Netty Paparkan Kebijakan G to G Dalam Sidang Doktoralnya

Jum'at, 30 Januari 2015 - 12:50 WIB
Netty Paparkan Kebijakan...
Netty Paparkan Kebijakan G to G Dalam Sidang Doktoralnya
A A A
BANDUNG - Isteri Gubernur Jawa Barat Netty Heryawan berhasil meraih predikat yudisium sangat memuaskan seusai sidang ujian promosi gelar doktor bidang ilmu pemerintahan.

Dalam desertasinya, Netty mengangkat tema “Evaluasi Kebijakan Goverment To Goverment (G to G) Indonesia dengan Korea Selatan (Studi Kasus Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Korea Selatan). Dalam paparannya, Netty memandang bahwa program G to G sebagai sebuah kebijakan yang bagus dalam konteks untuk memperbaiki sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Walaupun pada implementasinya, menurut Netty, masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. “G to G ini baru dilakukan di tiga negara, pada 2004 dengan Korea Selatan, 2006 dengan Jepang dan 2008 dengan Timor Leste. Namun sebelumnya dilakukan P to P (private to private) yang tidak meng untungkan bagi tenaga kerja kita dari tahun 1993- 2003,” bebernya di Ruang Sidang PPs Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, kemarin.

Oleh karena itu, Netty mengajukan konsep baru dalam program G to G yaitu orientasi sikap yang terkait dengan target sasaran yakni TKI. Dalam konsepnya tersebut, TKI tidak boleh melanggar aturan yang berlaku di negara tempat dimana mereka bekerja. Selain itu, di butuhkan pula komitmen bersama antara Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan terhadap permasalahan yang dihadapi TKI.

Netty menyebutkan, hasil penelitiannya menunjukan adanya karakteristik evaluasi fokus nilai kebijakan G to G Korea Selatan-Indonesia dilatarbelakangi oleh permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Korea Selatan oleh perusahaan swasta (private to private). Kondisi tersebut berdampak pada irasional biaya pengiriman TKA, status TKA sebagai pekerja magang, dan terjadi pelanggaran overstayed.

“Hasil kebijakan atau manfaat dari program G to G sebagai pemaknaan karakteristik evaluasi independensi fakta nilai dengan terjaminnya perlindungan hak TKA oleh UU (undang-undang) Korea Selatan,” jelasnya. Netty melanjutkan, karakteristik evaluasi orientasi masa kini dan masa lampau menunjukan implementasi program di Indonesia masih bermasalah seperti dalam proses rekrutmen, pelaksana tes bahasa Korea, proses pemanggilan, hingga proses pengiriman.

Sementara permasalahan di Korea, kata Netty di antaranya perusahaan tidak lagi beroperasi, TKA mengalami gegar budaya, gangguan kesehatan, dan tidak loyal pada perusahaan. “Dualitas nilai menunjukan bahwa program G to G memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan G to G dapat menjamin hak TKA, peningkatan kualitas TKA, dan meminimalisasi biaya,” ujarnya.

Sedangkan kekurangnya adalah adanya ketidakpastian sumber daya manusia baik sebagai pembuat kebijakan maupun sebagai implementor. Kemudian kurangnya koordinasi yang menyebabkan ketidakakuratan data dan pelanggaran yang dilakukan TKI.

Selain itu, tidak ada interaksi antara pemilik perusahaan dengan calon pekerja. Netty pun menyarankan agar stakeholder mulai menginisiasi program G to G dengan negara lain.

Yugi Prasetyo
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9017 seconds (0.1#10.140)