Siap Mengabdi di Tempat Terpencil

Minggu, 01 Februari 2015 - 11:35 WIB
Siap Mengabdi di Tempat Terpencil
Siap Mengabdi di Tempat Terpencil
A A A
MUNGKIN terlalu sering kita mendengar keluhan sulitnya pelayanan kesehatan di daerah terpencil. Mereka yang berkesempatan menjadi bidan, perawat dan dokter “menolak” mengaplikasikan ilmu kesehatannya di daerah terpencil yang biasa dibaluti keterbatasan fasilitas umum.

Tidak sedikit puskesmas di daerah yang tidak berpenghuni. Paling bidan yang “dipaksa” untuk berhadapan langsung dengan ribuan masyarakat di desa – desa.

Karenanya, dalam kondisi tertentu, rumah sakit umum di daerah – daerah dipenuhi pasien dari pelosok yang terlambat mendapatkan tindakan pertama medis, tidak mendapatkan edukasi pola hidup sehat dan lainnya.

Ketika diwawancara reporter KORAN SINDO PALEMBANG Bubun Kurniadi baru – baru ini, Amelia Kartika Apriani, koas atau dokter muda di beberapa rumah sakit di Palembang dengan tegas mengatakan, akan menjadi dokter yang profesional dan siap bertugas di daerah terpencil sekalipun. Mau tahu bagaimana pribadinya, sehingga siap ditugaskan di daerah terpencil yang biasa terbatas akan fasilitas umum? Berikut wawancara lengkapnya.

Kenapa Anda memilih kedokteran?

Ini cita – cita saya yang tertanam sejak masih di taman kanak – kanak (TK). Sering kali saat masih TK dan sekolah dulu, saya mengikuti pementasan drama dan paling senang memperagakan seorang dokter cilik. Kesukaan itu semakin mantap dengan dukungan keluarga terutama kedua orang tua. Dukungan itulah yang memacu semangat untuk menjadi dokter hingga sekarang menjadi koas.

Nantinya akan memilih spesialis apa?

Keinginan saya adalah menjadi seorang dokter spesialis radiologi. Ketertarikan tersebut karena saya merasa di bagian radiologi, tidak terlalu sulit mempelajari dan mengerjakannya. Alasan lain karena sesuai keinginan saya, yang nantinya kalau telah berkeluarga dapat membagi waktu juga untuk keluarga. Karena yang pastinya saya juga akan mengurus anak nantinya.

Biasa orang mengatakan dokter satu dengan yang lain berbeda, walaupun spesialis sama. Anda sendiri dalam menghadapi pasien seperti apa?

Tentu saya akan memberikan pelayanan yang selama ini dipelajari di bangku perkuliahan, yaitu pelayanan dengan cara islami. Bukan hanya melayani pengobatan namun melayani juga dengan cara pembelajaran Al- Islam Kemuhammadiyaan. Jadi dokter yang islami pastinya. Pelayanan yang baik akan saya berikan, agar masyarakat yang diobati atau dilayani dapat tenang dan juga nyaman.

Biasa kita mendengar daerah terpencil tidak ada dokter. Siapkah bertugas di daerah pelosok?

Kesiapan ditempatkan di manapun sebagai seorang dokter termasuk di wilayah terpencil pun mau tidak mau harus siap, karena itu sebuah tanggung jawab bagi seorang dokter. Saya siap ditempatkan di mana saja. Tidak ada yang mesti ditakuti, karena itu merupakan tugas mulia seorang dokter.

Anda menjadi koas di RS Bhayangkara, RS Bari, dan RS Muhammadiyah. Seperti di RS Bhayangkara, belajar di forensik, pengalaman apa saja?

Sebagai dokter forensik membedah orang hidup dan orang mati itu sangat berbeda sekali. Ketegangannya lebih tegang membedah mayat, dan terkadang bau dari mayat pun menjadi hal yang paling menakutkan. Terutama ketika dipanggil untuk membedah mayat yang datangnya pada tengah malam.

Yang paling tak terlupakan oleh saya yaitu, ketegangan ketika membedah mayat, tegang sekali, berbeda dengan orang hidup. Apalagi pernah dipanggil pada ukul 02.00WIB, untuk membedah mayat yang baunya pun sudah tidak enak lagi dan sering terpikir sampai di rumah yang juga dapat membuat rasa takut, terakhir kemarin saya membedah mayat mutilasi yang sudah busuk selama 1 minggu.

Sudah ada pengalaman, tapi kenapa tidak mau menjadi dokter forensik?

Dulu pernah berkeinginan menjadi dokter forensik. Sering ketika menonton film tentang dokter, terlihatnya asik sekali menjadi dokter forensik yang dapat mengungkap penyebab kematian. Namun ketika dijalani ternyata tidak semudah yang saya tonton di film. Awalnya yang berkeinginan jadi dokter forensik saya batalkan ketika mengetahui sulitnya menjadi dokter forensic.

Waktu yang harus standbay 24 jam, jika ada mayat yang harus segera diautopsi ataupun bedah, sedangkan saya wanita nantinya saya tidak bisa membagi waktu untuk itu, dan juga saya juga memiliki keterbatasan fisik.

Setelah menjadi dokter dan nantinya telah mengambil spesialisasi, ke depan apa keinginan khususnya di bidang kedokteran?

Ketika harapan dan mimpi saya tercapai, keinginan saya membantu masyarakat di daerah, merupakan mimpi saya selama. Karena kita tahu tenaga medis di daerah masih kurang sekali. Oleh karena itu, saya ingin sekali nantinya dapat menjadi dokter di daerah saya sendiri yaitu di Kabupaten OKU Selatan. Untuk mewujudkan itu, dengan terus belajar, rendah hati serta tidak sombong untuk terus menggali potensi kemampuan.

Sejauh ini saya juga telah belajar selama menjadi koas di tiga rumah sakit yang berbeda yakni rumah sakit Muhammadiyah Palembang, rumah sakit Bari dan rumah sakit Bhayangkara Palembang. Bidang yang dipelajaripun berbeda-beda. Oleh karena itu, saya akan tekuni agar nantinya saya menjadi dokter yang professional, yang dapat bermanfaat untuk masyarakat.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7470 seconds (0.1#10.140)