Pasien Demam Berdarah Meninggal Setelah Ditolak 3 Rumah Sakit
A
A
A
BREBES - Nasib tragis dialami balita penderita demam berdarah (DB) Tiar Ahmad Alfarizi, warga RT 03/06, Desa Tegalglagah, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Nyawa balita berusia delapan bulan ini tak tertolong, setelah ditolak dirawat sejumlah rumah sakit.
Keluarga korban harus bersusah payah mencari rumah sakit di Kabupaten Brebes dan Kota Tegal agar bisa segera mendapatkan penanganan. Namun dari empat rumah sakit yang didatangi, tiga rumah sakit di antaranya menolak dengan alasan ruang perawatan anak sedang penuh pasien.
Menurut salah satu kerabat korban, Subhan, anak pasangan Warja (38) dan Kartika (28) itu awalnya dibawa ke Poliklinik Mahmudah, di Kecamatan Larangan, oleh orangtuanya karena tubuhnya demam tinggi pada Rabu 28 Januari 2015 pagi.
Lantaran poliklinik tak mampu menangani, karena tak memiliki ruang ICU, dia kemudian diminta dirujuk ke rumah sakit. Keluarga lalu membawa korban ke RSUD Brebes, agar bisa segera mendapatkan penanganan.
Namun oleh pihak rumah sakit, korban ditolak, karena kondisi bangsal perawatan anak sedang penuh pasien. Penolakan serupa juga diterima, saat korban dibawa ke RS Bakti Asih yang berjarak sekitar lima kilometer dari RSUD Brebes.
Keluarga akhirnya memutuskan membawanya ke RSUD Kardinah, Kota Tegal. Di rumah sakit milik pemerintah ini, lagi-lagi korban mendapat penolakan dengan alasan bangsal perawatan anak sedang penuh, dan disarankan ke RS Islam Harapan Anda, yang juga berada di Kota Tegal.
"Korban akhirnya dibawa ke rumah sakit swasta tersebut dan baru mendapatkan penanganan medis. Akhirnya baru bisa masuk rumah sakit Rabu sore," kata Subhan, kepada Sindonews, Kamis (29/1/2015).
Namun karena kondisi penyakit yang sudah parah, keesokan harinya sekitar pukul 03.00 WIB, korban dinyatakan meninggal oleh dokter. Keluarga akhirnya membawa kembali pulang ke rumah untuk dimakamkan pagi tadi, sekitar pukul 09.00 WIB.
"Dia dibawa ke tiga rumah sakit ditolak semua, karena penuh. Baru di RSI bisa mendapat perawatan, namun sudah terlambat," ujar Subhan.
Subhan menyesalkan kondisi tersebut. Jika korban cepat mendapatkan penanganan di rumah sakit, nasib korban yang berasal dari keluarga tidak mampu ini ada kemungkinan bisa lain. "Penanganan medisnya terlambat karena ditolak," ujarnya.
Ayah korban, Warja mengatakan, tidak bisa berbuat banyak ketika anaknya ditolak dirawat karena alasan pasien penuh. "Tidak tahu kenapa, katanya penuh," ujarnya pria yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini.
Sementara itu, Direktur RSUD Brebes Oo Suprana saat dikonfirmasi tak membantah adanya penolakan dari rumah sakit yang dipimpinnya. Dia menyatakan rumah sakit terpaksa menolak, karena kondisi bangsal perawatan anak memang sedang penuh pasien.
"Bukan karena mereka punya BPJS, karena kapasitas saja yang tidak memungkinkan untuk merawat," jelasnya.
Dia mengungkapkan, hingga Kamis, jumlah pasien DB yang dirawat mencapai 59 orang. Dari jumlah tersebut, tiga pasien meninggal karena terlambat dibawa ke rumah sakit.
Keluarga korban harus bersusah payah mencari rumah sakit di Kabupaten Brebes dan Kota Tegal agar bisa segera mendapatkan penanganan. Namun dari empat rumah sakit yang didatangi, tiga rumah sakit di antaranya menolak dengan alasan ruang perawatan anak sedang penuh pasien.
Menurut salah satu kerabat korban, Subhan, anak pasangan Warja (38) dan Kartika (28) itu awalnya dibawa ke Poliklinik Mahmudah, di Kecamatan Larangan, oleh orangtuanya karena tubuhnya demam tinggi pada Rabu 28 Januari 2015 pagi.
Lantaran poliklinik tak mampu menangani, karena tak memiliki ruang ICU, dia kemudian diminta dirujuk ke rumah sakit. Keluarga lalu membawa korban ke RSUD Brebes, agar bisa segera mendapatkan penanganan.
Namun oleh pihak rumah sakit, korban ditolak, karena kondisi bangsal perawatan anak sedang penuh pasien. Penolakan serupa juga diterima, saat korban dibawa ke RS Bakti Asih yang berjarak sekitar lima kilometer dari RSUD Brebes.
Keluarga akhirnya memutuskan membawanya ke RSUD Kardinah, Kota Tegal. Di rumah sakit milik pemerintah ini, lagi-lagi korban mendapat penolakan dengan alasan bangsal perawatan anak sedang penuh, dan disarankan ke RS Islam Harapan Anda, yang juga berada di Kota Tegal.
"Korban akhirnya dibawa ke rumah sakit swasta tersebut dan baru mendapatkan penanganan medis. Akhirnya baru bisa masuk rumah sakit Rabu sore," kata Subhan, kepada Sindonews, Kamis (29/1/2015).
Namun karena kondisi penyakit yang sudah parah, keesokan harinya sekitar pukul 03.00 WIB, korban dinyatakan meninggal oleh dokter. Keluarga akhirnya membawa kembali pulang ke rumah untuk dimakamkan pagi tadi, sekitar pukul 09.00 WIB.
"Dia dibawa ke tiga rumah sakit ditolak semua, karena penuh. Baru di RSI bisa mendapat perawatan, namun sudah terlambat," ujar Subhan.
Subhan menyesalkan kondisi tersebut. Jika korban cepat mendapatkan penanganan di rumah sakit, nasib korban yang berasal dari keluarga tidak mampu ini ada kemungkinan bisa lain. "Penanganan medisnya terlambat karena ditolak," ujarnya.
Ayah korban, Warja mengatakan, tidak bisa berbuat banyak ketika anaknya ditolak dirawat karena alasan pasien penuh. "Tidak tahu kenapa, katanya penuh," ujarnya pria yang sehari-hari berprofesi sebagai petani ini.
Sementara itu, Direktur RSUD Brebes Oo Suprana saat dikonfirmasi tak membantah adanya penolakan dari rumah sakit yang dipimpinnya. Dia menyatakan rumah sakit terpaksa menolak, karena kondisi bangsal perawatan anak memang sedang penuh pasien.
"Bukan karena mereka punya BPJS, karena kapasitas saja yang tidak memungkinkan untuk merawat," jelasnya.
Dia mengungkapkan, hingga Kamis, jumlah pasien DB yang dirawat mencapai 59 orang. Dari jumlah tersebut, tiga pasien meninggal karena terlambat dibawa ke rumah sakit.
(san)