Penghapusan Gerai Tiket di Bandara Tidak Menyelesaikan Masalah
A
A
A
JAKARTA - Langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menutup counter atau gerai tiket di bandara menuai kritik.
Keputusan tersebut bukan hanya di anggap tidak menyelesaikan masalah, tapi juga merugikan perusahaan penerbangan dan konsumen. Penilaian ini disampaikan pengamat penerbangan Gerry Soejatman Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M. Said.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyampikan kritiknya. Mereka pun meminta Kemenhub merevisi kebijakan tersebut. Gerry menandaskan, untuk menjaga ketertiban bandara, termasuk menghilangkan calo di bandara, semestinya otoritas terkait menerapkan standar yang ketat pada penjualan tiket dari maskapai.
“Munculnya calo itu, bisa saja, tak lepas dari orang dalam airline atau counter-counter milik maskapai. yang perlu dila kukan ya terapkan standar penjualan tiket yang ketat. Saya kira itu yang perlu, bukan dengan meniadakan counter penjualan tiket di bandara,” ujar Gerry, kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, penghapusan counter pembelian tiket di sekitar bandara demi menghindari tiket tidak akan menyelesaikan masalah, tapi malah merugikan maskapai. Sebaliknya, meniadakan counter pembelian tiket bagi maskapai di bandara justru bisa menimbulkan calo-calo baru.
Gerry beralasan, selama ini keuntungan maskapai 20% didapatkan dari penjualan tiket melalui counter-counter maskapai yang ada di bandara. “Ini karena tipe penumpang pesawat di Indonesia itu masih banyak yang memanfaatkan pembelian melalui counter maskapai yang ada di bandara. Sehingga, jika ada penumpang dengan kebutuhan mendesak, pasti sebisa mungkin akan mencari tiket supaya sampai ke tempat tujuan. kalau sudah seperti ini, bisa saja akan lahir calo-calo baru,” ucap dia.
Gerry membandingkan, bandara lain di luar negeri yang maju sekalipun masih mengizinkan penjualan tiket di bandara melayani penumpang dengan kebutuhan yang mendesak. “Sehingga, sebenarnya aturan ini tidak perlu. kalau demi menjaga ketertiban bandara secara umum, masih banyak hal yang bisa dila kukan,” katanya.
Muhidin M. Said juga menegaskan masalah calo dan ketertiban bandara tidak ada hubu ngan dengan counter penjualan tiket mi lik maskapai yang ada dibandara. Menurut dia, persoalan ketertiban bandara menjadi tanggung jawab petugas bandara.
“Saya kira kalau ketertiban bandara, itu menjadi kewenangan petugas bandara. Di sana kan ada sekuriti. Bagaimana dengan kebutuhan penumpang yang memerlukan tiket karena keperluan mendadak. itu juga harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Dia pun menjanjikan Komisi VDPR akan memberikan pertimbangan komperehensif sebelum kebijakan tersebut mulai di terapkan efektif. “Alasannya kebijakan ini bisa merugikan perekonomian kita juga. Terutama bagi dunia penerbangan Indonesia yang dominan dijalankan operator penerbangan berjadwal,” tutupnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan surat edaran dalam rangka peningkatan pelayanan publik di Bandar Udara di seluruh Indonesia. Edaran tersebut antara lain, meniadakan ruangan penjualan tiket penerangan (ticket sales counter) di gedung terminal penumpang, melarang penggunaan taksi yang tidak terdaftar untuk beroperasi di bandar udara serta memberlakukan larangan merokok di area sisi udara dan di ruangan yang mempunyai akses ke sisi udara.
Aturan tersebut akan berlaku per 15 Februari 2015. kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan JA. Barata, mengatakan, aturan tersebut akan dilaksanakan di semua bandara yang dikelola PT Angkasa Pura, termasuk unit Pelaksana Tugas Bandara milik Kementerian Perhubungan. “Tentu edaran ini akan membutuhkan waktu, demi penyesuaian, terutama kepada bandara-bandara yang ada di daerah. Tapi tetap akan dijalankan,” ujarnya.
Menhub Akomodir Usulan Daerah
Di bagian lain, Kementerian Perhubungan akan mengakomodir usulan dari daerah sepanjang merupakan skala prioritas dan ketersediaan dana yang cukup. Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam paparan kegiatan Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2015 dihadapan Gubernur dan Kepala Dinas Perhubungan Kominfo se Sumatera di kantornya di Jalan Merdeka Barat Jakarta, kemarin.
Dikatakan Jonan skala prioritas dimaksud adalah peningkatan pelayanan transportasi yang sanggat dibutuhkan masyarakat dan sifatnya mendesak seperti peningkatan pelayanan angkutan umum baik darat, laut maupun udara. Oleh karena itu pihaknya tahun ini akan mengucurkan dana dari APBN ke Sumsel sebesar Rp868 miliar. “Itu untuk fisik dan juga kegiatan balai pendidikan dan pelatihan,” ujar menteri.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin melalui Kepala Dinas Perhubungan Kominfo Sumsel Nasrun umar mengatakan, pihaknya mengusulkan sejumlah kegiatan yang sifatnya strategis seperti kegiatan untuk menunjang persiapan Asian Games 2018 dan terwujudnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api.
“Selanjutnya dalam kesempatan itu Sumsel juga mengusulkan dalam APBN Perubahan tahun 2015 di Kemenhub ini kiranya Sumsel juga mendapatkan tambahan dana guna penyelesaian Pelabuhan Laut Tanjung Api Api,” katanya.
Selain itu, peningkatan fasilitas tranportasi udara seperti Bandara Silampari di Lubuk Linggau, Bandara Atung Bungsu di Pagar Alam, Bandara Banding Agung di OKU Selatan dan Bandara Sekayu. Di samping itu pembangunan sistem lalu linttas laut jarak jauh dengan perangkat teknologi informasi serta penambahan fasilitas termnial dan garbarata pada Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Pada akhir usulan, Sumsel juga menyampaikan perlunya pembangunan perlintasan sebidang dengan 4 titik dan pembangunan dermaga Kapal Cepat Tanjung Api Api. “Ini semua skala prioritas Provinsi Sumatera Selatan,” sebutnya.
Ichsan Amin/rel
Keputusan tersebut bukan hanya di anggap tidak menyelesaikan masalah, tapi juga merugikan perusahaan penerbangan dan konsumen. Penilaian ini disampaikan pengamat penerbangan Gerry Soejatman Wakil Ketua Komisi V DPR, Muhidin M. Said.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyampikan kritiknya. Mereka pun meminta Kemenhub merevisi kebijakan tersebut. Gerry menandaskan, untuk menjaga ketertiban bandara, termasuk menghilangkan calo di bandara, semestinya otoritas terkait menerapkan standar yang ketat pada penjualan tiket dari maskapai.
“Munculnya calo itu, bisa saja, tak lepas dari orang dalam airline atau counter-counter milik maskapai. yang perlu dila kukan ya terapkan standar penjualan tiket yang ketat. Saya kira itu yang perlu, bukan dengan meniadakan counter penjualan tiket di bandara,” ujar Gerry, kepada KORAN SINDO di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, penghapusan counter pembelian tiket di sekitar bandara demi menghindari tiket tidak akan menyelesaikan masalah, tapi malah merugikan maskapai. Sebaliknya, meniadakan counter pembelian tiket bagi maskapai di bandara justru bisa menimbulkan calo-calo baru.
Gerry beralasan, selama ini keuntungan maskapai 20% didapatkan dari penjualan tiket melalui counter-counter maskapai yang ada di bandara. “Ini karena tipe penumpang pesawat di Indonesia itu masih banyak yang memanfaatkan pembelian melalui counter maskapai yang ada di bandara. Sehingga, jika ada penumpang dengan kebutuhan mendesak, pasti sebisa mungkin akan mencari tiket supaya sampai ke tempat tujuan. kalau sudah seperti ini, bisa saja akan lahir calo-calo baru,” ucap dia.
Gerry membandingkan, bandara lain di luar negeri yang maju sekalipun masih mengizinkan penjualan tiket di bandara melayani penumpang dengan kebutuhan yang mendesak. “Sehingga, sebenarnya aturan ini tidak perlu. kalau demi menjaga ketertiban bandara secara umum, masih banyak hal yang bisa dila kukan,” katanya.
Muhidin M. Said juga menegaskan masalah calo dan ketertiban bandara tidak ada hubu ngan dengan counter penjualan tiket mi lik maskapai yang ada dibandara. Menurut dia, persoalan ketertiban bandara menjadi tanggung jawab petugas bandara.
“Saya kira kalau ketertiban bandara, itu menjadi kewenangan petugas bandara. Di sana kan ada sekuriti. Bagaimana dengan kebutuhan penumpang yang memerlukan tiket karena keperluan mendadak. itu juga harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Dia pun menjanjikan Komisi VDPR akan memberikan pertimbangan komperehensif sebelum kebijakan tersebut mulai di terapkan efektif. “Alasannya kebijakan ini bisa merugikan perekonomian kita juga. Terutama bagi dunia penerbangan Indonesia yang dominan dijalankan operator penerbangan berjadwal,” tutupnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan surat edaran dalam rangka peningkatan pelayanan publik di Bandar Udara di seluruh Indonesia. Edaran tersebut antara lain, meniadakan ruangan penjualan tiket penerangan (ticket sales counter) di gedung terminal penumpang, melarang penggunaan taksi yang tidak terdaftar untuk beroperasi di bandar udara serta memberlakukan larangan merokok di area sisi udara dan di ruangan yang mempunyai akses ke sisi udara.
Aturan tersebut akan berlaku per 15 Februari 2015. kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan JA. Barata, mengatakan, aturan tersebut akan dilaksanakan di semua bandara yang dikelola PT Angkasa Pura, termasuk unit Pelaksana Tugas Bandara milik Kementerian Perhubungan. “Tentu edaran ini akan membutuhkan waktu, demi penyesuaian, terutama kepada bandara-bandara yang ada di daerah. Tapi tetap akan dijalankan,” ujarnya.
Menhub Akomodir Usulan Daerah
Di bagian lain, Kementerian Perhubungan akan mengakomodir usulan dari daerah sepanjang merupakan skala prioritas dan ketersediaan dana yang cukup. Hal itu disampaikan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dalam paparan kegiatan Kementerian Perhubungan Tahun Anggaran 2015 dihadapan Gubernur dan Kepala Dinas Perhubungan Kominfo se Sumatera di kantornya di Jalan Merdeka Barat Jakarta, kemarin.
Dikatakan Jonan skala prioritas dimaksud adalah peningkatan pelayanan transportasi yang sanggat dibutuhkan masyarakat dan sifatnya mendesak seperti peningkatan pelayanan angkutan umum baik darat, laut maupun udara. Oleh karena itu pihaknya tahun ini akan mengucurkan dana dari APBN ke Sumsel sebesar Rp868 miliar. “Itu untuk fisik dan juga kegiatan balai pendidikan dan pelatihan,” ujar menteri.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin melalui Kepala Dinas Perhubungan Kominfo Sumsel Nasrun umar mengatakan, pihaknya mengusulkan sejumlah kegiatan yang sifatnya strategis seperti kegiatan untuk menunjang persiapan Asian Games 2018 dan terwujudnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api Api.
“Selanjutnya dalam kesempatan itu Sumsel juga mengusulkan dalam APBN Perubahan tahun 2015 di Kemenhub ini kiranya Sumsel juga mendapatkan tambahan dana guna penyelesaian Pelabuhan Laut Tanjung Api Api,” katanya.
Selain itu, peningkatan fasilitas tranportasi udara seperti Bandara Silampari di Lubuk Linggau, Bandara Atung Bungsu di Pagar Alam, Bandara Banding Agung di OKU Selatan dan Bandara Sekayu. Di samping itu pembangunan sistem lalu linttas laut jarak jauh dengan perangkat teknologi informasi serta penambahan fasilitas termnial dan garbarata pada Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Pada akhir usulan, Sumsel juga menyampaikan perlunya pembangunan perlintasan sebidang dengan 4 titik dan pembangunan dermaga Kapal Cepat Tanjung Api Api. “Ini semua skala prioritas Provinsi Sumatera Selatan,” sebutnya.
Ichsan Amin/rel
(ftr)