Nelayan Protes Larangan Pukat Hela dan Tarik

Selasa, 27 Januari 2015 - 13:26 WIB
Nelayan Protes Larangan...
Nelayan Protes Larangan Pukat Hela dan Tarik
A A A
PATI - Para nelayan di Jawa Tengah memprotes kebijakan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang melarang penggunaan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik dalam mencari ikan. Menurut mereka, kebijakan ini sangat menyulitkan mereka.

Seperti diketahui, larangan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PERMEN- KP/2015.

Pihak yang langsung terkena dampak regulasi ini adalah pengusaha kapal, nelayan, maupun pekerja di sektor industri perikanan yang mengandalkan pasokan bahan baku ikan dari kapal cantrang.

Koordinator Komunitas Nelayan Jawa Tengah Hadi Sutrisno mengatakan, larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik semakin menjepit nasib jutaan warga yang selama ini menggantungkan hidupnya di sektor perikanan.

Regulasi ini juga sekaligus menunjukkan tidak berpihaknya pemerintah terhadap nasib para nelayan dan pihak-pihak yang terkait lainnya.

"Nasib nelayan sudah tidak menentu akibat lamanya cuaca buruk di laut. Tapi itu belum seberapa dampaknya dibanding regulasi baru ini," kata Hadi Sutrisno, kepada wartawan, di Pati, Selasa (27/1/2015).

Menurut Hadi, sekitar 80 persen nelayan di Jateng menggunakan jenis alat tangkap cantrang atau sejenisnya. Para nelayan itu tersebar dihampir semua daerah pantai di Jawa Tengah. Mulai dari Brebes, Tegal, Pemalang, Batang, Pati, dan Rembang.

Oleh karena itu, jika peraturan menteri tersebut tidak dicabut, maka nelayan dan masyarakat perikanan di provinsi ini akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran. "Kami juga akan aksi di Jakarta. Nelayan Jateng menolak regulasi itu," ujarnya.

Menurut Hadi, alat tangkap cantrang, payang, dan sejenisnya sebenarnya muncul sebagai solusi atas penghapusan jaring trawl atau pukat harimau, seperti diatur dalam Keputusan Presiden No 39 tahun 1980.

Karenanya, jika cantrang dan sejenisnya dilarang tanpa ada kompromi, maka upaya pemerintah melindungi nelayan kecil sama saja omong kosong. "Nelayan itu bekerja tidak melanggar norma, tapi mengapa hidupnya terus dihimpit dengan berbagai regulasi," terangnya.

Jumlah kapal yang menggunakan alat tangkap cantrang, payang, dogol, dan sejenisnya dengan berbagai ukuran dan kapasitas mencapai lebih dari 1.500 unit. Setiap kapal cantrang berukuran 30 gross tonnage (GT) melibatkan 20 orang dalam melaut.

Serapan tenaga kerja dari sektor hasil tangkapan cantrang memang besar, karena banyak perusahaan yang melakukan pengolahan bahan baku ikan bernilai ekspor ini. Industri pengolahan ikan hasil tangkapan cantrang, seperti filet ikan, tepung ikang, dan lainnya.

"Presiden harus mendengar nasib nelayan yang kian merana, karena kebijakan itu," tandasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1355 seconds (0.1#10.140)