau bungkus permen, hingga wadah buah-buahan yang unik dari lipatan- lipatan koran bekas. Wintolo, Bagian Pengelolaan Bank Sampah RW 16 menuturkan, pengelolaan bank sampah diserahkan kepada ibu-ibu. Sampah bekas botol minuman dibersihkan kemudian dijual Rp3.000 per kilogram.
Sedangkan sedotan dan bekas kemasan cairan pembersih piring, bisa menjadi kerajinan tas. Baik Tohar maupun Wintolo sepakat penanganan sampah tidak hanya dibebankan kepada pemerintah. Diperlukan partisipasi masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan lingkungan sekitar di mana mereka hidup.
Dia berharap agar tingkat kesadaran masyarakat Kota Yogyakarta akan kebersihan semakin bertambah. Lingkungan yang sehat, katanya, bermula dari perilaku hidup yang sehat. Lingkungan hidup yang sehat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anggota keluarga yang sehat. Lurah Brontokusuman, Pargiyat mengatakan, peduli kebersihan harus dimulai dari diri sendiri dan kegiatan tersebut harus bisa memotivasi aparatur pemerintah dan masyarakat untuk menjaga kebersihan.
Apa yang dilakukan di RW 16, lanjut dia, diharapkan bisa menjadi contoh bagi RW lain karena hidup di lingkungan yang bersih membuat hidup nyaman dan tenteram.
Sodik
(ftr)