Permintaan Bibit dari Berbah hingga India
A
A
A
SLEMAN - Gelas bekas minuman air mineral berisi media tanam berderet di rak bambu. Satu dua tanaman hijau menyembul di deretan beberapa gelas.
Lainnya masih berupa media tanam tanah dan pupuk. Dwi Wahyudi, 48 warga Sumber, Kalitirto, Berbah, Sleman asyik menata gelas demi gelas berisi media tanam itu. Sesekali dia mencabuti rumput yang menyembul agar tidak merusak benih yang dia tanam. Media tanam itu berisi bibit jahe merah dan jahe gajah.
Dwi Wahyudi, berhasil mengembangkan budi daya bibit jahe merah dan jahe gajah organik dalam polybag. Atas usahanya ini, bukan hanya menjadi alternatif dalam pengembangan jahe merah dan gajah. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah prospek dari pengembangan komoditas tersebut. Menanam jahe dengan media polybagmemang jadi alternatif ketika lahan terbatas.
Apalagi jahe jenis ini memiliki nilai ekonomis yang lebih baik dibandingkan dengan jenis jahe umumnya. Terbukti permintaan pasar terus meningkat. Atas jerih payahnya, permintaan bibit bahkan menembus luar negeri, India. Dwi Wahyudi mengatakan, pengembangan jahe merah dan gajah berawal dari pemikiran bagaimana bisa memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang terbatas, untuk kegiatan yang produktif.
Karena itu, dirinya mencari di internet hingga me - nemukan pengembangan jahe merah dan gajah dengan media polybag, sak, dan karung. “Dari situ kemudian saya mencoba menerapkan. Untuk tahap awal dengan limapolybag dan ternyata hasilnya bagus. Mengetahui itu, selanjutnya mulai mengembangkan dalam jumlah banyak pada 2013 lalu,” ungkap Dwi Wahyudi yang akrab di sapa Yudi, di sela-sela penanaman jahe merah dan gajah di lahan pekarangannya, kemarin.
Yudi mengungkapkan untuk pengembangan ini, dirinya mengajak beberapa mitra kerja. Termasuk menggandeng warga sekitar. Terutama untuk usaha pembibitan. Untuk pembibitan sendiri, membutuhkan waktu dua bulan sebelum dipindah ke polybag. Media pembibitan dengan memanfaatkan bekas botol gelas minimal mineral.
“Komposisi media tanam di polybag, yaitu satu ember tanah dibanding satu ember pupuk organik kotoran kambing dan tiga ember sekam,” paparnya. Menurut Yudi, dari pemindahan bibit ke polybag, membutuhkan waktu antara delapan hingga 12 bulan untuk masa penen. Usia delapan bulan masa panen untuk konsumsi, 12 bulan untuk masa tanam pembibitan.
Sebab untuk pembibitan memerlukan usia yang lebih tua. Usahanya ini, ternyata mendapat sambutan positif dari pasar. Terbukti berbagai daerah, seperti Sumedang, Purbalingga, Paiton, Klaten, Boyolali, hingga ke India mulai memesan bibit jahe itu. “Dari satu polybag, bisa menghasilkan 12 kg,” katanya.
Mengenai harga jual, antara bentuk bibit dan rempang berbeda. Untuk bibit dihargai Rp2.500 per pohon dan dalam bentuk rempang Rp25.000 per kg. Sedangkan untuk konsumsi Rp15.000 per kg. Hanya saja untuk jahe konsumsi pihaknya tidak melayani. Sebab hanya khusus untuk jahe pembibitan.
“Saya juga melayani siapa saja yang ingin belajar mengembangkan jahe merah dan gajah melalui polybag. Baik warga sekitar, DIY, luar DIY, maupun dunia pendidikan dan instansi,” katanya. Pemasaran pengembangan pembibitan jahe merah dan gajah polybag, Patmi Sortjarijah menambahkan, untuk pengembangan jahe jenis ini, yang penting tidak terkena ulat dan jangan banyak air.
Sebab, jika ada ulat dan banyak air, akan berdampak pada hasil produksi, yaitu kurang maksimal. “Untuk produksi, satu bulan rata-rata bisa menghasilkan 10.000 bibit pohon dan tiga kuintal rempang,” tandasnya.
Priyo Setyawan
Lainnya masih berupa media tanam tanah dan pupuk. Dwi Wahyudi, 48 warga Sumber, Kalitirto, Berbah, Sleman asyik menata gelas demi gelas berisi media tanam itu. Sesekali dia mencabuti rumput yang menyembul agar tidak merusak benih yang dia tanam. Media tanam itu berisi bibit jahe merah dan jahe gajah.
Dwi Wahyudi, berhasil mengembangkan budi daya bibit jahe merah dan jahe gajah organik dalam polybag. Atas usahanya ini, bukan hanya menjadi alternatif dalam pengembangan jahe merah dan gajah. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah prospek dari pengembangan komoditas tersebut. Menanam jahe dengan media polybagmemang jadi alternatif ketika lahan terbatas.
Apalagi jahe jenis ini memiliki nilai ekonomis yang lebih baik dibandingkan dengan jenis jahe umumnya. Terbukti permintaan pasar terus meningkat. Atas jerih payahnya, permintaan bibit bahkan menembus luar negeri, India. Dwi Wahyudi mengatakan, pengembangan jahe merah dan gajah berawal dari pemikiran bagaimana bisa memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang terbatas, untuk kegiatan yang produktif.
Karena itu, dirinya mencari di internet hingga me - nemukan pengembangan jahe merah dan gajah dengan media polybag, sak, dan karung. “Dari situ kemudian saya mencoba menerapkan. Untuk tahap awal dengan limapolybag dan ternyata hasilnya bagus. Mengetahui itu, selanjutnya mulai mengembangkan dalam jumlah banyak pada 2013 lalu,” ungkap Dwi Wahyudi yang akrab di sapa Yudi, di sela-sela penanaman jahe merah dan gajah di lahan pekarangannya, kemarin.
Yudi mengungkapkan untuk pengembangan ini, dirinya mengajak beberapa mitra kerja. Termasuk menggandeng warga sekitar. Terutama untuk usaha pembibitan. Untuk pembibitan sendiri, membutuhkan waktu dua bulan sebelum dipindah ke polybag. Media pembibitan dengan memanfaatkan bekas botol gelas minimal mineral.
“Komposisi media tanam di polybag, yaitu satu ember tanah dibanding satu ember pupuk organik kotoran kambing dan tiga ember sekam,” paparnya. Menurut Yudi, dari pemindahan bibit ke polybag, membutuhkan waktu antara delapan hingga 12 bulan untuk masa penen. Usia delapan bulan masa panen untuk konsumsi, 12 bulan untuk masa tanam pembibitan.
Sebab untuk pembibitan memerlukan usia yang lebih tua. Usahanya ini, ternyata mendapat sambutan positif dari pasar. Terbukti berbagai daerah, seperti Sumedang, Purbalingga, Paiton, Klaten, Boyolali, hingga ke India mulai memesan bibit jahe itu. “Dari satu polybag, bisa menghasilkan 12 kg,” katanya.
Mengenai harga jual, antara bentuk bibit dan rempang berbeda. Untuk bibit dihargai Rp2.500 per pohon dan dalam bentuk rempang Rp25.000 per kg. Sedangkan untuk konsumsi Rp15.000 per kg. Hanya saja untuk jahe konsumsi pihaknya tidak melayani. Sebab hanya khusus untuk jahe pembibitan.
“Saya juga melayani siapa saja yang ingin belajar mengembangkan jahe merah dan gajah melalui polybag. Baik warga sekitar, DIY, luar DIY, maupun dunia pendidikan dan instansi,” katanya. Pemasaran pengembangan pembibitan jahe merah dan gajah polybag, Patmi Sortjarijah menambahkan, untuk pengembangan jahe jenis ini, yang penting tidak terkena ulat dan jangan banyak air.
Sebab, jika ada ulat dan banyak air, akan berdampak pada hasil produksi, yaitu kurang maksimal. “Untuk produksi, satu bulan rata-rata bisa menghasilkan 10.000 bibit pohon dan tiga kuintal rempang,” tandasnya.
Priyo Setyawan
(ftr)