Hidup Sebatangkara dengan Cobaan Bertubi-tubi

Sabtu, 07 Februari 2015 - 09:59 WIB
Hidup Sebatangkara dengan Cobaan Bertubi-tubi
Hidup Sebatangkara dengan Cobaan Bertubi-tubi
A A A
BANDUNG - Guntur Febriansyah, bocah berusia tujuh tahun ini hanya bisa terbaring lemah di atas kasur tipis di rumah sederhana, Jalan Budi V Nomor 31, RT 04/03, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung.

Di tengah tubuhnya yang lumpuh dan tidak diketahui penyakitnya itu, kini dia pun tinggal sebatang kara. Guntur merupakan anak semata wayang buah kasih Nurhayati dan Dadan. Guntur kecil terlahir normal dengan berat 2,7 kilogram. Namun entah apa penyebabnya, kondisi kesehatan Guntur tiba-tiba menurun. Tepat pada usia dua tahun, Guntur kecil benar-benar lumpuh. Tubuhnya lemah tak berdaya.

Di tengah penyakit yang dideritanya, Guntur yang masih berusia dua tahun itu pun harus menerima kenyataan pahit. Ibunya, Nurhayati meninggalkan Guntur untuk selamalamanya akibat penyakit paru-paru yang diderita. Tak hanya itu, Guntur kembali diterpa musibah, setelah ayahnya Dadan, meninggalkan Guntur tanpa rasa tanggung jawab. Dadan pergi di hari ketujuh semeninggalnya Nurhayati.

Tanpa rasa sesal Dadan pergi tanpa secarik surat pun. Dia dengan tega menelantarkan Guntur yang tengah sakit bersama kakek dan neneknya. Namun Guntur masih bisa tersenyum ditengah badai cobaan yang terus menerpa hidup dari bocah malang ini. Kakek dan neneknya pun mengambil peran orang tua untuk merawat dan menjaga Guntur.

Dengan penuh kasih sayang kekek dan neneknya bocah malang ini merawat Guntur. Akan tetapi Guntur kembali harus mengusap air mata. Nenek yang dengan sabar merawatnya kembali harus bertemu dengan sang maha kuasa lima tahun lalu. Sementara kakeknya baru 100 hari dimakamkan.

Sepeninggalan kakek dan neneknya itu, Guntur bocah malang ini kini dirawat oleh Kokom, 55. Kokom adalah adik dari neneknya Guntur. Kokom menjadi orang yang saat ini paling setia merawat Guntur sejak beberapa tahun terakhir. Beragam cerita pilu terlontar dari mulut Kokom. Kokom mengungkapkan, saat Guntur masih berusia sekitar satu tahun, dia masih bisa menggerakan kaki kecilnya.

Bahkan mulutnya masih mampu mengucapkan “Mamah dan Bapa”. Namun seakan petir yang menyambar Guntur tiba-tiba sakit. Suhu tubuhnya tinggi. Sejak saat itulah kondisi Guntur semakin menurun. “Dulu masih bisa jalan. Sempat bisa bicara juga. Tapi badannya sempat panas. Kejang-kejang. Setelah itu malah enggak bisa bicara, enggak bisa jalan,” ucap Kokom saat ditemui di rumahnya kemarin.

Kokom juga mengatakan, dia dibantu dengan keluarga lainnya sempat membawah Guntur untuk berobat ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) guna memastikan penyakit dan melakukan terapi guna kesembuhan Guntur. “Sempat diterapi di RSHS. Setelah itu enggak bisa jalan sama bicara,” kata Kokom.

Air mata Kokom mulai mengalir saat mengisahkan pahit getir kehidupan yang dialami Guntur. Dia pun mengaku belum mengetahui secara pasti penyakit apa yang diderita Guntur. “Kalau kata dokter ada gangguan cairan otak. Saya enggaktahu apakah kepalanya pernah terbentur,” ujarnya. Kokom begitu sabar dan ikhlas dalam merawat Guntur. Tapi dengan kondisi tubuh yang semakin digerogoti usia, Kokom mengaku semakin kewalahan.

Apalagi saat ditemui, Kokom pun tengah sakit badan. Dengan bobot Guntur kini 10 kilogram, tubuh Kokom semakin tak mampu lagi memangku Guntur dalam waktu lama. “Pinginnya ada kursi roda. Soalnya berat,” kata Kokom. Dia juga mengatakan, masalah biaya semakin membebani kehidupannya.

Bantuan dari Dinas Sosial Kota Bandung sebesar Rp300.000 setiap bulannya dirasa tidak cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan Guntur. “Tapi cukup apa atuh, untuk beli popoknya aja kurang. Belum lagi buat berobat,” ujarnya.

Mochamad Solehudin
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6805 seconds (0.1#10.140)